Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam yang berapi api
Di ruang televisi, Dara duduk di sofa sambil menemani Alea, putrinya, yang asyik menonton acara kartun favorit. Meski matanya menatap layar, pikirannya terus melayang ke Antony—suaminya yang belum juga pulang. Hatinya tidak tenang.
“Papa di mana, Ma?” tanya Alea sambil memandang Dara dengan polos.
Dara tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan keresahannya. “Papa lagi kerja, sayang. Besok Papa janji kita jalan-jalan bareng.”
Alea mengangguk kecil, tetapi kelopak matanya mulai berat. Dara menatap jam dinding—sudah hampir tengah malam. Akhirnya, ia memutuskan untuk membawa Alea ke kamar.
Setelah menidurkan putrinya di kamar, Dara kembali ke ruang tamu dengan rasa gelisah semakin menjadi-jadi. Ia mencoba menenangkan diri dengan membuka ponsel dan menggulir feed Instagram, berharap menemukan sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya.
Namun, semakin lama ia menatap layar, semakin kuat perasaannya bahwa sesuatu tidak beres. Antony tidak pernah pulang larut seperti ini, dan alasan meeting yang diberikan tadi terdengar terlalu dibuat-buat.
Dara membuka aplikasi WhatsApp dan mengirim pesan:
"Sayang, kamu masih lama?"
Pesannya hanya centang satu. Antony tidak membalas.
Dara menghela napas dan meletakkan ponselnya di meja. Pikirannya mulai dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Apakah Antony benar-benar bertemu klien? Ataukah... ada sesuatu yang lain di baliknya?
Ia teringat bagaimana suaminya tadi malam terlihat terlalu sibuk dengan ponselnya. Bahkan di atas ranjang, Antony tampak lebih tertarik dengan sesuatu di layar ponselnya daripada dirinya. Rasa curiga semakin menusuk.
Dara berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Ia mencoba berpikir logis—Antony adalah pria baik, seorang ayah yang peduli. Tapi, di balik itu semua, Dara tahu suaminya bukan pria yang sepenuhnya jujur.
“Jangan-jangan dia...” Dara menggigit bibir bawahnya, merasa tidak nyaman dengan pikirannya sendiri.
Ia tahu Antony pernah bersikap genit dengan beberapa wanita di masa lalu, tapi Dara selalu bisa menutup mata. Namun, kali ini rasanya berbeda. Antony terlalu antusias, terlalu fokus pada sesuatu yang ia sembunyikan.
Ketika Dara hampir tenggelam dalam pikirannya, suara mobil terdengar di depan rumah. Ia bergegas mengintip dari balik tirai jendela.
Mobil Antony baru saja parkir, dan ia terlihat turun dengan tergesa.
Dara segera duduk kembali di sofa, berpura-pura tenang. Beberapa detik kemudian, pintu depan terbuka, dan Antony masuk sambil melepaskan dasinya.
"Hey, sayang. Maaf, aku telat," ujar Antony dengan senyum lelah, seolah tidak ada yang perlu dijelaskan.
Dara menatapnya tajam, mencoba mencari celah di wajah suaminya. Antony memang tampak lelah, tapi Dara bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda.
"Meeting selesai?" Dara bertanya sambil menyilangkan tangan.
Antony mengangguk sambil berusaha menjaga nada suaranya tetap ringan. "Iya, akhirnya selesai. Maaf ya, Alea tidur tanpa aku?"
Dara hanya mengangguk pelan, menahan semua pertanyaan yang mengganjal di benaknya. Ia tahu, malam ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Tapi dalam hatinya, Dara tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa Antony menyembunyikan sesuatu.
Setelah berganti pakaian, Antony keluar dari kamar dan melihat Dara masih duduk di sofa, wajahnya terlihat lelah dan sedikit kecewa. Dia tahu bahwa Dara merasa terganggu dengan keterlambatannya, dan jika dia tidak segera memperbaiki suasana hati istrinya, mungkin malam itu akan berakhir buruk.
