( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19 - Ketegangan Kakak Beradik
Pagi menjelang, Dea mulai membuka matanya karena mendengar suara alarm dari ponsel miliknya. Dea ingin beranjak dari tidurnya namun tidak bisa.
Dea menajamkan pendengarannya. Suara alarm ponselnya terdengar cukup jauh. Dea membuka matanya sempurna. Ia terkejut karena dirinya tak tidur di sofa.
Dea melihat pinggangnya yang ternyata dililit oleh lengan seseorang.
"Apa yang terjadi?" batin Dea.
Dea berbalik badan dan mendapati wajahnya berhadapan sangat dekat dengan wajah Shady.
"Mas Shady?" Dea menutup mulutnya. Otaknya berpikir keras untuk menemukan jawaban kenapa dirinya bisa berada di ranjang milik Shady. Semakin mengingat maka semakin semuanya kacau. Dea masih tetap bersikukuh jika dirinya memang tertidur di sofa.
"Tidak perlu bingung. Aku yang memindahkanmu kesini." Suara berat Shady membuat Dea mengernyitkan dahi. Ternyata Shady sudah bangun. Ia juga terbangun karena mendengar suara alarm ponsel Dea.
Dea menatap Shady bingung seolah bertanya, "kenapa?".
"Tidak ada alasan. Aku hanya ingin melakukannya saja," jawab Shady yang masih menutupi perasaannya.
Dea melepaskan diri dari pelukan Shady. Dea berusaha bangkit namun Shady kembali membuatnya dalam dekapan.
"Maafkan aku..."
Kalimat Shady membuat Dea makin bingung. Sejenak mereka melakukan adu tatap tanpa ada yang bicara.
Satu kecupan mendarat di kening Dea. Dea terkejut tapi matanya terpejam.
"Mas..."
Shady menyudahi kecupannya dan memeluk Dea. Entah kenapa ada rasa nyaman ketika memeluk gadis ini. Gadis yang sudah ia lukai batinnya. Gadis yang sudah seperti tawanan di rumahnya selama dua tahun ini. Gadis yang ia ikat dengan sebuah kata pernikahan hanya untuk sebuah balas dendam.
"Biarkan dulu sejenak begini," lirih Shady.
"Tapi aku harus memasak dan memandikan Naura."
Shady melepas pelukannya. Ia suka wajah Dea yang merona seperti sekarang. Ia mengusap lembut pipi gadis itu.
"Aku ingin sarapan nasi goreng."
"A-akan kubuatkan!" Dea bergegas beranjak dari tempat tidur. Ia masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Dea memegangi dadanya yang berdebar hebat. "Apa yang terjadi dengannya? Apa dia kesurupan? Kenapa sikapnya aneh begitu?"
Dea memegangi wajahnya yang memerah. "Ya Tuhan! Dia pasti akan menertawakanku kalau tahu aku begini!"
#
#
#
Di kantornya, Shady terus tersenyum tidak jelas mengingat apa yang dilakukannya sepanjang malam bersama Dea. Shady memeluknya sepanjang malam dan dia merasakan kedamaian saat tubuhnya bersentuhan dengan tubuh Dea.
"Tuan!" Suara Roni membuyarkan lamunan Shady.
"Ada apa?"
"Nona Vanessa ingin bertemu dengan Anda."
"Hmm, suruh dia masuk!" Shady bangkit dari kursinya dan berjalan menuju sofa.
Tanpa menunggu lama, Vanessa masuk dengan isak tangis dan langsung memeluk Shady.
"Shady, hiks hiks hiks."
Shady terkejut karena pelukan Vanessa yang tiba-tiba.
"A-ada apa?" tanya Shady.
"Adikmu benar-benar sungguh keterlaluan!" ucap Vanessa di tengah isakannya.
Roni yang mendengar aduan Vanessa langsung tahu kemana arah pembicaraan ini. Ia sudah menduga jika Vanessa pasti akan mengadu pada Shady.
"Adikku? Maksudmu Clara?" tanya Shady memperjelas.
"Siapa lagi?" Vanessa melepas pelukannya lalu duduk di sofa.
Shady menatap Roni. Shady tahu Roni menyembunyikan sesuatu darinya. Shady duduk di samping Vanessa yang memakai dress minim itu.
"Apa salahku sampai adikmu melakukan ini padaku?" ucap Vanessa dengan masih sesenggukan dan menunjukkan ponselnya pada Shady.
Sebuah video yang menampilkan adegan penamparan oleh Clara kepada Vanessa terekam jelas disana. Ternyata manajer Vanessa yang merekamnya.
Tangan Shady mengepal melihat adiknya melakukan tindak kekerasan seperti itu. Ditambah lagi sang asisten juga ada disana namun tak mengatakan apapun padanya. Shady menatap Roni tajam. Sementara Roni hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Aku tidak terima, Shady. Adikmu akan kutuntut atas perbuatan kekerasan dan juga perbuatan tidak menyenangkan! Dia melakukannya di depan semua kru. Mau ditaruh dimana mukaku, Shady? Semua orang pasti akan mulai bergosip tentangku. Mereka pikir aku mendekatimu dan berusaha menggantikan posisi Nola. Ini sungguh tidak adil, Shady." Vanessa kembali memeluk Shady dengan berpura menangis kembali.
"Rasakan kau, Clara! Aku yakin Shady tidak akan tinggal diam atas apa yang kau lakukan! Jangan pernah meremehkan Vanessa! Dari sini aku pasti bisa mendapatkan perhatian dari Shady." Vanessa membatin dengan hati gembira namun wajahnya berpura sedih.
