"Cih! Aku tak kan pernah mau menikah dengan lelaki yang sudah tua. Apalagi umurnya hampir sebaya dengan bapak ku."
Batin Nisha seakan tak terima saat mata liar Ridwan memandang kemolekan tubuh nya dengan penuh nafsu.
Nisha terpaksa melayani nafsu bejat pria setengah baya itu untuk membayar hutang ibu nya.
Semua tragedi hidup Nisha, berawal dari hasrat Ridwan yang ingin memperistrinya.
Pria itu cemburu buta saat Nisha tampak berduaan dengan kekasihnya Farel. Ridwan pun menuntut Nisha untuk membayar semua hutang budi yang pernah ia berikan pada Nisha dan keluarganya dengan cara ia harus menyerahkan tubuhnya pada Ridwan.
Nisha pun hamil di luar nikah dan terpaksa menikah dengan Ridwan. Lelaki tua yang tak di cintainya.
Bagaimana nasib Nisha selanjutnya ?
Jangan lupa kepoin ceritanya y 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERNIKAHAN YANG MENYEDIHKAN KAN
FAREL...!
Nisha begitu terkejut dengan kehadiran pemuda tampan kekasih hatinya itu, tepat disaat penghulu hendak mengucapkan ijab kabul pernikahan antara dia dan Ridwan.
Sorot matanya menatap nanar ke arah pemuda tampan yang berniat memaksa masuk namun di halangi oleh beberapa sanak kerabat Nisha.
"Bagaimana nak Nisha? Apa ijab kabulnya bisa kita lanjutkan?" Bapak penghulu memandang Nisha seakan meminta persetujuan dari gadis itu.
Si Bapak penghulu agak bimbang dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Nisha yang sudah tak punya pilihan lain selain menikah dengan Ridwan, pria tua yang menghamilinya itu, tanpa berpikir lama langsung mengangguk mengiyakan ucapan Bapak penghulu.
"Iya pak, lanjutkan saja." ucap Nisha tegas.
Seluruh mata pun kembali memandang ke arah Nisha dan Ridwan yang duduk berhadapan dengan Bapak penghulu didampingi oleh Bapak kandung Nisha dan dua orang saksi pernikahan.
"Tidak Nisha, Jangan lakukan itu! Jangan hancurkan hidup mu!" jerit Farel mencegah Nisha.
Teriakan Farel yang keras menentang keputusan Nisha untuk melanjutkan ijab kabul membuat seluruh mata kembali berpaling memandang ke arah pemuda tampan yang tampak meronta-ronta hendak melepaskan diri dari pegangan orang-orang yang menghalanginya.
Acara prosesi pun kembali terganggu dengan teriakan dan jeritan suara-suara riuh. Sejenak prosesi ijab kabul kembali terhenti.
"Jangan menikah dengannya Nisha, kumohon!" Jerit Farel lagi dengan nada terdengar memilukan dari belakang Nisha.
Suasana pun jadi riuh tak tenang. Sanak kerabat Nisha berusaha keras mengusir, memaksa Farel untuk keluar dari rumah Nisha.
Gadis itu tampak diam tak bergeming. Ia hanya mencoba menahan airmata nya yang perlahan mulai turun membasahi kedua belah pipinya yang berwarna merah merona di poles make up pengantin.
"Aku tahu, kamu tak mencintai nya Nisha. Dia tak pantas untuk mu!" jerit Farel lagi dengan suara yang perlahan menjauh karna di dorong keluar dengan paksa.
Tak satupun kata terucap dari bibir Nisha, butiran-butiran deraian airmata yang tak berhenti mengalir terlihat jelas di mata Ridwan yang mulai tampak kesal tersulut emosi.
Sedari tadi pria paruh baya itu tak mau bicara banyak, karna ingin fokus mengingat kalimat ijab kabul yang sejak semalaman ia hapal ber ulang-ulang.
Tapi ucapan Farel yang terakhir kali, cukup membakar hatinya. Ridwan merasa tersinggung dengan kata-kata Farel yang menghinanya.
"Tolong lakukan ijab kabul ini segera pak, saya ingin prosesi pernikahan ini cepat selesai!" Desak Ridwan pada Bapak penghulu yang kemudian menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Ridwan sebagai pengantin lelaki.
Sepertinya, Bapak penghulu juga tak ingin berlama-lama. Ia pun segera memulai prosesi pernikahan tanpa ada banyak halangan lagi, prosesi ijab kabul pun kembali dimulai. Hingga beberapa saat kemudian.
"Bagaimana saudara-saudara? SAH?" tanya Bapak penghulu kepada setiap orang yang menghadiri pernikahan Nisha dan Ridwan.
"SAH!"
"SAH!"
"SAH!"
Suara serempak dari para hadirin yang ada dalam rumah Nisha terdengar jelas di telinga Farel yang masih berdiri di luar rumah Nisha.
Farel tak bisa berbuat apa-apa lagi. Pemuda itu tampak terkulai lemas di luar, bersandar di balik dinding tembok rumah Nisha yang pintu nya kini tertutup rapat.
Airmata nya perlahan jatuh meratapi nasib cinta nya yang kandas di tengah jalan.
"Mengapa kamu tak mau bersabar Nisha?" ujarnya lirih bicara sendirian menyesali keputusan Nisha.
Farel sama sekali tak mengetahui tentang diri Nisha yang kini tengah hamil mengandung benih dari Ridwan.
"Andai kamu mau bersabar, aku pasti akan menikahi mu Nisha!" ratap Farel sendirian.
Airmata nya bergulir cepat seakan tak terbendung lagi.
Lama ia hanya berdiri terpaku di sana. Hingga satu persatu hadirin tampak keluar dari rumah Nisha. Pandangan mata mereka yang ber aneka ragam memandang Farel, membuat batin pemuda itu kian terpuruk.
Rasa malu yang mulai hinggap di hatinya membuat Farel akhirnya memutuskan untuk pergi perlahan meninggalkan rumah Nisha dengan Isak tangis yang tertahankan di dalam dada nya beserta rasa sakit hati, terluka, hancur dan remuk redam.
Harapannya untuk hidup bahagia bersama orang yang ia cintai pupus sudah. Setelah sekian tahun menahan perasaannya dan baru saja memulai kisah cinta nya dengan pujaan hatinya, saat ini cinta itu harus kandas karna kenyataan pahit yang harus ia telan.
Nisha kini telah menikah dengan lelaki yang tak ia cintai. Hal itu justru membuat Farel kian terpuruk dalam kesedihan. Membayangkan rumah tangga yang akan di jalani oleh Nisha kelak.
☘️☘️☘️☘️☘️
Seminggu telah berlalu semenjak pernikahan Nisha dan Ridwan di langsungkan. Kedua pasangan suami istri yang umurnya terpaut jauh lebih dari lima belas tahun itu, awalnya berjalan biasa-biasa saja.
Nisha mencoba menjadi istri yang terbaik untuk Ridwan yang kini telah resmi menjadi suami nya. Ia melayani Ridwan sebagaimana seorang istri pada umumnya. Seperti hari ini, Nisha baru saja selesai menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya yang hendak berangkat kerja dinas ke luar kota.
"Abang jadi berangkat pagi ini?" tanya Nisha sambil menyodorkan segelas teh manis yang menjadi minuman wajib bagi Ridwan setiap hari.
"Iya, mungkin aku agak lama disana. Kemungkinan sebulan lebih !" sahut Ridwan tanpa menoleh ke arah istrinya.
Ia tampak fokus mengenakan sepatu kulit yang sering di gunakan nya untuk bekerja. Sebuah koper yang sudah penuh dengan segala keperluan Ridwan selama perjalanan dinas telah di siapkan Nisha di atas lantai ruang tamu depan.
Setelah di rasa sempurna, Ridwan yang menyukai penampilan parlente, terlihat sangat rapi dan hmm, sedikit gagah menurut Nisha. Ia pun meminum teh manis yang disodorkan Nisha lalu kembali menatap penampilan nya.
"Bagaimana, apa aku sudah terlihat tampan?" katanya sambil memandang Nisha dengan senyuman tampak bahagia.
Nisha mengangguk pelan, menurutnya hari ini suaminya lumayan gagah.
Ridwan tertawa gembira melihat anggukan Nisha. Sikapnya yang selalu percaya diri dan arogan membuat Nisha cuma tersenyum tipis. Walau bagaimana pun, penampilannya takkan bisa menutupi umurnya yang sudah beranjak tua. Garis tipis penuh kerutan di dahi dan di bawah matanya terlihat, menandakan Ridwan bukan anak muda lagi.
Nisha menghembuskan nafas pelan. Ia tak bisa berkata apa-apa jika pria di depannya sekarang ini adalah suaminya.
"Baiklah, aku berangkat dulu." Ridwan berpamitan kepada Nisha yang hanya membalas perkataan Ridwan dengan anggukan kepala.
Di hadapan Ridwan, Nisha bersikap bagai seorang anak kecil yang penurut.
"Jaga anak kita baik-baik." pesannya seraya mencium kening Nisha lembut.
Lagi-lagi Nisha hanya mengangguk kan kepala. Ridwan pun tersenyum manis dan mengangkat koper lalu memasukkannya ke bagasi mobil.
"Hati-hati dirumah!" teriak Ridwan melambaikan tangannya dari balik pagar rumah tempat mereka tinggal saat ini, sebelum akhirnya mobil yang di kemudikan Ridwan pergi meninggalkan Nisha sendirian.
Nisha pun kembali masuk ke dalam rumah yang saat ini ia tempati bersama Ridwan. Rumah itu, adalah rumah yang sama dimana Ridwan kemarin memaksa nya untuk mau melayani nafsu bejatnya demi membayar hutang.
Nisha menarik nafas pelan dan menghembuskannya perlahan. Mulai hari ini ia akan sendirian di rumah yang masih asing bagi nya itu. Walau hatinya sedikit senang, karna Ridwan akan pulang sebulan lagi, tapi ia juga merasa sepi di rumah itu sendirian.
Bola mata nya pun berpendar menatap seluruh sudut ruangan rumah Ridwan yang tampak bagus dan unik namun terasa kosong dan hampa.
Lama Nisha berdiri di depan lemari kaca kamarnya yang besar. Semua kehidupan nya, sepertinya sudah jauh berbeda. Dia bukan lagi Nisha yang dulu. Gadis miskin yang hanya mempunyai beberapa lembar pakaian.
Dihadapannya kini dalam sebuah lemari besar, sudah terpajang berbagai model pakaian, tas dan sepatu serta sandal yang di belikan Ridwan untuk nya.
Ridwan sangat memanjakannya. Walau kadang, sikapnya seringkali cuek dan acuh tak acuh kepada Nisha. Dia memberi Nisha uang yang cukup untuk belanja nya. Segala kebutuhan dapur, Nisha tak perlu repot-repot. Ridwan selalu rutin membawakannya belanjaan setiap ia pulang bekerja. Ia hidup berkecukupan. Tidak kekurangan.
Dalam hati, Nisha mulai bersyukur dan menerima takdir buruknya yang terpaksa menikah dengan Ridwan yang sudah tua.
.
.
.
BERSAMBUNG.
Jika kamu suka novel nya, jangan lupa like & komen ya 🤗