Seorang laki-laki muncul di hadapan Ajeng. Tidak amat tampan tetapi teramat mapan. Mengulurkan keinginan yang cukup mencengangkan, tepat di saat Ajeng berada di titik keputus-asaan.
"Mengandung anaknya? Tanpa menikah? Ini gila namanya!" Ayu Rahajeng
"Kamu hanya perlu mengandung anakku, melalui inseminasi, tidak harus berhubungan badan denganku. Tetap terjaga kesucianmu. Nanti lahirannya melalui caesar." Abimanyu Prayogo
Lantas bagaimana nasab anaknya kelak?
Haruskah Ajeng terima?
Gamang, berada dalam dilema, apa ini pertolongan Allah, atau justru ujian-Nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
"Kenapa tidak mau, di sana aku bisa lebih mudah mengontrol keberadaan kamu."
"Mas gila ya, Mbak Vivi itu tidak menyukaiku, dan aku yakin, istrimu yang terhormat dan teramat kamu sayangi itu tidak akan mau dengan kedatangan aku, begitu pula denganku," ujarnya yakin.
"Keputusan kamu belum final, aku yang memberi kuasa, bagaimana kalau Vivi setuju, apa kamu bersedia?" tawar Abi penuh dengan keyakinan.
"Aku tidak mau, Mas, aku sudah nyaman di sini. Hanya butuh lima bulan lagi. Pokoknya aku nggak mau!"
"Nyaman? Karena dekat dengan pria itu? Kamu itu tidak sadar status sekali. Jangan membuat masalah!" ancam pria itu terlihat kaku.
"Jangan libatkan orang lain, hanya ada kamu dan bayi ini dalam kamusmu, jadi tolong jangan mendadak amnesia. Aku cukup paham dengan posisiku, makanya aku tahu diri."
"Iya, tapi sekarang belum lahir, memang bisa bayi itu berjalan sendiri. Aku paling tidak suka penolakan dalam bentuk apa pun. Jangan membuatk moodku berantakan, rahim saja bisa aku beli, apalagi harga dirimu. Semua telah jatuh di mata suamimu sendiri, suami di bawah tangan, suami yang kamu minta dengan syarat pernikahan. Jadi, berdamailah dengan semua keputusanku!" ucap pria itu jelas dan lugas.
Sayang sekali cetek pemikirannya, sesimple itu membayangkan.
"Kenapa ragu, kalau memang tidak ada perasaan yang tertinggal, tentu tak usah takut tentang perasaanmu. Karena tidak harus juga kamu merasa khawatir dengan Vivi yang akan mempunyai hak penuh waktuku. Atau jangan-jangan, kamu mulai bermain dengan perasaan?" tantang Abi serasa ingin tahu perasaan perempuan itu.
Ajeng yang tidak terbesit pikiran suka pun jelas terusik dengan kata-kata suaminya. Seakan menyimpulkan, bahwa penolakannya lantaran ada perasaan spesial yang bisa saja membuat huru hara di antara keduanya.
"Aku ingin mendengar langsung pengakuan dari istrimu, benarkah ada izin untukku?" tantang perempuan itu yang yakin betul bakalan menolak.
Ekspektasi tak sesuai realita, pada kenyataannya, Vivi yang awalnya murka dan marah besar malah mengiyakan dengan suka rela. Ajeng merasa perempuan itu sudah setengah gila, mana bisa istri muda dan istri tua disatukan dalam satu atap, walaupun ia menyadari betul dirinya hanya persinggahan untuk rahimnya. Perempuan itu bisa mengamuk dan sengak sekali bila berbicara.
"Tak apa, Jeng, tinggallah dengan kami, bukankah itu lebih baik," ujar Vivi tersenyum ramah.
Sore itu mendatangi apartemen dengan suaminya tentunya.
Abi balas tersenyum, merasa aman kalau istrinya tidak berulah. Akur dan terlihat bisa menerimanya satu sama lain setelah kemarin dibuat stress gegara dua-duanya murka.
