NovelToon NovelToon
Jejak Luka Diantara Kita

Jejak Luka Diantara Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Konflik etika / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Trauma masa lalu
Popularitas:777
Nilai: 5
Nama Author: sorekelabu [A]

Alya dan Randy telah bersahabat sejak kecil, namun perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka demi kepentingan bisnis membuat hubungan mereka menjadi rumit. Bagi Alya, Randy hanyalah sahabat, tidak lebih. Sedangkan Randy, yang telah lama menyimpan perasaan untuk Alya, memilih untuk mengalah dan meyakinkan orang tuanya membatalkan perjodohan itu demi kebahagiaan Alya.

Di tengah kebingungannya. Alya bertemu dengan seorang pria misterius di teras cafe. Dingin, keras, dan penuh teka-teki, justru menarik Alya ke dalam pesonanya. Meski tampak acuh, Alya tidak menyerah mendekatinya. Namun, dia tidak tahu bahwa laki-laki itu menyimpan masa lalu kelam yang bisa menghancurkannya.

Sementara itu, Randy yang kini menjadi CEO perusahaan keluarganya, mulai tertarik pada seorang wanita sederhana bernama Nadine, seorang cleaning service di kantornya. Nadine memiliki pesona lembut dan penuh rahasia.

Apakah mereka bisa melawan takdir, atau justru takdir yang akan menghancurkan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 – Tertarik Bukan Cinta

Bab 33 – Tertarik Bukan Cinta

Langit mulai menggelap saat mereka keluar dari rumah dosen bimbingan Alya. Udara sore terasa lebih dingin dari biasanya. Suara deru kendaraan memecah kesunyian di antara mereka, tapi tidak satu pun dari keduanya memulai percakapan.

Di dalam mobil, Calvin membuka pintu dan menunggu Alya masuk. Ia baru saja menyalakan mesin saat Alya berkata pelan, “Aku nggak mau pulang dulu.”

Calvin menoleh. "Kenapa?"

Alya menatap keluar jendela, matanya kosong. “Aku cuma… pengen jalan aja. Nggak tahu kenapa, kalau lagi bareng kamu, pikiranku nggak seberat biasanya.”

Ada jeda. Udara di dalam mobil mendadak terasa hangat.

Calvin menatapnya sebentar, lalu mengangguk. “Mau ke mana?”

Alya tersenyum tipis. “Terserah kamu. Yang penting jangan ke apartemenku dulu.”

Mobil melaju pelan, menyusuri jalanan kota yang mulai dipenuhi lampu-lampu jalan. Alya menyandarkan kepalanya di kursi, memejamkan mata sejenak, meresapi setiap detik yang terasa begitu tenang. Bersama Calvin memang selalu seperti ini. Diam, tapi tidak pernah membuatnya canggung.

Sampai akhirnya, di tengah keheningan itu, Alya berkata tiba-tiba—tanpa ragu, tanpa filter.

“Calvin…” panggilnya pelan.

“Hm?”

“Aku boleh nanya sesuatu?”

“Tanya aja.”

Alya menoleh. Tatapannya serius, tapi ada sedikit senyum nakal di ujung bibirnya. “Kamu udah mulai tertarik sama aku, belum?”

Calvin terdiam. Sesaat, ia menoleh, menatap Alya yang kini menunggunya dengan pandangan penuh ekspektasi.

Tawa kecil keluar dari bibir Calvin, samar tapi cukup membuat dada Alya berdebar. Senyum miringnya muncul, seperti biasa. “Kamu selalu spontan ini ya kalau nanya hal yang bikin orang bingung jawabnya?”

“Jawab aja dulu,” potong Alya cepat, matanya menatap lurus, tak mengalihkan pandangan.

Calvin menarik napas pelan. Ia memutar kemudi dan berhenti sejenak di tepi jalan yang tenang, di bawah pohon rindang, hanya ditemani gemerlap lampu kota.

"Aku tertarik," jawabnya akhirnya.

Alya membulatkan mata. “Serius?”

“Iya.”

Lidah Alya nyaris kelu. Ia sebenarnya hanya iseng—atau lebih tepatnya ingin mencari pembenaran bahwa hatinya tak salah memilih untuk merasa nyaman. Tapi mendengar langsung dari Calvin membuat hatinya berdetak lebih kencang.

“Tapi…” Calvin melanjutkan, suaranya pelan namun dalam, “aku belum jatuh cinta.”

