Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
motor
Naii bergegas menghubungi mbak Fhitry. Ia meminta bantuan agar mencari agen penjual sepeda motor, ia menceritakan semuanya yang terjadi saat ia bary pulang dari rumah wanita itu.
Mbak Fhitry segera menghubungi kang Jaya-suaminya. Kemudian meminta sang suami mencari orang yang mau membeli motor yang seperti dikatakan oleh Naii dan tak lupa mengirimkan fotonya.
Naii bergegas membawa motor tersebut melalui pintu belakang dan memastikan Hardi tak lagi melihatnya. Ia menuju rumah mbak Fhitry dan menitipkan motornya disana.
"Mbak, kabari saya kalau sudah ada pembelinya, ya," pinta Naii dengan sangat harap.
"Aman, Naii, semua akan beres," balas Mbak Fhitry. Kemudian Naii berpamitan pulang sembari menggendong Aliyah yang tadi ikut dengannya.
"Aliyah jangan bilang sama ayah kalau motornya dirumah mbak Fhitry ya," pintanya kepada sang gadis kecil. Ia terpaksa mengajari anaknya berbohong karena sesuatu yang sangat mendesak.
Gadis itu menganggukkan kepalanya dengan lemah, dan ia berharap Aliyah tidak keceplosan.
Setibanya Naii dirumah. Ia membersihkan jejak motor tersebut, agar Hardi tak melihatnya.
Hari sudah malam. Naii baru saja membersihkan Ahnaf. Ia mengganti pampers sang bocah. Esok pagi ia akan melatih anak laki-lakinya itu untuk berjalan, sebab itidak mungkin Ahnaf akan terus berbaring seperti itu.
Ia menyuapi kedua anaknya secara bergantian. Ternyata mbak Fhitry membungkuskan banyak makanan dan juga beberapa kilo beras. Pantas saja ia merasa kepayahan membawa kantong kresek itu, ternyata ada banyak bahan pokok didalamnya.
"Enak, Bu," ucap Ahnaf, saat mngunyah sepotong ayam yang disuapkan oleh ibunya.
Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara orang berteriak-teriak dari arah luar, dan ia pastikan itu adalah suara Hardi.
"Aliyah jangan bilang apapun kepada Ayah tentang motornya, ya.? Kalau Aliyah beritahu ayah, nanti Liya ibu antarkan kepada ayah," ancam Naii kepada anak perempuannya. Ia tak memiliki pilihan lain.
Aliyah ketakutan, dan menggelengkan cepat kepalanya, pertanda ia tak ingin ikut dengan ayahnya, sebab ia pernah merasakan dicubit oleh sang ayah, waktu itu karena rewel meminta susu.
Ternyata ancaman Naii berhasil membuat bocah itu patuh.
Naii bangkit dari duduknya, keluar dari kamar dan menuju pintu depan. Ia membuka pintu dan melihat Hardi bersama Selly yang datang dengan tatapan ingin menerkam.
"Ada apa?" tanya Naii datar. Ia masih berdiri diambang pintu, dan tak akan membiarkan kedua manusia laknat itu memasuki rumah kontrakannya.
"Dimana motorku?!" tukas Hardi dengan nada tinggi. Rahangnya terlihat mengeras, emosi sedang menguasainya.
"Mengapa bertanya padaku?"
"Aku meninggalkannya didepan sini," Hardi menunjuk posisi motornya saat ia tinggal masuk ke dalam rumah.
Naii tersenyum sinis. "Lalu apa urusannya denganku?"
Hardi menggeretakkan giginya, ia ingin mengayunkan tangannya untuk menampar wanita yang telah melahirkan kedua anaknya. "Kau pasti menyembunyikannya didalam rumah," tuduh Hardi dengan yakin.
"Turunkan tanganmu, karena aku dapat menyeretmu ke kantor polisi dengan bukti visum akibat tamparanmu," ancam Naii.
Pria itu semakin geram. Ia menurunkan tangannya dengan kasar. kemudian ingin menepis pundak Naii dari ambang pintu, agar ia dapat masuk ke dalam rumah.
Akan tetapi Naii mencoba menghalanginya. "Jangan coba-coba masuk ke dalam rumahku, atau aku akan meneriakimu maling," ancam Naii dengan dingin.
Hardi membolakan kedua matanya. Mengapa Naii yang dulunya tidak pernah membantah dan melawan, kini justru menentangnya.