'Kalau kamu tidak punya perasaan khusus padaku, tentu semua itu mudah bagimu, karena tidak melibatkan perasaan apa pun!' kata Abi yang kembali terngiang-ngiang di pikiran Ajeng.
" Come on 5 bulan lagi, aku sudah tidak sabar bertemu denganmu," gumamnya bimbang.
Sore itu sekalian menjemput Ajeng karena besoknya mau mengadakan syukuran. Bahkan Nyonya Warsa sangat berantusias menyambut acara sakral empat bulanan tersebut.
Ajeng yang sebenarnya menjadi objek utama, namun jelas Vivi berkamuflase membohongi semua orang. Perempuan itu beserta suaminya berdiri sejajar menyambut para tamu undangan yang hadir. Semua terlihat mendoakan satu sama lain. Ajeng pun ikut hadir di antara tamu yang lain. Walaupun ia duduk seorang diri termenung menepi, sebagai pengamat. Mereka adalah calon keluarga anaknya yang tanpa sadar mulai Ajeng sayangi.
"Semoga kamu sehat selalu, Nak, sampai tiba waktunya nanti kamu lahir, dan semoga saja keluargamu menyayangimu. Andai aku punya pilihan, aku pasti akan memperjuangkan dirimu. Nyatanya ibu serapuh ini, semoga kamu sudi memaafkan diriku jika suatu hari nanti kamu tahu, bahwa akulah ibu yang sesungguhnya untukmu," gumanya berkaca-kaca.
"Nona Ajeng, saya diutus Tuan Abi untuk mengantar Nona ke dalam. Mungkin butuh istirahat, dari pada di sini sendirian. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan katakan padaku."
Anto menginterupsi perempuan itu untuk mengikutinya. Ajeng yang sejatinya ingin minggat pun tak sampai hati dan memilih mengiyakan. Sebenarnya, selain tinggal di rumah ini ia tidak nyaman, Ajeng belum yakin betul dengan sikap Vivi yang terlampaui mencurigakan. Apakah dia baik karena benar-benar menginginkan anak ini? Atau bahkan mempunyai pemikiran sendiri yang patut Ajeng waspadai.
Ajeng tidak mengikuti acara di luar sampai selesai. Perempuan itu mengikuti arahan Anto dan beristirahat saja siang itu di kamarnya. Menyibukkan diri berbalas pesan dengan Denis. Ia juga mengabari pria itu tentang keberadaannya sekarang.
[Hubungi aku segera bila membutuhkan bantuan, tolong tetap jaga perasaan itu untukku, yang selalu mencintaimu]~ Denis.
Pria itu juga mendoakan keselamatan untuk bayinya juga untuk dirinya. Ia akan setia menanti kabar baik, hingga saat nantinya tiba.
"Vi, temui tamu-tamumu yang tersisa, aku mau ke dalam," pamit Abi meninggalkan ruang tamu yang masih ramai orang. Bahkan Nyonya Warsa dan suaminya juga masih stay di sana. Ikut menyambut tamu dengan raut bahagia.
Sementara Abi, diam-diam menemui Ajeng di kamarnya. Seperti biasa, sesuka hati tanpa mengetuk pintu.
"Mas Abi, kenapa meninggalkan acara?"
"Sudah selesai, mulai sekarang kamu tinggallah di sini, ini kamarmu," ujar pria itu seraya melirik ponsel Ajeng yang masih menyala.
"Seharusnya kamu ikut berdoa walau dari dalam, tidak malah sibuk bermain ponselmu," protes pria itu merampasnya.
Deretan chat yang masih terbuka jelas menjadi santapan empuk pria itu hingga ingin serasa membanting ponselnya.
"Jangan memberikan harapan palsu pada orang lain. Kamu berdosa sekali, saat statusmu tengah hamil dan menjadi istri orang, dengan sangat percaya diri memberikan harapan-harapan yang bahkan belum tentu terjadi."
🤔🤔🤔
Yang datengnya barengan sama Abi?? 🤔🤔
ceritanya menarik tp bahasanya msh agak kaku antara kakak dgn adik