Alya terdiam. Senyumnya perlahan memudar, meski ia berusaha tetap terlihat santai.

“Jadi maksud kamu… cuma tertarik?”

Calvin menatapnya tajam. “Iya. Tertarik. Kamu menarik, Alya. Cara kamu bicara, cara kamu nekat, cara kamu jujur—semuanya menarik. Tapi jatuh cinta… itu cerita lain.”

Alya mengangguk pelan, seolah mencoba memahami. Tapi di dalam hatinya, ia tak bisa memungkiri rasa kecewa yang mengalir halus, seperti luka kecil yang baru saja digoreskan.

“Terus apa yang kamu rasakan kalau deket sama aku?” tanya Alya lagi, mencoba menantang, meski nadanya sedikit bergetar.

Calvin memandang lurus ke depan. “Tenang.”

Satu kata itu saja sudah cukup membuat hati Alya kembali mencair. Ia menarik napas pelan, mencoba menyamarkan perasaan yang berkecamuk. “Kamu tahu nggak… kamu juga bikin aku ngerasa tenang. Tapi sayangnya, di balik ketenangan itu, kamu tetap jadi teka-teki yang nggak bisa aku pecahkan.”

“Jangan pecahin, nikmatin aja,” sahut Calvin ringan.

Alya tertawa pelan, meski ada getir dalam tawanya. “Kamu tahu nggak, aku sedang berada di antara tekanan yang bahkan membuatku ingin lari. Tapi satu-satunya tempat yang terasa nggak menyesakkan justru saat aku duduk di samping kamu.”

Calvin menatapnya lama. Tak ada kata. Hanya tatapan tajam dan dalam yang membuat Alya merasa telanjang di hadapan pria itu. Seolah semua lapisan perasaannya bisa dilihat dengan mudah oleh mata itu.

“Alya…” Calvin menyebut namanya dengan suara serak.

“Hm?”

“Kamu harus tahu, aku bukan orang yang mudah buka hati. Bahkan sampai sekarang… aku masih belajar buat percaya pada perasaan.”

Alya menunduk. “Aku ngerti.”

“Tapi kalau kamu bertanya apakah kamu membuatku merasa berbeda dari yang lain… jawabannya iya.”

Alya menoleh cepat. “Berarti… ada kemungkinan jatuh cinta?”

Calvin mengangguk perlahan. “Kemungkinan selalu ada. Tapi aku nggak mau buru-buru hanya karena kamu membuatku nyaman. Aku harus yakin bahwa ini bukan sekadar pelarian dari luka masa lalu.”

Alya terdiam lagi. Ia tahu maksud Calvin. Ia tahu lelaki ini masih menyimpan banyak rahasia, banyak luka yang belum tersembuhkan. Tapi entah kenapa, justru luka itulah yang membuat Alya ingin bertahan lebih lama.

“Kalau suatu hari kamu jatuh cinta… janji jangan simpan sendiri,” kata Alya pelan.

Calvin tersenyum. “Kalau aku jatuh cinta, kamu pasti orang pertama yang tahu.”

Waktu sudah beranjak malam saat mereka memutuskan kembali. Di perjalanan pulang, mereka tak banyak bicara. Tapi suasana di antara mereka terasa lebih hangat, lebih dekat, lebih mengikat.

Dan ketika mobil berhenti di depan apartemen Alya, Calvin sempat menahan tangan Alya sebelum gadis itu turun.

"Alya…"

Alya menoleh. “Ya?”

“Aku nggak janji bisa melindungi kamu dari semua luka. Tapi kalau kamu butuh tempat pulang… kamu bisa datang ke sini,” ucap Calvin sambil menunjuk dadanya.

Alya tercekat. Dadanya bergemuruh. Matanya nyaris berkaca-kaca. Ia tersenyum kecil, lalu berkata, “Kalau kamu terus kayak gini… hati aku bisa beneran jatuh lho.”

Calvin hanya tersenyum samar, lalu menjawab pelan, “Aku nggak keberatan kalau hatimu jatuh. Asal jangan ke orang yang salah.”

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
Cicih Sutiasih
mampir juga di ceritaku, jika berkenan😊
sorekelabu: siap ka
total 1 replies
Cicih Sutiasih
aku sudah mampir, semangat😊
Cicih Sutiasih: jika berkenan, mampir juga di ceritaku
"Tergoda Cinta Mantan", 😊
sorekelabu: terimakasih ka😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!