Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah Denis
Kini, di hadapan semua orang sebuah lukisan cukup besar terpampang nyata. Lukisan wajah sang kakek yang nampak nyata, seperti hidup. Kakek mendekatinya, meraba permukaan benda tersebut dengan tangan yang gemetar.
Hanya hadiah sederhana, tapi memiliki makna yang dalam. Setiap bagian tubuh di dalam lukisan itu seperti benda hidup.
"Ini hanyalah hadiah sederhana, tapi untuk menemukan pelukis dengan kemampuan seperti ini sangat sulit dan langka. Beruntung, aku bisa menemukannya tepat waktu dan selesai sebelum acara ini," ucap Denis disambut anggukan kepala Kakek yang terlihat puas sekaligus terharu dengan hadiah sederhana itu.
Sementara Radit dan ayahnya mencibir, menganggap remeh pada Denis. Sayangnya, mereka tak lagi berani merendahkan Denis. Setidaknya tidak dalam di acara tersebut, lain dengan nanti di luar acara.
"Saudara Denis, hadiah Anda memang terlihat sederhana, tapi begitu mengesankan di hati Kakek. Aku merasa kagum Anda bisa terpikirkan hadiah seperti ini," ujar Kevin memuji dengan suara yang lantang sembari melirik Radit yang kian meradang.
Denis tersenyum, Kevin tampak lain dari saudaranya yang lain. Ia berbeda, dan bertentangan dengan ayah dan anak itu. Denis penasaran dengan sosoknya. Apakah dia seperti itu, ataukah ada motif lain yang tersembunyi di dalam hatinya.
"Terima kasih," sahut Denis singkat.
"Siapa dia?" Ia berbisik kepada Haris, meminta data tentang sosok Kevin.
"Dia Kevin Kartajaya, cucu dari mendiang adik tuan Jaya. Usianya tak jauh beda dengan Anda, dan dia memiliki sebuah perusahaan kecil berada di bawah naungan Agata Grup. Untuk itu, dia berani menentang Indra dan Radit, sedangkan yang lain bergantung hidup pada Mahendra Grup," papar Haris dengan berbisik pula.
Denis manggut-manggut mengerti, itulah kenapa dia selalu menentang Radit. Ia memperhatikan setiap orang, menelisik dalam-dalam rupa masing-masing dari mereka.
"Cucuku, bagaimana kau bisa terpikirkan hadiah seperti ini? Kakek sangat menyukainya. Lukisan ini berbeda dari lukisan-lukisan Kakek yang lain. Sudah banyak orang yang memberi Kakek lukisan, tapi tidak sedetail ini," ucap Kakek sembari menatap Denis yang terdiam memperhatikan.
Denis menghendikan bahu, semua orang menunggu jawabannya.
"Aku pikir Kakek sudah pasti memiliki semuanya. Saat itu aku juga bingung memikirkan hadiah apa yang layak untuk Kakek, yang belum Kakek miliki. Pada akhirnya, aku menemukan seorang pelukis yang tidak terlalu terkenal, tapi memiliki karakter unik di setiap lukisannya. Jadilah seperti ini, lukisan ini satu-satunya di kota Metro," jawab Denis sambil tersenyum.
Seorang pelukis jalanan yang tidak terkenal sama sekali, tapi memiliki jiwa seni yang tinggi. Denis secara tidak sengaja menemukannya saat sedang bepergian melihat-lihat kota.
Radit bereaksi ingin menanggapi hadiah Denis itu, tapi cekalan Indra di lengannya yang begitu kuat mengunci rapat-rapat kedua belah bibir Radit. Pada akhirnya, dia hanya bisa menggeram menahan segala luapan emosi.
"Kakek sangat menyukainya. Benar-benar menyukainya. Siapa pun yang telah melukis ini, Kakek yakin dia orang yang hebat. Kakek belum pernah menemukan yang seperti ini," ucap Kakek dengan perasaan haru yang meliputi dadanya.
Ia menatap sekeliling, mencari-cari tempat yang cocok untuk meletakkan lukisan tersebut. Pada akhirnya, dia memilih ruang tamu itu sebagai tempat yang cocok untuk memasang lukisan itu.
"Pasangkan di sana! Aku ingin lukisan ini berada di sana," ucap Kakek menunjuk sebuah dinding yang berisi beberapa hiasan. Mereka patuh, mengganti hiasan-hiasan dinding tersebut dengan lukisan dari Denis.
