Kekasih Ku, Suami Adikku

saat ini, Raffa dan Alena masih berada di dalam mobil. Keduanya Sama-sama terdiam, dan tidak ada dari mereka yang memulai pembicaraan terlebih dulu.

"Len, kenapa kau diam saja? kenapa tidak berbicara sejak kita berangkat dari rumah mu?"

Alena menoleh. Sebenarnya, dia hanya merasa tidak enak pada Raffa atas keputusan yang sudah dia buat. Dan ada sesuatu yang mengganjal di hati Alena saat ini.

"tidak apa-apa Raff. Aku, aku hanya tengah memikirkan mu."

"memikirkan aku? kenapa?"

Alena menggeleng ..

"Raffa, apakah kau percaya jika aku mencintaimu?"

"tentu saja? Aku tidak akan meragukan hal itu."

Raffa meminggirkan mobil miliknya, dan berhenti sejenak hanya untuk merangkul tubuh Alena. Dia tahu jika ada sesuatu yang tengah di pikirkan oleh gadis itu.

"Len, apa yang sedang kau pikirkan?"

Lagi-lagi Alena menggeleng. Dia takut jika dia mengatakannya pada Raffa, maka Raffa akan mengurungkan niatnya untuk menikahi Liana.

"aku baik Raff, tidak ada apa-apa."

"Alena, jangan pernah kau membohongiku. Kau pasti tengah memikirkan sesuatu kan?"

Alena menghembuskan nafasnya kasar. Dan segera merangkul tubuh Raffa. Alena menangis di bahu pria tampan tersebut.

"Raffa .. Hiks .. Kau harus percaya jika aku benar-benar mencintaimu. Aku tahu jika aku egois karena sudah meminta mu untuk menikahi Liana. Hanya saja, aku sudah tidak memiliki jalan lain. Aku benar-benar mencintaimu Raff .."

Raffa mengangguk, dia memberi sebuah kecupan di dahi Alena dan mengusap lembut punggung kekasihnya tersebut.

"aku mengerti, dan aku percaya padamu. Apa yang kau lakukan saat ini hanya untuk menyelamatkan keluargamu. Aku tentu akan menolong mu Alena, meski aku harus mengorbankan perasaanku sendiri."

Alena mengangguk dengan senyum kecil yang terbit dari bilah bibirnya. Sebelum kemudian, pelukan keduanya terlepas.

"jangan menangis lagi, aku mencintaimu Len, dan selamanya akan tetap begitu."

Alena tersenyum lebar. Dia menggapai tangan Raffa, dan mengecupnya lembut. Alena hanya berharap jika hubungan keduanya tidak pernah berubah meski kelak ada Liana di kehidupan Raffa.

Raffa kembali menginjak pedal gas nya, dan kembali menjalankan mobilnya. Dia harus segera menemui orang tuanya dan mengatur tanggal pernikahan untuk dirinya dan juga Liana.

"sayang, aku akan mengantar mu ke apartemen. Tapi maaf, karena aku tidak bisa mengantarmu sampai ke dalam."

"memangnya, kau akan kemana Raff?"

"aku akan menemui kedua orang tuaku dan membicarakan tanggal pernikahan kita, ahh maksud ku, tanggal pernikahan ku dengan Liana."

"baiklah Raff, lebih cepat di laksanakan akan lebih baik."

Raffa mengangguk, dan kembali berfokus pada stir kemudinya agar segera sampai dengan selamat ke apartemen milik kekasihnya.

***

sementara itu, saat ini Vero tengah nongkrong di sebuah warung langganannya. Dia bersama Erik dan juga Doni yang merupakan sahabat dekatnya.

Doni dan Erik saling memandang saat melihat Vero yang sejak tadi diam saja. pria itu bahkan terlihat tengah melamun dan memikirkan sesuatu.

Bohong jika Vero tidak memikirkan Liana. Dia takut, takut jika orang tua Liana akan mendatangi rumahnya dan kembali menuntut pertanggung jawaban darinya.

Jika hal itu terjadi, sudah di pastikan jika dia akan di hajar habis-habisan oleh kedua orang tuanya karena sudah mengotori nama baik mereka.

"ver, kau kenapa? Apa ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?" tanya Erik.

Vero menggeleng, dia tidak mungkin mengatakan hal ini pada kedua temannya. Karena, dia tidak yakin jika Erik dan Doni bisa menjaga rahasianya.

"aku baik-baik saja Rik, apa yang perlu kau khawatir kan?"

Erik menggeleng ..

"tidak. Hanya saja, kau tidak terlihat seperti biasanya."

"itu mungkin karena aku Tengah memikirkan sesuatu."

"sesuatu apa? Katakan pada kami, dan bisakah kami membantumu?"

