Arjuna Hartono tiba-tiba mendapat ultimatum bahwa dirinya harus menikahi putri teman papanya yang baru berusia 16 tahun.
“Mana bisa aku menikah sama bocah, Pa. Lagipula Juna sudah punya Luna, wanita yang akan menjadi calon istri Juna.”
“Kalau kamu menolak, berarti kamu sudah siap menerima konsekuensinya. Semua fasilitasmu papa tarik kembali termasuk jabatan CEO di Perusahaan.”
Arjuna, pria berusia 25 tahun itu terdiam. Berpikir matang-matang apakah dia siap menjalani kondisi dari titik nol lagi kalau papa menarik semuanya. Apakah Luna yang sudah menjadi kekasihnya selama 2 tahun sudi menerimanya?
Karena rasa gengsi menerima paksaan papa yang tetap akan menikahkannya dengan atau tanpa persetujuan Arjuna, pria itu memilih melepaskan semua dan meninggalkan kemewahannya.
Dari CEO, Arjuna pun turun pangkat jadi guru matematika sebuah SMA Swasta yang cukup ternama, itupun atas bantuan koneksi temannya.
Ternyata Luna memilih meninggalkannya, membuat hati Arjuna merasa kecewa dan sakit. Belum pulih dari sakit hatinya, Arjuna dipusingkan dengan hubungan menyebalkan dengan salah satu siswi bermasalah di tempatnya mengajar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Indahnya Indonesia dan Kamu
Para turis dadakan dari Jakarta mulai memasuki area wisata Eling Bening. Baru sampai di area luar, Arjuna plus keempat sahabatnya yang akhirnya pasrah dipanggil Om oleh Cilla, langsung berdecak kagum.
Pemandangan yang disuguhkan oleh tempat wisata ini memang sangat memikat mata. Berada di ketinggian daerah Bawen, Semarang, para pengunjung bisa melihat barisan gunung, lembah, kawasan tempat tinggal penduduk sekitarnya plus Rawa Pening, salah satu objek wisata lainnya.
Yang paling menarik di tempat ini adalah spot foto yang berbentuk seperti naga terbang di langit dalam bentuk kapal.
“Kamu sudah pernah datang kemari sebelumnya, Cilla ?” Tanya Erwin yang berjalan berdampingan dengan Cilla.
“Ini yang ketiga kalinya, Om.”
Boni, Luki, dan Theo mengikuti di belakang Erwin dan Cilla, sementara Arjuna berbincang-bincang dengan Pak Slamet dan Pak Wahyu.
Kelimanya sudah berdiri di dekat area foto yang instagrammable. Cilla berjalan menyusuri jalan semacam jembatan yang menghubungkan pelataran dengan kapal naga. Ia menutup matanya sebagian karena sebetulnya Cilla takut ketinggian.
Erwin, Luki dan Theo menyusul Cilla, hanya Boni yang belum menyusul.
“Waahh Om Theo suka fotografi ya ? Bawa peralatan kameranya lengkap nih,” Cilla langsung berkomentar saat melihat Theo mengeluarkan kamera dari dalam ranselnya.
“Hobi aja, Cil, belum bisa dibilang ahli.”
Cilla masih memperhatikan tangan Theo yang trampil memasang berbagai tambahan di kameranya dan terakhir ia memang tripod.
“Lihatin nya jangan begitu, Cil, nanti naksir loh !” Ledek Theo.
Cilla tertawa sambil tertawa “Nggak selera sama om-om.”
Erwin dan Luki yang tadi sempat mengabadikan pemandangan dengan handphone mendekati Cilla dan Theo.
“Loh kok Om Boni nggak kemari ?” Cilla menyipitkan matanya saat melihat Boni tidak ikut dengan mereka.
“Boni itu takut ketinggian, Cil,” jelas Luki sambil terkekeh.
“Dituntun dong, Om. Dijemput dulu deh, kasihan. Kapan lagi kalian bisa pergi bareng seperti ini ? Semakin dewasa apalagi sudah kerja semua, pasti susah cari waktu pergi bersama. Sayang loh, Om.”