Shady terdiam sejenak. Ia lalu melepaskan pelukan Vanessa.
"Dengar, Vanes. Aku akan mengurus masalah ini. Kau jangan dulu melaporkan hal ini. Aku yakin ini hanya salah paham." Shady mencoba menengahi.
"Salah paham? Jelas-jelas ini tindak kekerasan! Adikmu tanpa alasan menamparku di depan semua orang! Aku mau dia meminta maaf di depanku. Jika tidak maka aku akan melaporkannya ke polisi! Lagipula aku punya bukti yang cukup kuat kok!"
Vanessa bangkit dari duduknya dan segera pergi dari ruangan Shady. Kini tinggal Shady dan Roni yang ada disana.
"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak memberitahu Anda karena..."
Shady mengangkat tangannya. Saat ini ia tidak ingin mendengar alasan apapun dari Roni. Shady tahu Roni sengaja menutupi kesalahan adiknya karena pria itu menyukai Clara. Shady mengetahui perasaan Roni yang tidak perna tersampaikan kepada adiknya. Padahal, Shady bisa saja menerima Roni sebagai adik iparnya jika pria itu sedikit lebih berani. Roni adalah pria yang baik.
Shady memilih pergi dari kantornya dan langsung pulang ke rumah. Ia harus menemui Clara saat ini juga.
Tiba di rumah, Shady berteriak memanggil nama Clara.
"Clara! Clara dimana kau!" teriak Shady yang membuat Nilam menghampiri putranya.
"Ada apa, Bang? Kenapa berteriak begitu?"
"Dimana Clara?!" tanya Shady dengan wajah memerah.
"Ada apa sih, Bang? Kenapa teriak-teriak? Aku tidak tuli kok!" Clara datang dengan santainya diikuti Dea.
Dea melihat ada yang tidak beres dengan suaminya. Namun ia masih diam dan mendengarkan apa yang terjadi.
"Apa benar kau datang ke lokasi pemotretan Vanessa dan menamparnya?" tanya Shady to the point.
"Benar! Dia pantas untuk mendapatkannya!" jawab Clara.
"Clara!" Suara Shady menggelegar seisi rumah.
"Kenapa Abang berteriak? Apa abang ingin membela wanita ular itu? Aku datang kesana hanya untuk memperingatkannya saja."
"Tapi kenapa kau harus menamparnya? Sekarang dia mengancam jika kau tidak minta maaf padanya maka dia akan melaporkanmu ke polisi!"
"Kalau begitu laporkan saja!"
"Kau!" Sebuah tamparan Shady layangkan ke wajah sang adik.
Clara memegangi pipinya yang terasa panas. Matanya memerah menahan tangis. Semua orang disana terkejut melihat Shady menampar adik kandungnya sendiri.
"Abang menamparku untuk membela wanita itu? Iya? Abang menamparku untuk membalaskan dendam wanita itu? Tega sekali abang melakukan ini padaku!" Bibir Clara bergetar menahan tangisnya.
"Aku benci Abang!" teriak Clara kemudian berlari ke kamarnya. Clara mengambil kunci mobilnya dan tas tangannya. Ia menuju ke garasi mobil dan segera melajukan mobilnya keluar dari rumah Hutama.
Nilam dan Dea mengejar Clara namun gadis itu tidak mendengarkan teriakan mereka berdua.
"Ya Tuhan, apa lagi ini?" Nilam memegangi dadanya yang terasa sakit.
"Ibu! Ayo kita masuk, Bu. Ibu istirahat saja ya!" Dea memapah Nilam menuju kamarnya.
Sementara Shady sudah menuju kamarnya dan duduk di sofa. Ia mengacak rambutnya. Ia terlalu emosi tadi. Clara pasti membencinya.
Malam pun tiba, Dea kembali ke kamarnya bersama Shady usai menidurkan Naura. Terlihat Shady duduk di tepi tempat tidur dan menunggunya.
"Apa Naura sudah tidur?" tanya Shady basa basi sambil mengulas senyumnya.
"Apa Mas harus melakukan itu pada mbak Clara? Dia itu adik Mas sendiri. Kalian lahir dari rahim yang sama. Kalian tumbuh besar bersama. Dan Mas malah membela rekan kerja Mas tanpa mempedulikan keluarga Mas sendiri. Ingat, Mas. Mas tidak akan bisa jadi seperti sekarang tanpa adanya keluarga yang selalu mendukung Mas, yang selalu mendoakan Mas. Mas sudah menyakiti hati Ibu dan mbak Clara. Dan Mas juga menyakiti hatiku. Aku tidak percaya Mas bisa melakukan hal kasar seperti tadi."
Shady terdiam. Ia memang menyesal sudah menampar Clara. Dan sekarang entah kemana perginya adiknya itu.
"Lebih baik Mas renungkan dulu perbuatan Mas hari ini!" Dea berbalik badan dan akan keluar kamar.
"Tunggu! Kau mau kemana?" Shady mencekal lengan Dea.
"Aku akan tidur di kamar Naura saja. Malam ini Mas harus renungkan kesalahan Mas!"
"Tidak! Tolong jangan pergi!" Shady memeluk Dea dari belakang. Mendekap Dea adalah hal yang dibutuhkannya saat ini. Ia merasa tenang dengan hanya memeluk Dea.
Dea melepaskan tangan Shady yang melingkar di pinggangnya. "Setidaknya Mas harus belajar, jika semua hal bisa diselesaikan tanpa harus menggunakan ego dan emosi!"
Dea melenggang pergi dari kamar itu. Shady tertegun karena malam ini ia akan kembali kesepian tanpa adanya teman tidur yang menemani.
B e r s a m b u n g
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus