Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10.
4 tahun kemudian ...
"Ananda! Ananda!" Fadila berjalan kesana-kemari sembari mencari keberadaan seseorang yang di carinya.
"Ananda!"
"Mami!"
Fadila menolehkan kepalanya saat mendengar panggilan dari suara yang begitu di kenalnya.
"Oh, astaga sayang. Kamu darimana saja?" Fadila mendekati anaknya dan membawa kedalam gendongannya.
"Maaf, Bu. Tadi saya melihat tuan kecil berjalan ke arah lift sendirian. Jadi saya datangi dan katanya tuan kecil haus. Kami pergi ke dapur bersama karena tuan kecil ingin ikut." Seorang OB menunduk sembari menjelaskan.
"Iya, tidak apa. Kamu boleh pergi, terimakasih sudah menjaga putra saya." Fadila tersenyum ramah pada bawahannya.
"Tida masalah, Bu. Tuan kecil sangat menggemaskan, saya menyukainya."
OB itu segera pergi meninggalkan ibu dan anak itu.
Fadila membawa anaknya ke dalam ruangannya karena ia masih ada pekerjaan lagi.
"Kamu semakin nakal ya sekarang." Fadila menurunkan anaknya di sofa dan ikut duduk di sana pula.
"Aku gak nakal," ucap Ananda menatap maminya polos.
"Iya, anak Mami gak nakal. Sekarang kamu harus istirahat, karena sudah siang dan waktunya tidur." Fadila menyodorkan susu di gelas pada anaknya.
Ananda meminum susu di gelas itu dan segera memeluk maminya erat.
Fadila menepuk-nepuk bokong Ananda sembari melakukan pekerjaan. Sudah biasa bagi Fadila bekerja sembari memangku anaknya yang tidur.
Apa lagi sekarang, Dwi dan Sinta sedang ada pekerjaan keluar perusahaan menggantikan Fadila.
4 tahun sudah berlalu, perusahaan yang dulunya kecil dan hampir bangkrut kini sudah berjaya dan mampu bersaing dengan perusahaan lain yang lebih berkuasa.
Fadila dan kedua temannya mampu membangun perusahaan itu. Meski banyak cobaan yang harus di hadapi saat awal mereka mulai bekerja di perusahaan yang berjalan di bidang desain perhiasan itu.
Tok tok tok
"Masuk."
"Maaf, Bu. Perwakilan dari perusahaan AR yang bekerja sama dengan kita ingin bertemu." Sekretaris Fadila memberitahu.
"Dimana mereka sekarang?" Tanya Fadila.
"Di ruang tunggu, Bu."
"Persilahkan mereka masuk."
Sekretaris Fadila keluar untuk memanggil tamu mereka. Sedangkan Fadila menyelesaikan pekerjaannya yang sedikit lagi selesai.
Setelahnya Fadila mengambil gendongan yang ada di sampingnya. Fadila selalu menggendong Ananda dan membawa anaknya kemana ia pergi jika anak itu sedang tidur.
Tak berapa lama pintu kembali di ketuk, Fadila menyahut sembari membereskan meja agar tidak kelihatan berantakan.
"Silahkan duduk, Tuan." Fadila mempersilahkan tamunya sembari memindahkan laptopnya dan berkas yang sudah ia kerjakan.
Bahkan tubuh Ananda masih menempel di dadanya dengan gendongan.
"Maaf, sudah membuat Tuan-Tuan tidak nyaman." Fadila duduk setelah selesai memindahkan pekerjaannya.
Satu orang pria duduk di sofa, sedangkan satu lagi berdiri. Mungkin dia Asistennya, batin Fadila.
"Kalau saya boleh tahu, ada perlu apa Tuan datang ke perusahaan kami? Apa ada masalah dengan kerja sama kita?" Fadila berucap dengan tegas dan berwibawa.
"Tidak ada masalah dengan kerja samanya, kedatangan saya ke sini karena ingin menawarkan proyek lain. Yang pasti nilai keuntungannya akan lebih besar lagi." Pria tampan di depan Fadila bersuara.
"Boleh saya lihat proposalnya, Tuan?" Pinta Fadila.
Pria yang berdiri langsung maju menyerahkan map pada Fadila.
Fadila membaca dan mempelajari apa yang tertulis di sana.
Sementara Fadila sedang menekuni berkas di tangannya. Pria di depannya malah menatap serius pada Fadila.
"Apa Tuan yakin untuk menyerahkan kerja sama ini dengan kami?" Suara Fadila mengagetkan lria di depannya.
"Ada apa, Tuan?" Tanya Fadila saat melihat pria di depannya terjengkit.
"Tidak." Pria itu berdehem sebelum melanjutkan ucapannya.
"Saya mempercayakan proyek besar ini pada perusahaan Anda karena saya percaya. Anda, tidak akan mengecewakan saya dengan hasilnya. Sama seperti kerja sama kita yang lainnya."
Fadila mengangguk paham, karena selama 2 tahun belakangan mereka bekerja sama. Perusahaan Fadila selalu memberikan hasil yang sangat memuaskan.
