6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Jawaban Atas Keraguan serta Ketidakyakinan Hati
Sebuah kalimat pernyataan cinta terucap dari bibir Brian. Lala membeku karena dia tidak menyangka dari kalimat let me love you sekarang menjadi i love you.
Lala merasa di tengah pergelutan batin perihal perasaan yang sesungguhnya, Tuhan malah memberikan cara serta jalan yang tak Lala duga. Apakah ini jawaban atas keraguan hatinya?
Dipandangnya wajah Brian yang begitu tampan dan tegas. Sorot matanya selalu menunjukkan kejujuran. Tak pernah berdusta sehingga membuat ketidakyakinan hati Lala berangsur runtuh. Terlebih Brian selalu mengeluarkan effort lebih untuk dirinya.
Lala memang membenci pria dingin karena dia sudah sangat lelah menghadapi para saudara lelakinya yang memiliki sifat bak es kutub. Tapi, Tuhan malah mempertemukan dirinya dengan seorang pria dingin sama sepertinya adik serta saudaranya. Bedanya, pria itu mampu membuatnya merasa nyaman jika berada di samping pria tersebut. Lala semakin menyelami sorot mata Brian yang terus menunjukkan sebuah ketulusan.
Tangan Brian sudah melingkar di pinggang Lala. Suasana hening tercipta di beberapa detik. Sorot mata Brian menginginkan sebuah balasan. Tatapannya yang tak seperti biasa membuat Lala tersihir. Hingga tanpa dia sadari sebuah kalimat keluar begitu saja.
"I love you too."
Mata Lala terbelalak ketika Brian menyambar bibirnya. Menyesapnya dengan begitu lembut hingga mata Lala perlahan terpejam. Tak mereka pedulikan ada satu manusia yang tengah berdiri memperhatikan.
Balasan cinta dari Lala membuat Brian tak bisa menahan. Dia seperti menyalurkan seluruh perasaan yang dia pendam dalam waktu yang tak sebentar pada bibir mungil itu. Lala yang awalnya diam saja perlahan ikut membalas ciuman yang Brian berikan.
Mereka seperti tengah saling mengungkapkan kejujuran. Tak ada nafsu, hanya ada kehangatan yang mereka rasakan ketika bibir mereka saling berpagutan.
Perawat perempuan berjalan dengan terus bersungut. Bahkan langkah Sadewa dihentikan oleh perawat tersebut.
"Dok, tolong usir pasangan mesoem di kamar vvip," tunjuknya pada kamar perawatan Brian.
Murkanya wajah sang perawat membuat Sadewa tersenyum tipis. Kedua tangannya sudah dimasukkan ke dalam saku jas putih.
"Apa mau kamu ditugaskan ke wilayah pelosok?"
Kalimat Sadewa membuat tubuh perawat itu menegang. Ditambah wajah serius Sadewa membuatnya sedikit ketakutan.
"Ingat, hanya orang tertentu yang bisa masuk ruangan VVIP rumah sakit ini."
Perawat itu mulai mencerna ucapan Sadewa. Dan dia segera pergi dari hadapan dokter muda itu dengan terburu-buru. Sadewa pun tertawa.
"Lu ngelakuin apa sih, Masbri? Sampe tuh perawat ngatain lu mesoem," gumam Sadewa sembari melangkah menuju kamar perawatan Brian.
Tak ada yang aneh dari dua insan yang sedang fokus pada layar ponsel milik Lala. Sadewa pun berdehem sehingga membuat atensi mereka berdua beralih.
"Gimana badannya, Pak dosen? Pegel gak tidur di sofa?"
Brian berdecak kesal. Tatapan tajam pun dia berikan kepada sang sahabat yang kini tertawa mengejek. Sadewa mengambil sesuatu dari saku jas dan menyerahkannya kepada Brian.
"Semua udah disetting sama kayak hape lu yang mati. M-banking sudah aman semua."
Brian segera mengecek ponsel baru yang sudah Sadewa belikan untuknya. Lala yang merasa tidak dibutuhkan mencoba untuk meninggalkan mereka berdua. Namun, dengan cepat Brian mencegahnya. Padahal, matanya tengah fokus pada layar ponsel.
"Stay here."
Sadewa yang mendengar ucapan Brian melirik ke arah tangan sang sahabat. Senyum kecil terukir. Ada bahagia yang dia rasakan. Brian yang dia kenal sudah kembali lagi. Sadewa juga melihat ke arah Lala. Kakak dari Alfa itu terlihat risih ketika tangannya digenggam oleh Brian.
"Cek mutasi rekening."
Suara Brian membuat Sadewa terkejut. Segera diambilnya ponsel. Senyum Sadewa begitu lebar. Transferan sebesar lima puluh juta masuk ke rekening Sadewa.
Uang hape sekaligus uang ketenangan.
Sadewa sangat mengerti maksud dari uang ketenangan. Anggukan kecil dia berikan kepada Brian. Sahabatnya ini memang begitu royal.
"Silahkan kalian lanjutkan seauatu yang tertunda," ujar Sadewa yang hendak pergi dari sana.
"Loh? Dokter gak periksa--"
"Saya dokter anak."
Lala terkejut mendengarnya. Dia menatap ke arah Brian yang bersikap datar.
"Tenang, dokter terbaik sudah saya siapkan untuk menangani Brian."
Sadewa pun akhirnya keluar dari kamar perawatan Brian. Dia memberitahu kepada pria yang memakai baju hitam untuk memperketat penjagaan.
"Bos muda tak ingin diganggu. Hanya dokter yang boleh masuk ke ruangan ini."
Tiga pria berbadan kekar itupun mengangguk. Mereka mematuhi ucapan Sadewa.
Di lain tempat, lelaki yang tengah menikmati roti juga kopi di pagi hari terkejut bukan main ketika membuka mutasi rekening.
"Siap atuh kalau udah ditransfer sepuluh juta mah."
Wajah Alfa begitu bahagia. Brian tak pernah pelit kepadanya. Sering memberi uang sebagai ucapan terimakasih. Dan Alfa meyakini jika sang kakak sudah memberikan jawabannya.
"Gua ikut bahagia untuk kalian," gumam Alfa dengan senyum yang merekah.
.
Lala menghela napas kasar melihat tingkah Brian sekarang. Ketika dokter datang memeriksa dia memaksa untuk membuka perban dan sekarang sudah fokus pada kertas demi kertas.
Ingin rasanya Lala merampas kertas di tangan Brian, tapi dia juga tak boleh jahat. Apalagi melihat keseriusan Brian membuatnya harus mengalah.
Walaupun mengenakan masker, aura ketampanan Brian begitu terpancar. Tanpa Lala sadari lengkungan senyum terukir setelah mendapat gambar sang dosen yang begitu tampan.
Satu jam
Dua jam
Tiga jam
Lama kelamaan kesabaran Lala pun habis. Lala sudah bosan karena sedari tadi hanya dijadikan pajangan. Dia menghampiri Brian yang masih fokus pada pekerjaannya dengan wajah yang ditekuk.
"Saya udah hubungi Alfa. Mau pulang ke Jakarta sekarang."
Brian pun terkejut. Lembaran kertas segera diletakkan. Sang kekasih kini merajuk. Lala sudah membalikkan tubuhnya menjauhi Brian. Pria itu segera mengejar Lala dan berhasil memeluknya dari belakang.
"Jangan marah," ucap Brian.
Lala memutar tubuhnya. Menatap dalam wajah Brian yang datar saja seperti manusia yang tak bersalah.
"Gimana saya gak marah. Bapak masih sakit. Tapi, udah minta dibuka perban. Biar apa? Biar keliatan kuat?"
Akhirnya, omelan Lala pun keluar. Ya, beberapa kali Lala melihat Brian meringis kesakitan.
"Sekarang saya tanya. Lembaran kertas atau kesehatan Bapak yang berharga?"
Brian pun terdiam dengan mata yang masih menatap Lala dengan dalam.
"Saya tuh gak su--"
Cup.
Sebuah kecupan singkat di bibir menghentikan omelan Lala.
"Kenapa masih saya-Bapak manggilnya?" Brian bertanya hal lain.
"Saya bukan Bapak kamu. Tapi, kekasih kamu yang kalau diridhoi Tuhan akan jadi calon suami kamu."
Gantian Lala yang membisu. Tangan Brian mengusap lembut wajah Lala.
"Ganti ya panggilannya," pinta Brian.
"Terserah mau panggil Mas atau Kakak. Dan kata Bapak hanya berlaku di kampus aja."
"Paham kan, Sayang?"
...**** BERSAMBUNG ****...
Mana atuh komennya ...
dan ngidam nya tu slalu ngehabisin uang bnyak....
lanjut lgi ya Thor
semangat.....
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
kalo tuan yg di repotin siap2 bangrut😂😂😂😂😂
sehat selalu buat author
nahloh kapal pesiar Lalapohhh ayok ralat sebelum si jambul laporan sama komandan pusat🤭