Ketika Waktu Telah Berlalu

"Kamu gak apa-apa Ran,sampai gini rambutmu,ini juga ada sedikit luka di pipimu," ucap Mei yang kasihan melihat temannya itu.

"Memangnya kamu lebih baik dari aku,lihat pipimu yang sedikit bengkak itu,apa yang akan kau katakan nanti pada ibumu?" ucap Rani sambil bertanya pada gadis itu.

"Entahlah,mungkin akan aku bilang kalau terjatuh atau apalah,nanti saja aku pikirkan lagi," ucap gadis itu acuh.

"Ayo singgah ke rumahku dulu akan aku obati pipimu itu terlebih dahulu dengan mengompresnya pakai air es," ucap Rani yang kini sudah sampai di depan rumahnya,yang di angguki kepala oleh Mei.

Mereka akhirnya memasuki halaman rumah gadis itu yang terlihat cukup rindang dengan beberapa pohon bunga yang terlihat sedang berbunga di depan rumah itu.

"Ayah dan ibumu belum pulang," tanya Mei yang melihat rumah Rani yang terlihat sepi.

"Biasalah Mama dan papaku itu akan pulang malam mungkin sekitar jam 7 an,karena setelah menyelesaikan pekerjaan pokoknya,mereka akan meneruskan memeriksa pekerjaan karyawan restoran mereka yang ada 2 tempat di kota ini,ya...begitulah kesibukan mereka hingga anak anaknya menjadi hal no.2 bagi mereka," ucap Rani sembari mengeluarkan kotak p3k dan es batu yang diletakkannya pada selembar kain untuk mengompres wajah sahabatnya itu.

"Oh... begitu," ucap Mei sembari duduk disofa warna cream yang ada di ruang tamu dengan dinding bercat putih di padukan dengan warna pastel pada setiap sudut ruangan dengan lemari besar yang berisi barang barang kristal dan beberapa boneka dan juga hiasan lainnya dan beberapa penghargaan yang di dapatkan kedua orang tua Rani.

Setelah mengambil obat dan es di lemari Rani segera duduk di depan sahabatnya itu,sembari meletakkan kompresan di pipi Mei.

"Aw...Sstt...pelan dong Ran,sakit tau!" ucap gadis berlesung pipi itu sambil mengaduh.

"Ya,ini sudah pelan neng... mau pelan gimana lagi,kan memang bengkak ya pasti sakitlah! Dasar nenek lampir itu,awas saja kalau ia mencari gara-gara lagi!" ucap Rani sembari menekan kompresan pada wajah temannya itu membuat gadis itu kembali meringis.

"Heh...marah ya marah aja,tapi jangan kau lampiaskan pada pipiku ini lah,sakit tau! sini aku sendiri saja!" ucap Mei sembari mengambil kompresan dari tangan Rani membuat sahabatnya itu hanya meringis sambil terkekeh melihat kemarahan temannya itu.

"Iya,sorry... hehehe," ucap Rani sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal,sedang Mei hanya bisa memasang wajah kesal,dan kembali meletakan kompresan itu di pipinya.

Sedangkan Rani membuka kotak p3k dan mengambil obat untuk mengobati sedikit goresan di pipi dan keningnya.

"Sini aku bantu," ucap Mei yang mengambil cermin dengan tangan kirinya dan di arahkan pada wajah Rani sehingga gadis itu juga bisa mengoleskan obat pada lukanya.

"Awas saja kalau ini sampai ada bekasnya,akan aku buat wajahnya juga berbekas sepertiku,lihat saja!" Gerutu Rani sembari mengoleskan obat pada wajahnya,sedang Mei hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar gerutuan sahabatnya itu.

"Dasar nenek lampir gak punya sopan santun,datang-datang langsung menyerang aja,lihat saja besok aku akan membawa semprotan merica biar kapok tu orang kalau berani mendekat lagi!" ucap Rani lagi sambil menurunkan cermin dari tangan mei.

"Heh... aw..sudah ran,kok kamu dendam amat sih,sudahlah nanti juga berhenti sendiri," ucap Mei sambil meringis karena menahan sakit di pipinya.

"Sudah apa! enak saja sudah-sudah,kau pikir ini gak sakit apa,berapa banyak rambut aku yang sudah rontok dan ini gimana kalau sampai berbekas!" ucap Rani menggebu sambil menunjuk pada rambut dan wajahnya yang terkena sedikit goresan.

" Ya,tapi gak usah gitu juga,yang ada gak selesai selesai nanti,tapi aneh ya kok bisa dia bilang kalau kak Alex itu punya dia,padahal kak Alex gak pernah bilang kalau dia punya pacar," gumam Mei namun masih terdengar oleh Rani.

"Ye... jangan terlalu polos gitu kale lo tuh neng!"ucap Rani sambil menoyor kepala temannya itu.

"APA...Ihh!" ucap Mei sembari mendorong Rani menjauh,membuat Rani terkekeh.

" Ta bilangin ya,orang dia itu cuman sukanya ngaku aja,cuma omong kosong aja,sekarang banyak orang kaya gitu seperti di sinetron tuh,memangnya kamu gak bisa menilai Alexis itu gimana,gak mungkinlah dia punya cewek modelan kaya gitu, ih amit-amit deh kaya preman" ucap Rani sembari membuat ekspresi jijik.

"Ya... mungkin aja masa lalu,siapa yang tau kan,mungkin aja dulunya tuh cewek gak kaya gitu,dan karena sudah di putusin jadi berubah deh sifatnya,bisa aja kan." Argumen Mei pada sahabatnya.

"Gak mungkinlah,gak percaya aku kalau cewek gitu bisa pacaran sama Alexis,bisa repot dia entar,hahaha...," ucap Rani sembari tertawa geli membayangkan kelakuan teman cowoknya kalau mendapatkan pacar seperti Tika.

"Ah,sudahlah ngapain juga di pusingin yang penting itu sekarang ini neng.Eh..eh...ngomong ngomong kalian pacaran ya,hehehe,ngaku Lo!" ucap Rani sembari mendekatkan wajahnya pada sahabatnya itu.

"Ih gak lah,cuman dia bilang kalau aku harus menunggunya sampai ia sukses,gitu aja,"jelas Mei

"Itu,namanya kamu di gantung neng," ucap Rani sambil terkekeh.

"Gak kok,soalnya aku juga sekarang lebih mentingin pendidikan aku aja," ucap gadis itu membela diri.

"Iya,serah lo deh,"

Bersambung