Akhirnya Luki dan Erwin kembali mengajak Boni yang awalnya menolak namun akhirnya ikut juga.
Cilla memperhatikan Theo yang mulai mengambil foto-foto pemandsngan yang membuat pria itu berdecak. Kameranya sudah dilepas dari tripod.
“Kamu nggak ajak Arjuna, Cil ?” Tanya Boni saat semuanya sudah bergabung.
“Pak Arjuna itu sukanya nethink sama saya. Kalau, mau, Om aja yang ajak.”
Erwin, Luki dan Boni tertawa. Saat di mobil memang terlihat kalau hubungan Arjuna dan Cilla bagaikan Tom dan Jerry.
Boni pun mengambil inisiatif untuk menelepon Arjuna dan memintanya ikut bergabung.
“Susul teman-temanmu, Jun,” ujar Pak Wahyu setelah Arjuna menyudahi pembicaraannya dengan Boni.
“Nggak apa-apa, Pak. Enak santai di sini,” sahut Arjuna sambil tersenyum.
“Karena ada Cilla makanya kamu malas bergabung dengan teman-temanmu,” goda Pak Slamet.
“Nggak juga sih, Pak.” Arjuna tertawa pelan.
“Jun,” Pak Wahyu menepuk bahu Arjuna. “Kamu itu dianggap teman untuk Cilla, bukan musuh. Susah loh membuat gadis itu mau berteman dengan pria yang baru dikenalnya. Yang sudah berteman dengannya dari kecil saja tidak berhasil mau jadi pacarnya.”
“Maksud Bapak ?” Arjuna menautkan alisnya.
“Jovan yang sudah dekat dengan Cilla sejak masih piyik. Mereka pernah tetanggaan. Sepertinya Jovan sudah lama suka dengan Cilla, tapi justru Cilla menghindarinya dan mengabaikan Jovan,” ujar Pak Slamet menjelaskan.
“Loh ? Bukannya Jovan memang pacarnya Cilla ? Saya dengar gosip anak-anak begitu.”
Pak Slamet dan Pak Wahyu tertawa
“Kan gosip Pak Arjuna. Memangnya Pak Arjuna cemburu kalau beneran ?” Pak Slamet menggodanya dan Arjuna hanya tertawa.
“Saya sudah punya calon istri, Pak. Lagipula Cilla sudah kayak adik saya yang seumuran dengannya. Sama-sama kelas 12 juga.”
“Jun,” Pak Wahyu kembali menepuk bahu penggantinya. “Kalau Cilla menganggap kamu musuh, sudah pasti ia akan irit bicara sama kamu. Kayak sama Jovan begitu. Coba kamu lebih perhatikan hubungan mereka. Cilla jadi anak jutek dan ketus kalau sudah dekat-dekat Jovan. Berbeda saat dekat denganmu, Cilla malh bertambah bawel biar pun perkataannya selalu mendebatmu.”
“Iya Pak Arjuna, kami ini sudah cukup lama mengenal Cilla bahkan sebelum dia bersekolah di SMP Guna Bangsa. Dia anak baik yang kesepian,” Pak Slamet ikut menambahkan ucapan Pak Wahyu.
Arjuna hanya tertawa pelan dan menatap ke depan. Tidak lama handphone Arjuna berbunyi kembali.
“Pergilah !” Pak Wahyu menepuk-nepuk bahu Arjuna dan memberi isyarat padanya supaya menyusul.
“Siapa tahu Pak Arjuna adalah pria dewasa yang bisa mengobati kesepian Cilla,” Pak Slamet kembali menimpali sambil tertawa.
Akhirnya Arjuna menuruti ucapan kedua guru senior itu dan pergi menyusul ke tempat para sahabatnya dan Cilla berada.
Arjuna sempat memperhatikan Cilla yang banyak tertawa bersama keempat sahabatnya. Entah apa yang mereka bicarakan, sesekali ada saja sahabatnya yang dibuat cemberut sementara yang lainnya tertawa.
“Huufftt akhirnya bintang utama kita datang juga,”
ujar Luki yang melihat Arjuna sudah bergabung sengan mereka.
“Maklum guru baru, Om,” sahut Cilla sambil mencibir. “Perlu cari muka sedikit biar punya koneksi sama kepsek.”
Arjuna hanya tertawa mengejek dan tidak menanggapi omongan Cilla, meski sahabatnya malah tertawa.
Mereka pun mulai berfoto-foto kembali, dan Cilla dengan senang hati menjadi fotografer mereka menggunakan kamera milik Theo.
Setelah selesai dengan sesi foto para turis dadakan itu, Cilla menjauh dan mengambil beberapa foto dengan handphonenya. Theo yang melihat Cilla asyik dengan kegiatan fotonya, memotret gadis itu secara candid sampai akhirnya Cilla menyadari kalau kamera DSLR Theo sedang mengarah kepadanya.
“Om Theo kalau mau foto bilang-bilang, dong. Kan Cilla bisa bergaya dulu.” Cilla langsung memasang wajah cemberut dengan bibir mengerucut.
“Habis di kamera aku, bukan cuma pemandangannya yang indah. Tapi kamu sama indahnya dengan barisan gunung dan Rawa Pening,” goda Theo sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ya beda dong Om, indahnya pemandangan dan Cilla,” gadis itu mencibir.
“Alam Indonesia dan kamu sama-sama indahnya, dan membuat mataku susah mengalihkan pandangannya.”
Bukannya tersipu, Cilla malah terbahak membuat keempat pria lainnya terutama Arjuna menoleh sambil mengerutkan dahi. Mereka tidak tahu apa yang dibicarakan Theo dan Cilla karena jarak mereka sedikit jauh.
“Kok kamu tertawa ?” Gantian Theo memasang wajah cemberut.
“Lagian Om nge-gombalnya alay banget sih… Kayak pujangga lagi dapat insipirasi aja,.” Cilla masih tertawa melihat Theo menggaruk-garuk kepalanya sambil tertawa kikuk.
Arjuna lebih banyak diam kali ini, dan Cilla sendiri tidak banyak mengajaknya bicara atau mendebat ucapan Arjuna.
Bahkan saat mobil membawa mereka makan siang di salah satu resto dan cafe masih di daerah Bawen, Cilla mengajak Theo duduk di sebelahnya di baris pertama karena ia ingin melihat hasil jepretan Theo di kamera dslr-nya.
Awal rencana Pak Slamet dan Pak Wahyu ingin mengajak para pemuda ini makan siang di kawasan wsata Rawa Pening.
Tetapi karena kondisi cuaca yang tiba-tiba mendung bahkan sempat gerimis, ditambah lagi ramainya restoran di kawasan Rawa Penung saat liburan sekolah, akhirnya Arjuna dan keempat sahabatnya diajak makan siang di resto Banarsn Sky View.
Sampai di sana, kelima pemuda ini lagi-lagi dibuat berdecak kagum dengan pemandangan Rawa Pening yang indah dengan hawa yang cukup sejuk. Hamparan rawa itu terlihat lebih jelas dari restoran. Bahkan seolah-olah, restoran itu berdiri di atas rawa.
Cilla terlihat semakin dekat dengan Theo. Bahkan beberapa kali Cilla minta diajarkan menggunakan kamera pada pria itu.
Keempat pria yang lain sesekali memperhatikan interaksi keduanya, bahkan Pak Slamet dan Pak Wahyu juga ikut menjadi pengamat.
Saat makan siang, Cilla duduk sebaris dengan Pak Wahyu, Pak Slamet dan Theo. Gadis itu duduk di paling pinggir sebelah Theo dan di seberangnya persis ada Arjuna.
Beberapa kali Arjuna meliriknya. Cilla kembali pada sikap acuhnya pada Arjuna, membuat pria itu teringat akan perkataan Pak Wahyu saat di Eling Bening.
