Kontrak kerja Tya di pabrik garmen akan segera berakhir. Di tengah kalut karna pemasukan tak boleh surut, ia mendapat penawaran jalur pintas dari temannya sesama pegawai. Di hari yang sama pula, Tya bertemu seorang wanita paruh baya yang tampak depresi, seperti akan bunuh diri. Ia lakukan pendekatan hingga berhasil diajak bicara dan saling berkenalan. Siapa sangka itu menjadi awal pilihan perubahan nasib. Di hari yang sama mendapat dua tawaran di luar kewarasan yang menguji iman.
"Tya, maukah kau jadi mantu Ibu?" tanya Ibu Suri membuyarkan lamunan Tya.
"HAH?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Meminta Restu
"Mas Diaz..." Tya akhirnya bisa bersuara sambil menggeram usai terkesima dan terkesiap dalam hitungan detik. Matanya melotot dengan isyarat agar Diaz kembali ke mobil. Tetapi apa responnya? Diaz malah mengedipkan mata dan tersenyum lagi—membuatnya ingin menutup muka yang sok manis itu. Karena membuat Mpok Iyam menjerit baper lalu megap-megap seperti ikan yang kekurangan air.
"Omegot! Oksigen mana oksigen. Insulin mana insulin. Hahhh! Serangan jantung dan diabetes sekaligus gini dah aku." Mpok Iyam menepuk-nepuk dadanya dengan wajah yang masih syok. Bukan karena ketakutan, tetapi karena kejutan menyenangkan.
Tya hanya bisa meringis. Beralih menatap Diaz yang hanya menaikkan satu alis, memasang wajah tanpa dosa.
"Tyaaaa...pantesan diem-diem bae. Emang bahaya ini kalau dipamerin bisa-bisa ada yang gatel pengen nikung."
"Mas-mas...kau itu gantengnya terlalu ke selatan sampai sulit untuk diutarakan. Ulalaaa." Mpok Iyam masih saja heboh sendiri, gemas sendiri.
Diaz menanggapi dengan tersenyum simpul. Tya merebut botol minuman yang masih dipegang Mpok Iyam sambil menyerahkan uang pas ke tangan pemilik warung kelontongan itu. Berlama-lama bikin pusing kepala. "Aku pulang dulu, Mpok."
"Eh, kan belanja buat Nesha belum, Ty."
"Lain kali aja, Mpok. Itu oleh-oleh di mobil juga banyak. Dadah, Mpok." Tya mencolek lengan Diaz. Mendahului berjalan. Tapi apa yang didengarnya barusan, membuatnya berbalik badan. Mpok Iyam mengajak Diaz selfie. Tya menepuk jidatnya.
Bumi gonjang ganjing, Mpok Iyam kudu di....
Tya tak mau meneruskan umpatan dalam hatinya itu. Melangkah dengan lutut lemas. Lebih baik menunggu di dalam mobil saja. Tak sabar ingin menginterogasi yang katanya anaknya Ibu Suri satu-satunya.
"Jadi maksudnya Mas Diaz nanyain di mana warung Mpok Iyam, nyuruh aku beli minuman, lantas kau turun pamer wajah..."
"... disuruh Ibu kudu pamer sama Mpok Iyam." Diaz menyambar sebelum Tya menyelesaikan ucapan.
"Hadeuh, padahal nggak harus segitunya kali, Mas."
Diaz mengangkat bahu. "Kalau kau mau protes ke Ibu aja. Aku ini ibarat wayang. Ibu dalangnya."
"Iya tapi kau kan wayang bernyawa dan berakal. Bisa kan ada scene yang di-skip sekiranya isi skenario ada yang berlebihan. Mana barusan mau diajak selfie sama Mpok Iyam. Tambah viral deh."
"Sayangnya aku anak yang patuh pada Ibu. Tapi kau bisa protes sendiri kalau emang nggak suka. Tapi saranku sih mending nurut aja biar kontraknya nggak makan waktu lama. Soal selfie, kalau aku nolak nanti dikira sombong. Kan kita harus terlihat natural. Mau complain apa lagi? Ayo selesaikan sebelum kita jalan." Diaz masih menyerongkan badan menghadap Tya yang manyun.
"Nggak ada. Lanjut jalan, Bos."
Hanya melaju sejauh kurang lebih 300 meter, Tya meminta Diaz menghentikan mobilnya. Ia turun untuk membukakan pintu pagar. Kalau parkir di bahu jalan bisa memacetkan arus lalu lintas karena lebar jalan tak selebar jalan raya.
Pintu rumah terbuka sebelum diketuk. Susan muncul bersama Nesha yang tampak baru bangun tidur. Tya bersitatap dengan kakak iparnya yang melempar senyum tipis menggoda setelah baru saja melihat Diaz turun dari mobil.
Duh, mbak Susan jangan overthinking. Ini cuma akting.