Meski Fadila bukan lulusan sekolah desain, tapi ibu satu anak itu sangat pandai merancang desai perhiasan. Dan juga mengendalikan perusahaan yang sangat di perhitungkan itu.
"Baiklah, kami tidak akan mengecewakan, Anda Tuan." Fadila tersenyum profesional pada pria di depannya.
"Saya ingin Anda langsung yang mendesain perhiasan itu, Nona." Pintanya.
"Baiklah, saya akan desain sendiri dan segera menghubungi Anda lagi kalau sudah selesai nanti. Sebelumnya, boleh saya tahu desain seperti apa yang Tuan inginkan untuk perhiasannya?"
"Saya hanya ingin sesuatu yang baru dan berbeda. Perhiasan yang desainnya cocok untuk kalangan muda dan tua."
Fadila mengangguk mengerti dengan keinginan pria di depannya.
"Baiklah, Tuan Arnan. Saya sudah paham dengan maksud Anda. Semoga kerja sama kita kali tidak mengecewakan Anda." Fadila menyalami Arnan yang di balas pria itu.
"Senang juga bekerja sama dengan, Anda Nona."
Arnan berdiri dan hendak pergi dari sana sebelum suara kecil menghentikan langkahnya. Meski bukan memanggilnya, namun Arnan tertarik untuk menoleh.
"Daddy!" Ananda yang sudah bangun melihat ada orang lain di ruangan maminya langsung bersuara saat orang itu akan pergi.
Yang di pikirnya itu hanya daddy nya yang tidak pernah di lihatnya. Meski masih berumur 3 tahun lebih, Ananda memiliki pemikiran yang cerdas dan bijak.
"Daddy, jangan pelgi. Jangan tinggalkan atu," lirih Ananda melihat ke arah Arnan yang menatapnya dalam diam.
"Nak, dia bukan daddy. Kamu gak boleh sembarangan panggil orang lain." Fadila mengayunkan tubuhnya pelan berharap anaknya tidur lagi.
"Daddy, Mami. Itu daddy." Ananda bergerak ingin bersama Arnan yang masih berdiri diam.
"Maaf, Tuan. Anak saya selalu seperti ini kalau bangun tidur, maaf membuat Anda tak nyaman."
Fadila yang yakin kalau Arnan tak tahu apa yang di bilang anaknya dalam bahasa Indonesia hanya meminta maaf atas ketidak nyamanannya saja.
Untung dia gak tahu apa yang Anan ucapkan, batin Fadila merasa lega.
Apa lagi pria di depannya seorang bule, mana mungkin tahu bahasa Indonesia.
"Tidak masalah, saya pergi dulu." Arnan melangkah pergi meninggalkan ruangan Fadila dengan hati yang terasa berat.
Entah kenapa wajah imut anak di gendongan Fadila membuatnya terbayang-bayang. Saat mendengar teriakan histeris dari anak Fadila. Arnan menghentikan langkahnya yang baru membuka pintu.
"Daddy! Jangan pelgi ... Jangan daddy ... Anan itut daddy ..."
"Anan, jangan begini sayang. Ini Mami, Nak. Gak ada daddy di sini." Fadila berusaha menenangkan anaknya yang tiba-tiba histeris di pelukannya.
Terpaksa Fadila melepaskan gendongannya dan mendekap Anan dengan kedua tangannya.
"Mau daddy ... Mau daddy, Mam." Anan masih saja menangis dan berteriak.
"Daddy, kamu gak ada sayang. Adanya cuma, Mami." Fadila mendekap anaknya dan mencium keninga Anan sayang.
Hatinya sangat sakit melihat anaknya menangis histeris begini. Baru kali ini anak Fadila begitu menginginkan seorang Daddy hingga menangis.
"Maaf, boleh saya memeluknya? Mungkin dia sedang merindukan daddy nya sekarang." Fadila menatap kaget dengan keberadaan Arnan yang masih ada di ruangannya bahkan di dekatnya.
Dan nagaimana bisa pria itu berbahasa Indonesia dengan lancar? Pikir Fadila.
Baru saja tadi dia yakin kalau Arnan tak bisa bahasa Indonesia. Kini ia di kagetkan dengan lancarnya bahasa pria itu.
"Boleh? Anak Anda semakin histeris."
Fadila tersadar dengan ucapan Arnan yang benar adanya. Bahkan sekarang Anan sudah berontak di pelukannya dan ingin berpindah tempat.
Anan berpindah gendongan ke Arnan yang sejak tadi di panggil daddy oleh anak kecil itu.
"Jangan pelgi, Daddy. Anan janji ndak nakal," ucap pria kecil yang sedang sesegukan itu.
"Asal Anan diam, Daddy gak akan pergi."
Fadila dan Asisten Arnan menatap tak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Arnan yang terkenal dingin pada orang-orang di sekitarnya yang tak dekat dengannya. Bisa membujuk anak kecil agar diam, bahkan menimang Anan yang terlihat nyaman di gendongannya.