"Terima kasih, cucuku!" ucap Kakek seraya menghela napas lega.
Denis mengangguk, kemudian berjalan mendekati Kakek. Ada sesuatu yang ingin dia berikan secara langsung kepada laki-laki tua itu.
"Kakek, aku memiliki hadiah lain untuk Kakek gunakan di setiap hari. Ku harap, Kakek tidak akan pernah melepaskannya," ucap Denis seraya mengeluarkan sebuah kotak panjang yang semua orang tahu apa isi di dalamnya.
"Kacamata?" gumam Kakek memastikan.
"Ya, Kakek. Ini kacamata khusus yang dibuat untuk Kakek. Dengan menggunakan ini, penglihatan Kakek akan semakin jernih dan Kakek bisa melihat segala hal dengan lebih jelas," papar Denis seraya membuka kacamata yang sedang dikenakan Kakek dan menggantikannya dengan yang baru.
Kakek menurut, membiarkan apa yang dilakukan oleh cucunya itu.
"Lihatlah dengan lebih jelas, Kakek. Mereka-mereka yang saat ini ada hadapan Kakek. Bahkan, Kakek bisa melihat siapa yang memiliki niat buruk di hatinya terhadap Kakek," lanjut Denis membiarkan sang kakek mencoba kacamata barunya.
Sangat memuaskan, Kakek merasa takjub dengan hadiah kedua itu. Ia dapat melihat dengan jernih setiap orang yang ada di hadapannya. Tak hanya itu, kacamata tersebut dirancang dengan sebuah kamera yang terhubung langsung dengan ponsel Denis.
Ia hanya ingin tahu apa yang dilakukan Kakek setiap hari dan siapa saja yang selama ini ingin mencelakai laki-laki tua itu.
"Bagus! Bagus sekali! Kakek dapat melihat semua orang dengan jelas. Tak hanya itu, Kakek juga bisa melihat benda kecil di kejauhan tanpa kesulitan sama sekali. Terima kasih, cucuku! Kau begitu memperhatikan Kakek," ucap Kakek sembari menepuk bahu Denis dan memeluknya hangat.
Denis tersenyum, membalas pelukan sang kakek dengan lembut. Dua hadiah rancangannya akan mengawasi pergerakan di rumah itu. Selain beberapa pengawal yang ia tempatkan di sisi kakek, dia merasa perlu mengawasi secara langsung meski di kejauhan.
"Baiklah. Saya ucapkan banyak terima kasih atas kehadiran kalian semua dan hadiah-hadiah berharga yang kalian berikan. Saya menghargai itu semua. Sekarang, silahkan lanjutkan untuk makan malam. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri karena kita semua adalah keluarga," ucap Kakek kepada semua orang.
Satu per satu dari semua yang hadir pergi meninggalkan ruang pesta dan mengambil bagian masing-masing untuk mengisi perut mereka. Akan tetapi, tidak dengan Denis dan Haris. Ia sudah berjanji akan makan di rumah bersama Larisa.
"Kakek, aku harus pergi. Maaf, bukannya aku tidak ingin menemani Kakek, tapi ada urusan lain yang harus aku selesaikan. Haris akan tetap di sini menemani Kakek sampai selesai acara," ucap Denis setelah tak ada siapa pun di sana dan hanya mereka bertiga saja.
"Baik, Tuan," sahut Haris patuh.
Kakek mengernyit melihat sikap Haris terhadap Denis, tapi ia tak bertanya karena memang sudah seharusnya anak Darwis itu bersikap hormat kepada sang cucu.
"Ya, Kakek bisa mengerti. Pergilah, dan berhati-hati selalu," sahut Kakek tak bisa mencegah Denis.
"Aku titip Kakek." Denis menepuk bahu Haris, pemuda itu sigap menunduk menerima perintah.
Denis berbalik meninggalkan kediaman Mahendra. Seseorang sudah menunggu dengan mobil lain dan bersiap mengantarnya pulang ke apartemen. Denis membuka ponsel ketika dirinya sudah duduk di dalam mobil. Tersenyum puas dengan hasil kerja keras Haris.
"Mulai hari ini, aku bisa langsung mengawasi Kakek," gumamnya seraya memperhatikan setiap gerakan di dalam pesta tersebut.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......