Dia hanya harus menjadi istri boneka.
Bagaimana jika Merilin, gadis yang sudah memendam cintanya pada seseorang selama bertahun-tahun mendapatkan tawaran pernikahan? Dari seseorang yang diam-diam ia cintai.
Hatinya yang awalnya berbunga menjadi porak-poranda saat tahu, siapa laki-laki yang akan menikahinya.
Dia adalah bos dari laki-laki yang ia sukai dalam kesunyian, yang menawarinya pernikahan itu.
Rionald, seorang CEO berhati dingin, yang telah dikhianati dan ditingal menikah oleh kekasihnya, mencari wanita untuk ia nikahi, namun bukan menjadi istri yang ia cintai, karena yang ia butuhkan hanya sebatas boneka yang bisa melakukan apa pun yang ia inginkan.
Akankah Merilin menerima tawaran itu, sebuah kontrak pernikahan yang bisa membantunya melunasi hutang warisan ayahnya, yang bisa membantu pengobatan jangka panjang ibunya, dan memastikan adik laki-lakinya mendapatkan pendidikan terbaik sampai ke universitas.
Bisakah gadis itu mengubur cintanya dan menjadi istri boneka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Bertemu Presdir
Gerimis yang jatuh dari langit, seperti ikut menambah suram hari ini buat Merilin, langit menghitam. Ini masih jam empat sore, namun seperti sudah masuk petang. Karena langit yang mendung, hatinya semakin diliputi kegelisahan. Gadis itu berdiri menunggu Serge menjemputnya di dekat persimpangan jalan, agak jauh dari halte bus.
Merilin tidak mau, sampai ada teman kantornya yang melihat dia masuk ke dalam mobil Kak Serge. Mobil yang sering dipakai Kak Serge adalah mobil Tuan Rion, teman-teman di kantor bahkan hafal plat nomor itu.
Gadis itu tertunduk, sambil meremas jemarinya. Teringat telepon Kak Serge tadi pagi.
"Mei, kau sudah hafal kan, naskah yang aku berikan padamu kemarin? itu cerita pertemuanmu dengan Rion." Kak Serge pagi ini menelepon.
Biasanya Merilin selalu berdebar senang setiap kali melihat nama Kak Serge dalam panggilan hpnya, namun, beberapa waktu sekarang, jujur setiap kali Kak Serge menelepon dia selalu gelisah dan takut. Karena sekarang, setiap Kak Serge menelepon selalu berhubungan dengan Tuan Rion. Tidak pernah lagi membicarakan hal pribadi atau sekedar bertanya kabarnya.
Dan benar saja, Merilin langsung mendapat serangan panik setelah kalimat Serge selanjutnya terucap.
"Presdir ingin bertemu secara pribadi denganmu Mei, beliau akan menemui mu tanpa nyonya." Suara Serge bergetar, mengisyaratkan bahaya yang mengancam. Pertemuan pribadi dengan ayah Tuan Rion tanpa ibunya, hah, mendengarnya saja sudah menakutkan bagi Mei. "Mei, kau masih mendengarkan aku kan?"
"Ia kak, teruskan saja, aku dengar kok."
"Baiklah, aku jelaskan ya. Nanti kau jawab seperti apa yang sudah tertulis di naskah itu ya kalau Presdir bertanya. Dan..." Serge terdiam sejenak. "Tolong tunjukkan kesungguhan dan ketulusan mu Mei, Presdir orang yang sangat peka dan hati-hati, bisa jadi pertanyaan yang keluar dari mulutnya akan menjebak mu nanti. Jadi, aku harap kau berhati-hati dalam menjawab. Pikirkan dulu sebelum menjawab ya."
Aku takut gumam Merilin.
"Aku akan menemanimu bertemu Presdir, tapi disana aku tidak bisa membantu apa-apa Mei. Kalau Presdir menyuruhku keluar, aku harus keluar."
Artinya, semua tergantung padamu Mei. Begitulah arti kata-kata Serge.
Merilin yang menerima telepon di tangga darurat, mencengkeram besi tangga. Apa dia bisa melakukannya. Duduk berhadapan dengan Tuan Rion saja rasanya sudah seperti duduk di rumput berduri, dan sekarang harus bertemu Presdir juga.
Merilin sesaat kehilangan tenaga untuk bangun dan kembali ke ruang kerjanya. Dia duduk bersimpuh di tangga dengan kepala tertunduk selama sepuluh menit.
Tin...tin...
Suara klakson mobil membangunkan Merilin dari lamunan. Kak Serge membuka kaca mobil dan melambaikan tangan. Merilin langsung tersenyum, melambaikan tangan juga sambil berjalan cepat menuju mobil.
"Maaf Mei, aku terlambat."
"Nggak kok Kak, cuma lima menit."
