NovelToon NovelToon
Traces Behind The Shadows

Traces Behind The Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Mata-mata/Agen / Harem
Popularitas:852
Nilai: 5
Nama Author: Yes, me! Leesoochan

Di kota Paris yang penuh intrik, Amina De La Croix, seorang detektif swasta berhijab yang jenius dan tajam lidah, mendapati dirinya terjebak dalam kasus pembunuhan misterius yang menyeret tujuh mafia tampan yang menguasai dunia bawah kota tersebut.

Saat Amina menyelidiki, dia berhadapan dengan Alexander Rothschild, pemimpin mafia yang dingin dan tak tersentuh; Lorenzo Devereux, si manipulator licik dengan pesona mematikan; Theodore Vandenberg, sang jenius teknologi yang misterius; Michael Beaumont, jagoan bela diri setia yang berbicara dengan tinju; Dante Von Hohenberg, ahli strategi yang selalu sepuluh langkah di depan; Felix D’Alembert, si seniman penuh teka-teki; dan Lucien Ravenshaw, ahli racun yang mematikan namun elegan.

Di tengah misteri dan bahaya, sebuah hubungan yang rumit dan tak terduga mulai terjalin. Apakah Amina akan menyelesaikan kasus ini sebelum dirinya terseret lebih dalam ke dunia mereka? Atau justru tujuh mafia ini yang akan takluk oleh keunikan sang detektif?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yes, me! Leesoochan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 5

Amina berjalan keluar dari pesta dengan langkah terukur. Gaun hitamnya yang elegan melambai tertiup angin malam, dan ia menarik mantel lebih erat di tubuhnya. Udara Paris malam itu dingin, tapi tidak sedingin tatapan Alexander Rothschild yang masih terasa menempel di punggungnya.

"Aku sudah masuk dalam daftar pengawasannya," pikir Amina, bibirnya mengatup rapat. "Dan itu bukan berita baik."

Jalanan sepi, hanya suara derap sepatu haknya yang menggema di antara bangunan tua. Lampu jalan membentuk bayangan panjang di trotoar, membuatnya merasa seolah ada seseorang yang mengikutinya.

Ia menoleh sekilas. Kosong. Tapi firasatnya tidak bisa dibohongi.

Amina mempercepat langkah, menyusuri gang kecil yang lebih gelap dari yang seharusnya. Saat ia sampai di depan pintu kantornya sebuah ruangan kecil tersembunyi di atas toko buku tua ia tidak langsung masuk. Tangannya menyentuh gagang pintu, tapi ia tidak memutarnya.

Diam sejenak. Dengarkan.

Jantungnya berdetak lebih cepat saat menyadari sesuatu. Pintu itu... sudah pernah dibuka seseorang.

Mata Amina menyipit. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan pistol kecil dari balik mantel dan menekan gagang pintu perlahan.

Klik.

Ruangan gelap. Tirai tertutup. Tidak ada suara. Tapi ia tahu seseorang telah menyentuh barang-barangnya.

Langkahnya ringan saat masuk. Dengan satu gerakan cepat, ia menyalakan lampu kecil di meja kerja. Tidak ada tanda-tanda kerusakan. Komputer masih menyala dalam mode tidur. Tapi ada sesuatu yang berbeda.

Tumpukan dokumen di mejanya sedikit bergeser.

Amina mendekat, menyisir dengan teliti setiap lembaran laporan kasus pembunuhan di hotel mewah itu. Matanya terpaku pada satu dokumen yang sedikit menonjol dari yang lain, laporan transaksi keuangan korban.

Ada pola yang baru ia sadari. Salah satu transaksi terakhir korban terhubung dengan sebuah perusahaan cangkang... yang terkait dengan Rothschild.

"Jadi ini bukan kebetulan."

Tapi sebelum ia bisa mencerna lebih jauh, suara langkah kaki di luar jendela membuatnya waspada.

Sekilas bayangan melintas. Seseorang sedang mengawasinya.

Dengan cepat, Amina meraih senjata dan bergerak menuju jendela. Ia menyingkap tirai sedikit, cukup untuk melihat ke luar tanpa menarik perhatian.

Kosong atau tidak?

Ia memutuskan untuk tidak tinggal lebih lama. Jika seseorang sudah cukup berani menyusup ke kantornya, itu berarti peringatannya tadi bukan sekadar gertakan.

Malam itu, Amina memilih langkah berikutnya: bertemu seseorang yang mungkin punya jawaban.

Bar Kecil, Distrik Gelap, Paris

Asap rokok menggantung di udara, bercampur dengan aroma alkohol murah dan parfum murahan. Lampu remang-remang memberikan efek dramatis pada wajah-wajah lelah di dalam ruangan.

Amina masuk dengan langkah santai, menyamarkan kehadirannya di antara orang-orang yang tenggelam dalam obrolan mabuk dan transaksi tersembunyi.

Di sudut ruangan, seorang pria duduk gelisah. Tangannya menggenggam gelas dengan erat, matanya terus bergerak, seperti seekor tikus yang terperangkap.

Amina menghampiri tanpa suara dan menarik kursi di depannya. Pria itu terlonjak sedikit, sebelum mengenalinya.

"Aku tidak tahu apa-apa," katanya buru-buru.

Amina menyandarkan tubuh, menyilangkan tangan. "Aku belum bertanya apa-apa."