Kalau Cilla menganggap kamu musuh, sudah pasti ia akan irit bicara sama kamu.
Apa sekarang Cilla malah mengganggapnya musuh. Kenapa hati Arjuna mendadak cemas ? Terkadang ia sebal karena Cilla selalu punya kata-kata untuk mendebatnya bahkan sampai membuat Arjuna tidak mampu membalasnya.
Tapi setelah beberapa kali beradu mulut dengan Cilla, Arjuna merasakan kalau perdebatan itu adalah hiburan baginyac terutama saat hatinya sedang galau.
Kehidupan yang sedang dijalaninya saat ini, sering membuat Arjuna kesepian dan menahan rindu pada keluarganya. Belum lagi masalah Luna yang cukup mengganggu pikirannya.
Terlalu seru makan sambil berbincang dengan keempat Om dan kedua gurunya, Cilla tidak sadae kalau ada sebutir nasi dan sedikit kecap menempel di ujung bibirnya. Spontan Arjuna mengambil tissue dan mencondongkan ke arah Cilla untuk membersihkan sisa makanan itu. Cilla terkejut dan terdiam kaku sambil menatap Arjuna. Mendapar tatapan seperti itu, mendadak Arjuna terdiam dan membalas tatapan Cilla.
“Pak Arjuna !” Omel Cilla dengan suara galaknya. Ia sendiri membutuhkan beberapa detik untuk kembali pada kesadarannya.
Arjuna yang terkejut langsung mengusap dadanya dan duduk kembali, sementara Luki, Erwin dan Boni bahkan Pak Slamet dan Pak Wahyu terkekeh melihat kedua manusia itu kembali jadi Tom dan Jerry.
Theo hanya mengamati keduanya dalam diam tanpa ikut tertawa bahkan tersenyum.
“Sudah saya bilang jangan memperlakukan saya seperti pacar Bapak ! Nanti kalau saya baper memangnya Bapak mau tanggungjawab ?” Mata Cilla melotot membuat Erwin, Luki dan Boni malah tergelak.
“Siapa juga yang memeperlakukan kamu seperti pacar. Kan sudah saya bilang kalau itu kamu mirip adik saya,” sahut Arjuna dengan nada sama galakna.
“Saya juga sudah bilang sama Bapak, sejak kapan kita lahir dari ibu yang sama ? Lagipula mana ada kakak yang membantu adiknya seperti tadi. Biasa juga cuma kasih tissue dan suruh lap sendiri.”
“Saya pernah berbuat begitu sama Amanda, adik saya,” Arjuna membalas tatapan Cilla, tidak mau kalah.
“Yakin ? Kok kita-kita nggak pernah lihat elo begitu sama Manda ?” Bukannya Cilla yang menyahut malah Erwin yang duduk di sebelah Arjuna meledeknya sambil menyenggol bahu Arjuna.
“Tenang Cilla, kalau Pak Arjuna tidak mau tanggungjawab, tinggal minta papi kamu berikan SP3 buat Pak Arjuna,” timpal Pak Slamet yang tadi hanya senyum-senyum bersama dengan Pak Wahyu.
Wajah Arjuna memerah karena malu sekaligus kesal. Niat baiknya pada Cilla malah membuatnya jadi bahan olok-olok semua yang duduk di meja iti kecuali Theo.
“Pak Arjuna sudah punya pacar yang cantik dan bohai, Pak. Ogah dia sama abege. Katanya masih bau kencur, bukan jahe,” sahut Cilla sambil mencebik.
Suasana makan siang pun bertambah menyenangkan karena Cilla dan Arjuna sudah kembali menjadi bintang komedi yang bisa memberi hiburan bagi mereka.
Arjuna sempat bertatapan dengan Theo yang melihat ke arahnya dengan wajah datar dan menelisik. Sementara Cilla meneguk habis wedang jahenya untuk menetralkan jantungnya yang sering berdegup lebih kencang saat bersama dengan Arjuna.