"Oh, sudah berani kamu, ya?" ucap Hardi dengan tersenyum sinis.
"Aku yang sekarang bukanlah Naii yang dulu yang bisa kau tindas sesukamu," jawab Naii dengan penuh penekanan.
Hardi tertawa mengejek. Ia mencebikkan bibirnya. "Ciiih, kau fikir kau siapa? Sudah punya taring sekarang, ha!"
Naii membalas cibiran mantan suaminya."Ya, semenjak aku lepas dari pria sepertimu, aku menyadari akan kebebasanku, dan sudah waktunya aku berdiri diatas kakiku sendiri, tanpa ada yang dapat merendahkanku," balas Naii.
Selly yang sedari tadi merasa tak sabar akan perdebatan keduanya, tiba-tiba melakukan serangan dengan mencakar wajah Naii, tiga goresan diwajah wanita tergambar bagaikan parutan.
Naii menyapu kulitnya yang terasa perih dan juga berdarah. Ia menatap wanita didepannya yang merasa menang, dan tanpa mengatakan apapun, Naii memberikan tendangan kepada Selly tepat anu-nya, sehingga membuat wanita itu terpekik kesakitan.
"Sialaan kau, Naii, awas ,Kau!" wanita itu meracau sembari menahan sakit dan memegangi selangkanya yang sakit.
"Tolooong, maaaling," Naii berteriak untuk memancing warga berdatangan.
Hardi dan Selly saling pandang. Tak ingin menjadi korban amukan massa, keduanya memilih pergi.
Naii tersenyum memandangi keduanya yang tampak kocar kacir melarikan diri. Setelah keduanya pergi, Naii mera-ba pipinya yang perih, tetapi ia kembali tersenyum, sebab ada rencana yang lebih baik untuk menyeret ke duanya ke kantor polisi.
Ponsel berdering, Ahnaf membaca nama yang tertera dilayar. "Bu, ini Mbak Fhitry nelfon," panggil Ahnaf setelah mengeja nama tersebut.
Naai bergegas beranjak dari ambang pintu dan menutupnya segera.
Ia meraih ponsel dan menggeser tombol hijau. "Ya, Mbak, Assalammualaikum" sahut Naii dengan cepat.
Kemudian Mbak Fhitry menceritakan tentang masalah motor yang akan mereka jual.
"Terserah Mbak saja gimana baiknya," ucap Naii menyahuti semua keterangan wanita itu.
"Baiklah, kalau begitu, besok kamu ikut mbak saja ke Bank, kamu buat rekening dan uangmu simpan di Bank, agar aman dari si Hardi," saran mbak Fhitry.
Naii mengiyakan saja apa yang dikatakan wanita tersebut, lagipula sudah seharusnya ia mulai menabung untuk kepentingan ke dua anaknya.
Keesokan paginya. Naii dijemput oleh mbak Fhitry. Keduanya menuju bank terdekat untuk pembuatan reekning baru bagi Naii.
"Mbak, aku ingin beli kios yang ada dipinggir jalan itu, aku ingin berjualan kue, mbak," Naii mengungkapkan keiinginannya.
Mbak Fhitry tersenyum. "Wah, bagus itu, mudah-mudahan nantinya kamu dapat memenuhi kehidupan ke dua anakmu," sahut mabk Fhiyri. Kemudian Naii membawa wanita itu berbelanja makanan sebagai ungkapan terimakasihnya.
"Makasih atas segalanya, Mbak." ucap Naii dengan haru. Ia berusaha menyelipkan beberapa lembar uang kepada wanita itu, tetapi Mbak Fhitry terus menolaknya dan mengembalikannya. "Ahnaf lebih memerlukan ini daripada Mbak," ucapnya dengan penuh ketulusan.
Naii memeluk wanita itu dengan begitu hangat, ia merasakan memiliki keluarga diperantauannya.
Setelah mendapatkan uang hasil penjualan motor milik Hardi, Naii berencana untuk membeli sebuah kios kecil dipinggir jalan. Anggap saja motor itu uang yang selama ini diperas Hadi dari hasil berdagang kuenya, dan kini ia mencoba membalas perbuatan pria tersebut.
Naii menghubungi pemilik kios yang berukuran 3mx4m tersebut. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya tercapai kesepakatan yang mana membuat Naii tersenyum lega. Bahkan ia akan tinggal dikios tersebut, dengan membuat kamar kecil untuk mereka tidur didalamnya.