Antony mendekati Dara dari belakang, melingkarkan kedua lengannya di pinggang istrinya dengan lembut. “Maaf, sayang… Aku tahu aku salah.” Bisikan hangatnya menyentuh telinga Dara, membuat hatinya sedikit melunak.
Dara tetap berpura-pura acuh, namun tubuhnya merespons kehangatan suaminya. “Kamu selalu janji tapi lupa. Apa kamu tahu Alea kecewa?” Ia berusaha mempertahankan nada kesalnya, meski dalam hati mulai merasa luluh.
Antony menarik Dara lebih dekat, menempelkan tubuhnya erat ke punggung istrinya, lalu menunduk dan mengecup tengkuknya perlahan. “Maaf, ya? Gimana kalau aku tebus sekarang?” bisik Antony sambil mengecup kulit lehernya sekali lagi, kali ini lebih dalam.
Dara menggeliat kecil, merasakan aliran listrik halus dari sentuhan Antony.
Antony memutar tubuh Dara hingga mereka berhadapan. Ia menatap mata istrinya dengan lembut dan penuh rasa bersalah. “Aku cuma ingin kita baik-baik saja. Kamu tahu kan, betapa aku sayang sama kamu?”
Dara mendesah, hatinya perlahan luluh. Antony memang selalu pandai menenangkan dengan sikap romantisnya. Sebelum Dara bisa merespons, Antony memegang wajah istrinya dan menempelkan bibirnya lembut ke bibir Dara.
Ciuman itu bermula pelan, namun semakin lama semakin dalam dan intens. Dara membalas dengan penuh kerinduan, tangannya melingkar di leher Antony. Keduanya larut dalam momen intim itu, seakan-akan segala keraguan dan kemarahan sebelumnya menguap begitu saja.
“Sayang...” Dara berbisik di sela-sela ciuman mereka, mencoba menahan diri meski tubuhnya kini mulai panas.
“Shh...” Antony meletakkan jarinya di bibir Dara, menuntunnya perlahan menuju kamar tidur.
Begitu mereka masuk ke kamar, Antony menarik Dara ke dalam pelukannya dan mencium bibirnya lagi dengan lebih berani dan penuh gairah. Tangan Antony dengan lembut membelai punggung istrinya, sementara Dara mulai melonggarkan pakaian suaminya.
Lampu kamar remang-remang menambah suasana romantis. Dara merasa terlindungi dan dicintai dalam pelukan Antony. Meski dalam pikirannya tadi ada rasa curiga, semua itu seakan terlupakan saat Antony membisikkan kata-kata manis di telinganya.
“Kamu selalu jadi yang paling sempurna buatku,” bisik Antony. “Nggak ada yang bisa gantiin kamu, Dara.”
Dara tersenyum, merasa spesial mendengar kata-kata itu. Antony mengecup keningnya, lalu melanjutkan dengan ciuman di pipi, leher, dan bahu, membuat tubuh Dara merespons dengan lebih intens.
Antony menuntun Dara ke ranjang, dan malam itu mereka terhanyut dalam momen penuh cinta dan gairah. Dara merasa dicintai dan dihargai, dan Antony berusaha menunjukkan seolah hanya Dara yang ada di hatinya.
Desahan dan bisikan lembut terdengar di kamar itu, sementara mereka tenggelam dalam pelukan dan ciuman yang seolah ingin menghapus semua kekesalan dan rasa curiga sebelumnya.
Setelah semuanya berakhir, Antony memeluk Dara dari belakang, menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. Dara tersenyum puas, merasa dekat dengan suaminya lagi. Di tengah kesunyian kamar, ia merasa tenang, seakan tak ada lagi yang perlu dicurigai.
“Aku sayang kamu,” bisik Antony di telinganya.
Dara hanya mengangguk kecil, matanya mulai terpejam dalam kehangatan pelukan Antony. Namun, dalam benaknya, meski kebahagiaan sesaat itu terasa manis, rasa curiga kecil masih bersembunyi di sudut hatinya.
Dan Antony? Meski ia memeluk Dara dengan erat, pikirannya sesekali melayang pada sosok Mika—wanita yang baru saja ia temui kembali.