"Assalamu'alaikum."
Tya beralih menatap Diaz yang berucap salam sambil menghampiri Susan. Menjabat tangan dan terdengar menyebutkan nama.
Hei...ini anak gercep banget. Nggak nunggu aku yang ngenalin dulu. Main akting duluan nih. Apa ini dampak dari tadi aku marahin dia?
"Saya Susan kakak iparnya Tya. Kakak kandungnya Tya namanya Bisma. Masih narik ojol paling 10 menitan lagi pulang. Tadi udah tanggung jemput penumpang."
Diaz mengangguk. Ketenangan terlukis di wajahnya. "Santai aja, Mbak. Aku siap nunggu lama juga."
Wow. Natural sekali aktingnya. Good job, Mas Diaz. Nilai 8/10.
"Tya, ajak masuk tamunya."
Tya mengerjap. Terlalu asyik menilai Diaz, lupa dirinya juga harus totalitas.
"Mbak, ini oleh-oleh dari Mas Diaz." Tya menyerahkan goodie bag yang ditentengnya.
Diterima Susan dengan ucap terima kasih setelah diawali kalimat, "Padahal tidak usah bawa oleh-oleh segala, Diaz. Kedatanganmu aja udah bikin saya senang. Akhirnya bisa ketemu dengan pria yang berhasil menaklukkan hati adik kesayangan ini."
Ini nih akibat pergaulan bebas dengan Kak Bisma, mbak Susan terkontaminasi gombalannya Kak Bisma. Jadi lebay.
"Maaf ya rumah kami begini adanya, Diaz. Ditambah ada toddler, rumah susah rapi." Masih Susan yang menguasai percakapan saat Diaz baru mendaratkan bokongnya di sofa.
Sambil menyalakan kipas angin, Tya memasang telinga ingin mendengar apa jawaban Diaz.
"Malah kesan pertama langsung betah, Mbak. Tadi aku lihat ada tanaman tomat udah ada yang merah. Jadi pengen metik."
"Boleh. Petik aja kalau mau. Nanti ditemani Tya deh. Jangan khawatir, non pestisida. Pupuk yang dipakai murni organik."
"Siap, Mbak. Nanti aku petik."
Beneran natural aktingnya. Kalau bersikap hangat gini, baru deh gantengnya awur-awuran.
"Halo, adek cantik. Namanya siapa?" Diaz memanggil Nesha yang terus menempel di sisi ibunya.
"Namanya Nesha, Om. Harap maklum ya, Om. Nesha baru aja bangun tidur belum bisa ditanya, tidak bisa disuruh." jelas Susan. Tangannya bergerak mengusap kepala Nesha penuh sayang.
"Nunggu loading dulu paling lama setengah jam, Mas. Oh ya, mau minum apa?" Tya bersiap berdiri.
"Nanti aja deh. Masih kenyang. Tadi udah ngopi, barusan minum air mineral."
Alasan yang masuk akal memang. Tya mengangguk diiringi senyum tipis. Tak berselang lama terdengar suara motor memasuki pekarangan.
"Bunda, Ayah pulang." Nesha terperanjat bangun. Sebelum mendengar jawaban bundanya, sudah lebih dulu berlari keluar. Dan tebakannya benar. Ayah Bisma sedang melepas jaket ojolnya. Nesha tertawa riang saat sang ayah mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi.
Bisma masuk. Tatapannya langsung mengarah pada tamu yang juga balas menatapnya sambil berdiri. Barangkali sudah kenal sebelumnya. Tenyata tidak. Wajah tamunya tidak familiar.
"Kak, kenalin ini Mas Diaz." Ujar Tya yang takut keduluan oleh Diaz. "Mas Diaz, ini kak Bisma." Selanjutnya menyaksikan dua pria yang bersalaman dan masing-masing menyebutkan nama.
"Diaz...pertama kali kenal Tya di mana?"
Diaz yang ditanya, tetapi dada Tya yang mendadak berdebar kencang.
"Ketemu sebulan yang lalu di cafe, Kak. Di Geranium Cafe tepatnya. Aku nggak sengaja lihat Tya lagi duduk sendiri. Aku tertarik dengan aura wajahnya. Positif vibes. Jadi aku ajak kenalan deh. Kebetulan...aku owner-nya Geranium Cafe."
APA? Owner-nya ceunah. Kenapa dia nggak ngomong sama aku tadi di mobil. Ish, nggak kompak. Awas lho ya!
"Kak Bisma, aku suka sama Tya. Aku datang ke sini selain untuk kenalan, juga mau menyampaikan maksud ingin minta restu. Aku ingin menjadikan Tya sebagai istri. Pacarannya nanti saja setelah halal biar terhindar dari dosa."
tidur bareng itu maunya ibu suri kaaan.... sabar ya ibu. 🤭
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