Pria itu menelan ludah. "Dengar, aku hanya bekerja di bagian administrasi. Aku tidak terlibat dalam bisnis gelap mereka."

Amina mengangkat alis. "Tapi kau tahu sesuatu."

Dia menggigit bibirnya, ragu-ragu. "Aku tahu... ada uang besar yang berpindah tangan. Jumlahnya tidak masuk akal. Seperti ada sesuatu yang mereka sembunyikan."

"Siapa 'mereka'?"

Pria itu menggeleng. "Jika aku memberitahumu... aku bisa mati."

Amina menghela napas pelan, menatapnya dengan mata tajam. "Jika kau tidak memberitahuku, mungkin kau akan mati lebih cepat."

Ketakutan melintas di wajah pria itu. Dia bersandar ke depan, berbisik, "Ada nama... dalam transaksi itu. Seseorang yang bekerja di balik layar."

Amina menunggu.

Tapi sebelum pria itu bisa membuka mulut lagi, segalanya terjadi dalam sekejap.

Sebuah botol kaca melayang di udara.

Brak!

Kaca pecah di antara mereka. Pria itu melompat ketakutan, sementara Amina refleks merunduk. Dalam hitungan detik, seseorang bergerak cepat dari sudut ruangan.

Amina berbalik tepat saat sebuah belati melesat ke arahnya. Ia menepisnya dengan gerakan gesit, tapi pria yang bersamanya tidak seberuntung itu.

Darah merembes di antara jemarinya saat ia memegang lehernya sendiri. Matanya membelalak, seolah ingin berbicara, tapi yang keluar hanya suara serak tak berarti.

Amina berdiri cepat, menarik pistol dari dalam mantelnya. Tapi si penyerang sudah lenyap ke dalam bayangan, menghilang secepat ia datang.

Ruangan tiba-tiba sunyi.

Satu-satunya suara adalah napas berat Amina dan tubuh pria itu yang limbung, jatuh ke lantai dengan suara tumpul.

Amina mengepalkan rahangnya. Kini, ini bukan hanya investigasi. Ini peringatan. Dan orang-orang yang mengancamnya tidak akan berhenti di sini.

"Kalau mereka pikir aku akan mundur, mereka salah besar."

Amina melangkah cepat di antara gang-gang sempit Paris, bayangannya berkelebat di dinding bata yang dingin. Malam semakin larut, tetapi pikirannya tetap tajam. Serangan di bar tadi bukan peringatan biasa, seseorang ingin dia mati.

Siapa pun yang mengirim orang itu, mereka pasti panik.

Ia menarik napas dalam, membiarkan udara malam yang dingin mengisi paru-parunya. Kakinya melambat saat ia mencapai apartemennya. Dengan cekatan, ia memeriksa sekeliling sebelum memasukkan kunci dan membuka pintu. Begitu berada di dalam, ia mengunci kembali, memasang pengaman tambahan, lalu berjalan ke meja kerjanya.

Lampu meja redup menerangi dokumen dan foto-foto yang berserakan. Tangannya yang masih sedikit gemetar meraih sebuah catatan yang sudah penuh coretan. Di antara semua petunjuk, satu nama terus muncul, Alexander Rothschild.

Dia bukan sekadar orang kaya dengan koneksi luas. Semua yang terjadi selama beberapa bulan terakhir selalu mengarah padanya. Mafia, korupsi, perdagangan gelap—semuanya berkaitan dengan Rothschild.

Amina menghela napas dan bersandar di kursinya.

"Aku sudah terlalu dalam. Tidak mungkin mundur sekarang."

Matanya menatap lurus pada foto pria itu, setelan mahal, senyum yang terlalu tenang, mata tajam yang seperti bisa menembus siapa pun.

Kalau aku ingin jawaban, aku harus menemuinya langsung.

Matahari pagi Paris menyinari jalanan berbatu dengan hangat, tetapi suasana hati Amina tetap dingin. Dia mengenakan pakaian yang lebih formal, mantel panjang berwarna hitam dengan hijab senada yang membuatnya tampak lebih profesional, tetapi tetap rendah hati.

Sasarannya? La Nuit Noire, klub eksklusif yang hanya bisa dimasuki orang-orang terpilih. Tidak ada papan nama, tidak ada iklan, tetapi semua orang yang berkecimpung dalam dunia bawah tahu bahwa tempat ini adalah pusat kendali kekuasaan.

Amina mendekati pintu masuk, dihentikan oleh seorang penjaga dengan jas hitam dan postur seperti dinding bata.

"Kartu keanggotaan?" tanyanya dengan suara berat.

Amina tersenyum tipis. "Aku diundang."

Pria itu mengangkat alis. "Oleh siapa?"

Ia mencondongkan tubuh, berbicara dengan nada rendah. "Katakan pada Alexander Rothschild bahwa Amina ingin berbicara. Dia pasti akan tertarik."

Penjaga itu tampak ragu sejenak sebelum mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Beberapa detik berlalu. Amina bisa merasakan tatapan tajam pria itu menelusuri dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah menilai apakah dia ancaman atau tidak.

Lalu, telepon ditutup.

"Masuklah," kata penjaga itu akhirnya, membuka pintu dengan sedikit enggan.

1
ceritanya bagus nuansa Eropa kental banget,
romantisnya tipis karena mungkin sesuai genrenya, tapi aku suka baca yang seperti ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!