Vero menghembuskan nafasnya kasar. Dia menceritakan apa yang sebenarnya tengah dia pikirkan saat ini. Dan kedua sahabatnya tersebut tentu saja terkejut saat mendengar apa yang Vero ceritakan pada mereka.

"kau gila? Bagaimana bisa ini terjadi ver? Astaga .." ucap Erik.

Pria itu memijat dahinya frustasi, masalah yang tengah di hadapi Vero saat ini benar-benar terdengar serius.

"kenapa kau tidak bertanggung jawab saja ver? anak yang ada di dalam perut Liana pasti anakmu." sambung doni.

"aku tidak bisa, aku tidak mau bertanggung jawab atas anak yang sedang di kandung Liana saat ini."

"kenapa?"

Erik benar-benar terlihat geram. Dia tidak sepengecut Vero untuk lari dari tanggung jawab jika memang masalah ini menimpanya.

"rik, Don, Liana tidak hanya melakukannya dengan ku. Kau tahu? Liana bahkan sudah tidak virgin lagi saat bermain dengan ku. Dan itu berarti, aku adalah pria yang kesekian kalinya bermain dengannya. Bagaimana pun juga, aku ingin menikah dengan gadis baik-baik. Aku tidak ingin menikahi gadis liar seperti Liana. Dan aku belum memiliki pekerjaan saat ini, bagaimana mungkin aku bisa menikah dengannya?"

"hah, terserah kau saja ver. Dan semoga hidupmu tidak di bayang-bayangi oleh rasa bersalah mu pada Liana. Kami benar-benar tidak bisa membantumu kali ini."

Vero hanya mengangguk, dia tahu jika tidak ada solusi untuk masalahnya. Dan semoga saja, keluarga Liana tidak datang pada keluarganya dan kembali menuntut pertanggung jawaban.

Sementara itu, saat ini Raffa baru saja memarkirkan mobil ayahnya di pelataran rumah milik kedua orang tuanya. Raffa bergegas keluar dari mobil tersebut, dan dia ingin segera berbicara dengan kedua orang tuanya mengenai tanggal pernikahannya.

"tenang Raffa .. 9 bulan bukanlah waktu yang lama." batin Raffa.

Ceklek ..

Raffa membuka pintu rumahnya. Dia melihat jika ibu dan ayahnya tengah duduk di ruang tamu.

"pa, apa papa tidak berangkat ke kantor?" tanya Raffa.

"tidak .. Papa izin, papa tidak enak badan. Kapan kau kembali kemari?"

"hari ini, aku langsung kemari setalah mengantar Alena. Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan papa dan mama."

Raffa bergegas duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan kedua orang tuanya. Dan dia menatap kedua orang tuanya dengan serius.

"ada apa? kenapa kau terlihat begitu serius?"

"aku ingin segera menentukan tanggal pernikahan kami ma, pa."

"astaga .. Syukurlah jika begitu, lebih cepat akan lebih baik." sambung Anne.

Raffa mengangguk. Hanya saja, kedua orang tua Raffa melihat jika raut wajah putranya tidak terlihat bahagia sama sekali.

"Raffa, kay baik?"

Raffa menoleh ke arah ibunya yang baru saja berbicara, dan dia mengangguk.

"tentu saja aku baik ma, aku akan menikahi wanita yang aku cintai." gumam Raffa.

Anne tersenyum, dia mengangguk mendengar kalimat tersebut.

"tapi ma, tolong mama urus semuanya ya? Dari mulai pakaian, cincin dan yang lainnya. kami sudah sepakat untuk menikah di kampung Alena, dan kami hanya akan menggelar pernikahan secara sederhana."

"kenapa begitu? Bagaimana dengan teman ayah? bukankah ayah harus mengundang mereka?"

"nanti saja yah, kita akan melakukan resepsi di sini setelah pemberkatan pernikahan."

"baiklah, bagaimana kau saja Raff. Dan sebaiknya kau istirahat, kau terlihat lelah. Dan kapan pastinya pernikahan mu akan di gelar?"

"seminggu dari sekarang."

Kedua orang tua Raffa terkejut, kenapa begitu mendadak?

"Raff, kau serius? Kenapa begitu mendadak?" tanya Anne.

"serius ma, yasudah Raffa naik dulu ke atas. Raffa lelah dan ingin beristirahat."

kedua orang tua Raffa hanya bisa mengangguk, dan membiarkan putranya berlalu.

"pa, apa tidak ada sesuatu yang terjadi pada putra kita? kenapa dia terlihat berbeda?"

"hus .. Jangan berpikir macam-macam, mungkin Raffa hanya kelelahan."

Anne akhirnya mengangguk, dan dia berharap apa yang di katakan suaminya benar, jika tidak ada sesuatu yang terjadi pada putranya.