Tanisha Alifya, seorang gadis yatim berusia 23 tahun yang merantau di ibu kota Jakarta hanya untuk mengubah perekonomian keluarganya. Dia menjadi seorang petugas cleaning service di sebuah perusahaan yang di pimpin oleh seorang laki-laki tampan dan dingin.
Zico Giovanno Putra, seorang direktur utama sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan software, PT. ERPWare Indonesia. Seorang direktur yang masih muda, berusia 28 tahun. Memiliki kecerdasan dan ketajaman dalam mengambil setiap peluang yang ada.
Pada suatu malam, karena berada dalam pengaruh alkohol, Zico memperkosa Nisha dan menyebabkan Nisha hamil.
Bagaimana kisah seorang direktur utama yang berada di hierarki teratas dalam perusahaan jatuh cinta dengan karyawan outsource yang berada di hierarki paling rendah?
BACA TERUS kelanjutan kisah mereka dalam LOVE ME PLEASE, HUBBY.
*Di usahakan untuk update tiap hari ^^ mohon dukungannya para readers tersayang :-)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 21 - Aku Ingin Nasi Goreng
“Kamu ingin berdua? Aku akan dengan senang hati…”
“Ten…tentu saja tidak! Ka…Kamu sudah berjanji kalau Kita akan tidur terpisah.”
“Bercanda. Kamu akan tidur di kamar ini sendiri. Aku akan tidur di sofa atau di ruang kerja. Aku akan mengambil barangmu dan meletakkannya di sini. Untuk baju-bajumu sudah Aku letakkan di ruang ganti.”
“Ruang ganti?” Nisha bertanya dengan bingung.
“Iya. Ayo, Aku akan menunjukkanmu ruang ganti.”
Zico mengajak Nisha berkeliling. Zico menunjukkan ruang demi ruang. Apartemen itu terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, ruang kerja, ruang ganti, studio, ruang gym, tiga toilet, dan satu kamar tidur.
Nisha begitu heran, mengapa begitu banyak ruang di dalam apartemen itu namun hanya ada satu kamar tidur? Apakah pria itu tidak pernah berpikir bagaimana bila sanak-saudaranya atau temannya datang dan ingin menginap. Harus tidur dimana mereka? (pikiran polos seorang gadis desa). Karena penasaran, Nisha pun bertanya.
“Rumah ini sangat luas, tapi kenapa kamar tidurnya hanya satu?”
“Karena Aku tinggal sendiri. Aku tidak butuh kamar lain…”
“Tapi bagaimana bila Nyonya besar atau saudara-saudara Kamu datang dan ingin menginap?”
“Aku tidak akan mengizinkannya.” Zico tersenyum masam.
“Aku sudah menunjukkan seluruh ruangan. Sebaiknya Kamu kembali ke kamar dan beristirahat. Oh ya, Aku lupa mengatakannya padamu. Selama Aku bekerja akan ada ART yang datang kesini setiap hari.”
“Untuk apa? Aku bisa membersihkan rumah ini…”
“Jangan coba-coba. Selama tinggal disini Kamu di larang melakukan aktivitas apapun. Aku tidak mengizinkanmu.“
“Ta…tapi apa yang harus kulakukan?”
“Yang harus Kamu lakukan adalah menjaga dia agar tetap sehat. Aku akan memberikanmu buku dan film tentang kehamilan. Kamu harus mempelajarinya. Aku akan mendaftarkanmu kelas kehamilan.”
“Apa Aku harus melakukannya? Di desa ku setiap wanita yang hamil tidak perlu melakukan itu semua. Tapi bayi yang dilahirkan tetap sehat…” Nisha mencoba untuk membantah.
“Kamu bukan wanita-wanita itu. Dan bayi itu adalah bayiku. Menjadi hakku bila Aku ingin memperlakukannya dengan cara terbaik. Ingat perjanjian Kita? Aku akan menuntutmu bila terjadi sesuatu pada dia.”
Zico berkata dengan galak, membuat Nisha tertunduk tak berdaya. Zico sedikit merasa bersalah melihatnya.
“Kamu beristirahatlah. Atau ada makanan yang ingin Kamu makan?” Zico berusaha membujuk yang diijawab dengan gelengan kepala. Nisha berjalan menuju kamarnya (read kamar Zico) dan memutuskan untuk beristirahat. Zico menatap kepergiannya dengan perasaan bersalah.
***
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika Nisha terbangun dari tidurnya. Dengan bingung dia menatap sekelilingnya. Bertanya-tanya sedang berada dimana kah dirinya? Sesaat kemudian dia teringat bahwa dia sekarang tidak lagi tinggal di rumah besar, namun di rumah susun ayah dari bayinya.
Seperti biasa, setiap malam datang Nisha akan merasa sangat kelaparan. Dengan terburu-buru Nisha turun dari ranjang dan mencari-cari keberadaan Zico. Hanya pria itu yang bisa menghilangkan rasa laparnya. Pria itu akan memberikan makanan apa saja yang di mintanya.
Nisha mencari-cari dengan bingung. Dia mencari ke ruang keluarga, namun di sofa tidak di temukannya sosok pria itu. Nisha berkeliling dari ruang satu ke ruang yang lain. Perasaan takut mulai menghantuinya. Tinggal sendiri di rumah besar seperti itu membuatnya sedikit ketakutan.
Ruang terakhir yang di lihatnya adalah ruang kerja. Dengan hati-hati Nisha mengetuk pintu ruang itu, namun tidak terdengar jawaban. Karena penasaran Nisha membuka pintu itu pelan-pelan dan melongokkan kepalanya.
Kemudian Nisha melihat sosok itu. Sedang tertidur pulas di kursi kerjanya. Pelan-pelan Nisha mendekatinya. Nisha menatap wajah tampan yang tampak sangat kelelahan itu. Bila sedang tertidur, pria itu tidak nampak jahat. Bahkan terkesan seperti pangeran tampan yang sedang tertidur panjang, menunggu ciuman seorang putri untuk membangunkannya.
Nisha sangat terpana melihatnya. Dia berlama-lama menatap wajah yang sedang terlelap itu. Bila saja pertemuan pertama mereka normal seperti yang lainnya, mungkin dia akan cepat jatuh hati terhadapnya. Namun pertemuan mereka sangat buruk. Dan itu meninggalkan luka yang dalam di hatinya. Nisha berharap luka dan trauma itu akan hilang dari ingatannya.
Nisha menghela napas berat. Dan tanpa di duganya perutnya mulai berbunyi dengan meriahnya. Membuat sang pangeran membuka matanya dan menatap mata Nisha dengan sangat tajam. Nisha terkejut melihat Zico tiba-tiba membuka matanya, tanpa sadar Nisha menjauhkan tubuhnya dari pria itu. Karena sikapnya sangat tergesa-gesa, membuat tubuhnya tidak seimbang dan hampir terjatuh. Sebelum terjatuh, Zico menangkap pinggang Nisha. Membuat wanita itu jatuh ke pelukan Zico dengan nyaman.
“Hati-hati.” Zico menggeram. Napas beratnya menghembus di telinga Nisha, membuatnya bergidik. Nisha berusaha menjauhkan tubuhnya dari Zico.
“Le…lepaskan Aku…” katanya dengan lemah.
“Aku tidak akan melepaskanmu sampai Kamu mengatakan alasanmu datang ke ruangan ini.” Zico berkata dengan nada rendah. Napasnya mulai sedikit berat. Keharuman tubuh Nisha di pelukannya sangat mempengaruhinya. Membuat insting kejantanannya mulai bangkit.
“Aku…Aku…”
KRUUUKK…KRUUUKK…
Belum selesai menjawab, perut Nisha sudah berbunyi lagi. Membuat Nisha tertunduk malu. Sementara Zico berusaha keras untuk menahan tawanya.
“Kamu lapar?” tanya Zico yang dijawab anggukan kepala oleh Nisha.
“Ingin makan apa? Aku akan menyuruh Gerry untuk membelinya…”
“Ja…jangan suruh pak asisten lagi…”
“Kenapa? Sudah tugasnya untuk mematuhi perintahku.”
“Ta…tapi bayinya tidak mau…” Nisha menundukkan wajahnya. Berusaha menghindari tatapan mata Zico. Dia tidak ingin Zico tahu bahwa dia telah berbohong. Selama beberapa hari di rumah sakit, asisten Gerry selalu membelikan makanan yang di mintanya atas perintah pria itu. Setiap kali melakukannya, asisten itu akan menatapnya dengan tatapan menakutkan. Nisha tidak ingin melihat tatapan itu lagi.
Mendengar nama bayi di sebut-sebut membuat kesadaran Zico pulih seratus persen. Dengan penuh perhatian dia mulai bertanya pada Nisha.
“Apa yang di inginkan si bayi?”
“Le…lepaskan Aku dulu…”
“Aku tidak akan melepaskanmu sebelum Kamu menjawab pertanyaanku.”
“Ta…tapi ini sangat tidak nyaman…” Nisha mulai gelisah. Bagaimana dia tidak gelisah, dia sedang berada di pangkuan Zico dengan kedua lengan pria itu mengapit pinggangnya.
“Tapi Aku sangat nyaman dengan posisi ini.”
“Ba…bayinya tidak mau berdekatan denganmu. Le…lepaskan Aku.” Nisha kembali berbohong. Perkataan Nisha membuat Zico mengalah. Akhirnya dia melepaskan wanita itu dari cengkraman tangan atletisnya. Kemudian dia mendudukkan Nisha di kursi kerjanya, sementara dia sendiri lebih memilih untuk berdiri.
“Katakan padaku, bayinya ingin apa?”
“Ka…Kamu marah?”
“Aku tidak marah.”
“Tapi Kamu terlihat seperti marah…”
“Aku tidak marah. Katakan padaku, bayinya ingin makan apa?”
“A…Aku ingin makan nasi goreng…”
“Ada lagi?”
Nisha menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Yakin hanya ingin makan nasi goreng?”
“Iy…iya…”
“Yakin Kamu akan kenyang?”
“Iya…”
“Baiklah, meskipun ini tidak seperti porsi makanmu sebelumnya. Aku akan berusaha untuk mencarikannya.”
“Ta…tapi…”
“Tapi apalagi? Ada makanan lain yang ingin di makan?”
Nisha kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Membuat Zico jadi tidak bisa bersabar lagi.
“Lalu apalagi?”
“Ba…ba…bayinya ingin nasi goreng yang di buat ayahnya!” selesai berkata seperti itu, Nisha beranjak dari duduknya. Berlari ke pintu sembari menutup wajahnya. Meninggalkan Zico yang tercengang menatapnya.
***
tim baca ulang
woey istri org tu 🤦😂