Cassanova Pencabut Nyawa

Malam itu juga, Ailen menyelinap keluar rumah diam-diam dengan mengendarai taksi online. Ia tidak peduli sekalipun Dave tahu dan akan menghukumnya saat pulang nanti. Ia kembali ke apartemen untuk mencari petunjuk. Ia kembali memeriksa rekaman cctv di beberapa tempat yang berdekatan dengan apartemen Kathrine tapi hasilnya sama, hanya ada Tom yang terlihat datang pagi itu dan tidak ada orang lain lagi setelahnya.

Dengan menelan kekecewaan dan rasa putus asa, Ailen memutuskan untuk pergi ke kafe yang terletak di sebrang apartemen itu. Saat hendak menyebrang sambil berjalan kaki, ia tidak sengaja bertabrakan dengan seorang kakek tua yang biasanya duduk meminta-minta di dekat lampu penyebrangan untuk para pejalan kaki.

“Maaf, Kek. Saya ngga sengaja.” Ujar Ailen sambil memungut ponsel Tom yang sempat terjatuh saat bertabrakan tadi.

Ailen menyalakan ponsel Tom untuk memeriksa keadaannya dan foto Tom muncul sebagai latar belakang layarnya. Sang Kakek pengemis itu tidak sengaja melihat wajah Tom.

“Dia kan juga pernah datang ke sini?” ujar sang kakek sambil menunjuk foto Tom

“Kakek kenal dia?”

Sang kakek menggeleng. “Sepertinya mereka hanya mirip. Karena yang datang malam itu kulitnya lebih pucat, matanya juga lebih sipit."

“Apa? Malam itu?”

“Iya, beberapa malam yang lalu.”

Ailen langsung membuka ponselnya lalu menunjukkan foto Dave kepada sang kakek. “Apa ini orang yang kakek lihat malam itu?”

“Ah iya benar. Dia menabrak saya di depan sana di dekat tempat parkir tapi sama sekali tidak mau meminta maaf dan malah memaki saya.”

Dan tiba-tiba saja batin Ailen berkecamuk. Di satu sisi, ia merasa senang karena ada orang lain yang datang ke apartemen itu selain Tom sehingga masih ada kemungkinan bahwa bukan Tom pelakunya. Tapi di sisi lain ia juga merasa cemas dan takut membayangkan bahwa orang lain itu adalah Dave, suaminya sendiri.

“Nona, anda baik-baik saja?”

“Ah iya, saya ngga papa.” Ailen kemudian memberi sang kakek sejumlah uang dan bahkan mengantarnya pulang dengan selamat.

Setelah mengantar sang kakek yang rumahnya tidak jauh dari apartemen Kathrine, Ailen kembali untuk mencari bukti yang mendukung kesaksian sang kakek. Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari ketika Ailen selesai berkeliling ke sana kemari tapi tak juga mendapatkan hasil. Ia memutuskan untuk menunaikan niatnya yang sempat tertunda tadi, yakni singgah di kafe sebrang yang ternyata masih buka.

Kafe itu menghadap k apartemen Kathrine, tidak terlalu besar, tapi tempatnya nyaman dan buka dua puluh empat jam. Jadi ia tidak perlu khawatir diusir karena kafenya akan segera tutup.

Ailen memesan secangkir kopi lalu melihat tayangan berita yang masih saja membahas tentang kematian Kathrine. Inisial nama Tom juga statusnya sebagai putra bungsu keluarga konglomerat Harrison terus saja disebut-sebut sebagai orang yang paling dicurigai atas kematian Kath.

(Sayang banget yah? Padahal Tom itu paling ganteng dan keren di atara semua keluarga Harrison. Tapi dia malah membunuh salah satu cewek simpanannya.)

(Iya benar. Di infotainmen kemarin dibilang kalau malam sebelumnya, mereka sempat pesta bareng, terus berantem, terus besok malamnya Kath sudah tewas karena minum racun.)

(Apa mungkin karena Kath cemburu? Kalian tahu kan kalau si tuan bungsu itu paling suka ganti-ganti cewek. Dan denger-denger, Kath ini mau dijodohkan sama dia.)

(Bisa jadi. Siapa sih yang ngga bakalan patah hati dan cemburu sama cowok playboy kaya dia, ya kan?)

(Kasien banget cewek-cewek yang deket sama dia. Cuma dijadiin mainan doang, terus ujung-ujungnya kehilangan nyawa karena patah hati.)

(Bener-bener cassanova pencabut nyawa.)

(Cowok kaya gitu memang pantes dihukum. Demi membalaskan sakit hati para gadis yang jadi korban rayuan mautnya.)

(Setuju, bener banget itu.)

Selama menikmati kopinya, Ailen terus saja mendengar para pengunjung kafe bergunjing tentang Tom di belakangnya. Ia tidak bisa marah ataupun senang dengan gunjingan itu. Pasalnya, apa yang mereka katakan tidak sepenuhnya salah. Tom memang terkenal sering berganti-ganti cewek dan suka mempermainkan hati wanita. Jadi wajar kalau ada banyak wanita yang dibuat cemburu dan patah hati olehnya, termasuk dirinya sendiri.

Tapi di sisi lain, Ailen sangat yakin bahwa Tom bukan tipe cowok yang akan membiarkan wanita begitu putus asa hingga rela mati bunuh diri hanya demi dirinya. Bagaimanapun juga, Tom pasti akan berusaha mencegahnya dengan kepiawaiannya merayu wanita. Lalu bagaiman mereka bisa dengan begitu saja menyematkan label cassanova pencabut nyawa pada pria yang telah merebut seluruh hatinya itu? Sungguh penghakiman yang tidak adil.

Meskipun begitu, Ailen tidak bisa marah karena ia tidak boleh menambah panjang daftar wanita yang menjadi korban kebrutalan flamboyanisme seorang Tom. Apalagi jika itu sampai berimbas kepada Alvin dan Harrison Grup.

Jadi demi tidak mendengarkan gunjingan yang lebih menyakitkan, Ailen memilih untuk duduk di meja bar yang ada di hadapan si barista. Ailen membernikan diri ngobrol dengan barista yang bertugas malam itu. “Apa anda mengenal Kathrine?”

“Nona Kath yang baru saja meninggal dunia?”

“Iya benar.”

“Tentu saja. Dulu beliau adalah salah satu pelanggan setia kami. Tapi kami sudah menjelaskan kepada polisi juga bahwa kami tidak tahu apa-apa tentang kematiannya. Karena tiga hari sebelum kejadian, dia baru kembali dari Paris dan hanya sempat mampir sebentar untuk menyapa tapi tidak membeli apapun. Jadi kami tidak sempat ngobrol banyak waktu itu.”

“Lalu biasanya jam berapa Kathrine datang dan membeli kopi di sini?”

“Tidak tentu. Biasanya pagi sebelum dia pergi kerja atau malam saat tidak bisa tidur.”

“Lalu malam di tanggal lima belas lalu, apakah anda melihat ada seseorang yang datang ke apartemen itu melalui pintu samping?”

Si barista berusaha mengingat-ingat. “Tanggal lima belas yah?”

Ailen menunggu petugas itu mengingatnya.

“Ah, saya ingat..."

***************