Gadis itu menunduk, merapikan rambutnya yang sebenarnya sudah terikat dengan rapi. Melihat Kak Serge tetap saja membuat hatinya berdebar. Walaupun dia sudah tahu kalau dia sudah ditolak bahkan sebelum menyatakan perasaan. Namun hatinya belum mau sadar juga.
"Kau tidak apa-apa Mei? Maaf ya, aku tidak bisa menolak perintah presdir." Mobil kembali melaju.
"Ia Kak, aku paham kok. Dan aku nggak papa, cepat atau lambat kami memang harus bertemu kan."
Merilin melirik Serge di sampingnya. Hari ini Kak Serge habis potong rambut rupanya. Dia memakai parfum yang sama seperti biasanya. Gadis itu bahkan sangat hafal aroma parfum apa yang dipakai Serge.
"Mei.."
"Ia Kak."
"Apa Brama sudah tahu?"
Ah, aku pikir dia mau bertanya apa.
"Belum Kak, mungkin akhir pekan nanti, aku akan mengatakannya saat bertemu langsung."
Membahas Kak Brama selalu mematikan obrolan sesaat di antara mereka. Mei tidak benci pada kakaknya, namun dia pun jarang membahas kakaknya.
Serge mengusir kecanggungan dengan memberi semangat dan nasehat apa yang harus dilakukan Mei nanti saat bertemu Presdir.
...🍓🍓🍓...
Beliau orang yang tegas dan agak menakutkan, lebih menyeramkan dari Rion. Tapi itu karena dia ayah yang baik dan menyayangi anaknya. Aku harap kau tidak mengambil hati, jika nanti kata-katanya ada yang menyinggung hatimu Mei. Keputusan final tetap ada di tangan Rion.
Sebenarnya baik tuan ataupun nyonya berharap Rion segera menikah. Namun, semua perjodohan yang diatur nyonya bahkan bukan gagal, tapi tidak pernah dimulai. Karena bosan dengan tuntutan itu makanya Rion ingin segera menikah.
Penjelasan Serge bukan membuat hati Merilin lega, dia semakin tegang saat memasuki ruangan privat di sebuah restoran mewah. Pelayan wanita yang mengantar mereka masuk menundukkan kepala lalu keluar ruangan.
Presdir sendirian di dalam ruangan. Merilin melihat sekretaris pribadi Presdir di luar pintu masuk tadi.
"Selamat sore Tuan, saya datang bersama Merilin, Mei, perkenalkan dirimu."
Serge memberi salam terlebih dahulu, lalu menyentuh siku Mei untuk bicara. Presdir mengamati gadis di depannya dengan seksama. Dari ujung rambut sampai kaki. Menilai fisik gadis di depannya. Dari kesan pertama melihat Merilin, kecurigaannya semakin bertambah.
"Selamat sore Tuan, nama saya Merilin Anastasya. Saya karyawan Anda sebagai pemimpin redaksi majalah perusahaan Andez Corporation." Merilin bicara dengan lancar.
Dia sudah latihan berulang kali, di kamar mandi tadi siang.
Presdir masih belum memberi reaksi. Masih mengamati. Laki-laki itu bergumam.
Mustahil, Rion menyukai gadis yang ada di depannya. Presdir tahu gadis itu, gadis yang sudah meninggalkan Rion dan menikah dengan laki-laki lain. Dia bahkan melibatkan banyak orang untuk mengumpulkan informasi gadis itu.
Kalau dibandingkan kedua wanita ini, rasanya gadis di depannya sangat timpang untuk disandingkan dengan wanita yang sudah menyakiti Rion.
Yang satu tinggi semampai, dengan rambut hitam panjang lurus yang suka menggerai rambutnya jatuh di bahu. Yang ini, sudah kecil, mungil, rambutnya ikal kecoklatan lagi. Mereka sangat berbeda.
Dari mana gadis ini bisa disebut pengganti wanita itu, mereka jelas-jelas berbeda. Itulah kesimpulan Presdir dari pengamatan fisiknya semata.
Dan Serge bilang, kalau Rion jatuh cinta pada pandangan pertama. Tatapan menusuk Presdir membuat Serge merinding. Isyarat tangan Presdir menyuruh Serge mundur. Laki-laki itu menunduk, dan berjalan ke dekat pintu masuk. Berdiri dengan tegang.
Kalau Merilin salah menjawab, dia juga akan habis.
"Duduklah." Presdir menunjuk kursi di depannya pada Merilin. Gadis itu berterimakasih lalu duduk. Meletakkan tangannya yang gemetar di atas pangkuannya. "Aku sudah mengumpulkan semua informasi tentangmu."
Deg. Deg. Deg.
Apa itu artinya Presdir tahu tentang hutang keluargaku yang menggunung. Merilin tidak berani mengangkat kepalanya.
"Sekarang jelaskan padaku, bagaimana Rion anakku bisa jatuh cinta padamu dan mengajakmu menikah."
Ingatan Merilin langsung tertuju pada naskah drama cinta yang dibuat Kak Serge. Katakan dengan tulus Mei, ucapkan dengan ketulusan.
Terucap dengan terbata, sambil sesekali mengambil jeda nafas. Merilin menyampaikan kronologi pertemuannya dengan Rion.
"Kenapa kau menyukai anakku? apa karena di bisa membantumu melunasi hutang ayahmu?"
Serge di dekat pintu yang paling kelihatan panik dengan pertanyaan Presdir.
"Kakak laki-laki berhati hangat." Merilin mengangkat sedikit kepalanya, agar Presdir melihat kejujuran di matanya. "Karena itu saya jatuh cinta pada Kak Rion."
Wahhh Mei, kau sudah berimprovisasi memanggil Rion kakak, Serge bangga dengan kemampuan akting Merilin.
"Dia selalu memberi saya semangat untuk jangan menyerah pada hidup. Dia selalu tersenyum setiap kami bertemu. Dia juga sangat keren saat bekerja." Wajah Merilin benar-benar tersipu. "Karena itulah saya mencintai kakak."
Ya, saya mencintai Kak Ge, laki-laki berhati hangat yang selalu ada di samping anak Anda.
Mei, kamu sebenarnya sedang bicara tentang siapa! Serge mulai memperhatikan dengan seksama reaksi Presdir. Saat melihat Presdir tersenyum Serge langsung mengelus dadanya lega. Laki-laki itu memang lemah kalau ada yang memuji anaknya.
Anakku memang sifatnya seperti itu, gumam presdir, dulu, sebelum dia merasakan pengkhianatan. Apa kau benar berhasil membuatnya kembali.
"Merilin..."
"Ia Tuan."
"Aku akan melunasi hutang ayahmu, tapi, tinggalkan anakku." Suara Presdir serius terdengar, laki-laki itu sedang menguji Merilin. "Kau tidak pantas untuk anakku."
Aaaa! Apa dia tidak percaya. Serge yang paling panik. Dia bahkan mau berjalan ke arah Merilin untuk ikut membantu menjelaskan. Tapi baru selangkah kakinya terhenti.
"Hiks." Merilin menundukkan wajah sambil meletakkan punggung tangan di ujung matanya. "Saya tidak mengharapkan itu Tuan, Hiks. Saya mencintai kakak. Kalau saya pun harus berpisah dengan kakak, bukan karena Anda memberi saya uang. Tapi, kalau kakak mendorong saya jauh, maka saya yang akan pergi menjauh dari kakak. Walaupun hati saya sakit, tapi melihat kakak bahagia, itu sudah cukup untuk saya."
Melihat gadis di depannya menangis Presdir terhenyak. Laki-laki itu memang lemah terhadap airmata. Dia tidak suka melihat airmata kesedihan. Bukan hanya istrinya yang menangis, tapi dia tidak suka melihat wanita menangis. Apalagi yang menangis karenanya.
"Ehmm, ehemm."
Merilin menyeka ujung matanya, dan berhenti terisak.
"Maaf Tuan, maaf, saya malah menangis."
Presdir mengibaskan tangannya. Lalu melihat mimik wajah Merilin dengan seksama. Gadis di depannya memang terlihat tulus. Tapi, ini masih terlalu aneh pikir presdir, karena Merilin tidak terlihat seperti tipe wanita yang disukai Rion inilah yang masih membuatnya curiga.
"Ge."
Serge langsung setengah berlari mendekat.
"Apa dia tahu perihal masa lalu Rion, tentang wanita itu."
Wanita, wanita siapa, apa Tuan Rion punya wanita yang ia cintai. Lantas dimana sekarang wanita itu?
Merilin yang hanya mendengarkan merekam percakapan itu di kepalanya.
"Anda kan tahu Tuan, Rion tidak suka mengungkit kejadian itu. Saya rasa Mei juga belum tahu."
Aku juga tidak akan berani mengatakannya tanpa izin Rion. Serge sudah mau berteriak menolak perintah, kalau Presdir meminta dia menjelaskan perihal itu pada Mei.
Serge bungkam lagi, saat Presdir bicara dengan suara tegas penuh intimidasi.
"Aku akan mempercayai kata-katamu hari ini, tapi, kalau kedepannya kau memperalat anakku dan menyakitinya, maaf Nak, kalau aku tidak bisa bersikap baik padamu lagi."
"Ba.. baik Tuan."
"Siapkan dirimu untuk bertemu dengan ibunya Rion. Dan, simpan pertemuan kita hari ini hanya untukmu saja, jangan sampai Rion tahu aku memanggilmu."
"Ba.. baik Tuan."
Merilin jujur merasa lega, seperti tali kekang di lehernya putus dan bisa bernafas normal. Presdir tidak semenakutkan yang ia bayangkan.
"Aku akan terus mengawasimu, jadi perhatikan setiap tindakan dan bicaramu."
Tidak, beliau sangat menakutkan. Merilin meralat apa yang sudah dia ucapkan.
Bersambung