Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Memilih Egois
Meminta maaf tidak lebih sulit daripada meminta izin. Begitulah prinsip hidup Zayyan dalam melakukan segalanya. Hubungan antara dia dan orang tuanya masih sama, ego yang sama-sama tinggi membuat jarak keduanya kian renggang saja. Permintaan Alex tidak main-main, perjodohan yang dia rencanakan ternyata justru sudah disepakati oleh Abraham sejak pria itu belum jatuh sakit.
Merasa situasi kian kacau dan Alexander menentukan pilihan tanpa persetujuan lebih dulu, Zayyan benar-benar mengikat Zoya dengan tali pernikahan tanpa diketahui keluarganya. Amran sebagai sahabat sudah menduga hal semacam ini akan terjadi, mana mungkin seorang Zayyan rela melepaskan Azoya dengan cara apapun. Andai dia benar-benar menikah, maka bisa dipastikan antara dirinya dan Zoya akan berjarak dan tidak bisa sebebas dahulu.
Sementara Zoya masih terkejut dengan apa yang terjadi, sebelumnya Zayyan hanya mengatakan minta ditemani ke sebuah pesta pernikahan. Dengan begitu polosnya dia percaya dan berdandan secantik mungkin seperti biasa, tanpa dia duga jika Zayyan justru menjadikannya mempelai hari ini.
"Jadilah istriku, anggap balas budi karena aku sudah menjagamu selama ini."
Begitulah sebuah permintaan sebelum upacara pernikahan dilakukan. Zoya terhenyak kala Zayyan mengatakan ini sebagai balas budi sudah menjaganya. Ingin menolak juga percuma, karena Zoya tidak mungkin membuat Zayyan malu di hadapan orang-orang.
Secepat itu statusnya berubah, Zayyan tidak pernah gagal dalam mendapatkan apa yang dia inginkan. Walau memang untuk yang kali ini sedikit sulit, jika saja tidak diancam dengan sebuah pernikahan gila itu Zayyan mungkin akan tetap jalan ditempat dan menunggu sampai Zoya benar-benar sadar betapa besar cintanya. Usai upacara pernikahan itu digelar, dia tidak segera mengantar Zoya pulang.
"K-kita di sini?"
"Iya, kenapa memangnya?"
"Aneh, rumah ada kenapa harus Hotel?"
"Menurutmu apa? Tidak mungkin kita melakukannya di rumah atau apartement, tahu sendiri Zico bagaimana." Jawaban yang sukses membuat Zoya ingin mengakhiri hidup detik ini juga rasanya.
Zayyan terlihat biasa saja, sama seperti mereka belum menikah. Akan tetapi berbeda dengan Zoya yang bahkan menatap matanya saka tidak mampu. Padahal, sebelum ini Zayyan sudah katakan jika dia menikahi Zoya adalah cara untuk membuatnya terhindar dari pernikahan paksa itu. Ya, begitulah sikap Zayyan, mau memaksa tapi dia justru tidak suka dipaksa.
"Ayo turun."
Zayyan mengulurkan tangannya, biasanya Zoya tidak akan banyak berpikir dan terima saja berjalan berdua sembari bergandengan tangan. Kini, entah kenapa rasanya kaku sekali bahkan dia memilih menunduk dan Zayyan justru merasa menikahi gadis polos yang belum pernah mengenalnya sama sekali.
"Kenapa? Marah?" tanya Zayan seraya menarik sudut bibirnya tipis. Pria itu tidak tersinggung dengan perubahan yang Zoya perlihatkan, hanya saja hal ini terasa lucu karena membuat Zoya merasa asing dengan dirinya sendiri.
"Menurutmu?"
Jika ditanya marah atau tidaknya jelas saja marah luar biasa. Hanya saja, selama ini memang tidak ada yang pernah Zoya berikan pada Zayyan sebagai ungkapan terima kasihnya. Hingga, Zayyan memberikan sebuah permintaan yang harus Zoya turuti tanpa memberikan kesempatan Zoya untuk berkata tidak sama sekali.
Zayyan tidak peduli meski Zoya terlihat tidak nyaman, dia tetap meraih jemari Zoya dan menggenggamnya erat ketika menuju kamar mereka. "Kamu dingin, sakit?" tanya Zayyan kala menyadari telapak tangan Zoya luar biasa dinginnya.
Tanpa jawaban Zoya hanya menggeleng, bukan sakit ataupun kenapa-kenapa. Hanya saja, dia khawatir Zayyan benar-benar bersikap sebagai suami yang seungguhnya, apalagi sebelumnya Zayyan sudah bersikap aneh bahkan tidak seperti saudara lagi.
Lift semakin meninggi, hingga ketika terbuka jantung Azoya seakan hendak meledak rasanya. Langkahnya luar biasa berat ketika kamar 255 itu kian dekat, habislah dia. Padahal biasanya Zayyan kerap masuk kamar, tapi ketakutannya tidak sebesar ini meski memang sudah takut sejak awalnya.
Dia mendongak sekilas, tepat sekali Zayyan tengah memandanginya. Pintu kamar terbuka, keduanya melangkah dan baru Zoya belum benar-benar masuk Zayyan tarik karena menurutnya lambat sekali.
Bertahun-tahun memendam kerinduan akan hal terlarang yang tidak bisa dia dapatkan, Zayyan mengecup bibir Zoya singkat sebelum dia melepaskan jas yang dia kenakan. Mendapat serangan tiba-tiba jelas saja Zoya terkejut, akan tetapi belum sempat menarik napas pria itu kembali melakukan aksinya, bukan lagi kecupan, tapi ini sudah lummatan disertai gigitan kecil di bibirnya.
"Kak ...." Sudah menikah, tapi Zoya masih merasa dirinya berdosa jika diam dan menerima begitu saja. Disela Zayyan memberinya kesempatan untuk bernapas, Zoya berusaha menahan Zayyan agar tidak berbuat lebih jauh.
"Kenapa?" tanya Zayyan sedikit kesal karena sedari tadi Zoya masih berusaha menolak seperti biasanya, dia yang memiliki kesabaran tipis jelas saja tidak suka.
"Apa kita tidak berlebihan? Aku takut, Kak," lirih Zoya menatap manik Zayyan yang kini sudah berbeda.
"Kita tidak sedang berbuat dosa, Zoya ... kenapa takut?" Dia tersenyum tipis, kembali menarik tengkuk leher Zoya dan melummat bibir mungilnya, dia tetap menuntut meski lawan mainnya masih sekaku itu.
Zoya meremang bersaman dengan jemari Zayyan yang mulai menelusuri lekuk tubuhnya, belum pernah Zayyan berbuat sejauh ini selama dia tersadar. Tanpa melepaskan paguttannya, Zayyan kini menyentuh pah@ bagian dalam sang istri. Munafik jika Zoya tidak terbuai, wanita itu tanpa sadar meremmas kuat pundak Zayyan yang saat ini masih berbalut kemeja putih polos itu.
.
.
.
To Be Continue
Apapun, aku lebih memilih jadi pembangkang daripada harus kehilangan dia, Amran. - Zayyan Alexander.
Otw Part Ninu-ninu, kita belajar dulu sama Bang Keyvan😘
Mau Detail gak? Takut ditabok editor🤣
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken