Dewi Sri, seorang gadis 23 tahun yang memimpikan kerja di kantoran. Gadis dengan penampilan biasa saja dengan logat Jawa yang medok. Dijodohkan dengan seorang pria yang lebih dewasa darinya. Yang seharusnya berjodoh dengan kakak tertuanya.
Lucky Albronze terpaksa menerima perjodohan dari orang tuanya karena balas budi berhutang nyawa. Padahal dia sudah punya kekasih hati yang di impikan menjadi pendampingnya kelak.
Dan mereka berdua menjadi punya kesepakatan dalam pernikahan, yang hanya untuk membuat orang tua masing-masing merasa bahagia.
ikuti kisah selanjutnya yuk!
🥰🙏 dukung author ya. makasih ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bennuarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setia dan Manja
Frans sudah pergi setelah selesai sarapan. Lucky menyusul kemudian. Berangkat ke kantor bersama Beni. Dan kini Sri hanya tinggal berdua dengan Melani.
Ibu mertuanya itu membawa Sri berkeliling mansion. Menunjukkan pada Sri semua bagian rumah. Pak Sam juga tak ketinggalan mengenalkan semua pelayan di mansion yang jumlahnya ada sepuluh orang. Itu masih pelayan di bagian dalam rumah. Tidak termasuk tukang kebun dan keamanan.
Mereka semua memperkenalkan diri masing-masing, serta apa pekerjaan mereka. Sri sampai terbengong sendiri. Lebih banyak pelayan dari pada anggota keluarga yang harus di urus. Untuk apa rumah begini besar jika harus mubazir. Itu pikir Sri.
"Mami. Kenapa banyak banget yang kerja? Rumah kita juga gak kotor-kotor banget" ujar Sri saking penasarannya.
"Hihihi.." Melani terkikik mendengar itu. "Sri, papi mu banyak kolega bisnisnya. Lucky juga terkadang menjamu tamunya di sini. Lagi pula, papi dan Lucky gak suka yang kotor" jawab Melani sambil mereka masih menyusuri bagian lantai tiga mansion.
"Ohh.. ngono Yo? pantes banyak pelayan di sini" Sri manggut-manggut.
"Iya, sayang"
Melani mengajak Sri ke sebuah ruangan. Di sini terlihat banyak alat-alat olahraga. Seperti treadmill, elliptical, dumbell, dan masih ada dua yang Sri tidak tahu apa itu namanya. Di lantai sebelah kiri ada matras yoga.
"Ini ruang fitness Lucky. Hhh.. anak itu sangat suka olah raga"
Melani tersenyum mengingat Lucky suka berjam-jam berada di sini. Sri juga ikut membayangkan Lucky sendang berlari di atas treadmill, mengangkat beban dumbell sampai berkeringat. Pantas saja otot tubuh Lucky bisa tercetak jelas.
"Ayo Sri. Kita lihat ruangan yang paling mami suka"
Melani menarik tangan Sri menuju ruangan lain. Tak berapa jauh dari ruangan fitness, ada satu ruangan yang membuat Sri melongo. Ternyata ada salon lengkap dengan spa di dalamnya.
"Ini Sri, ruangan yang paling mami suka. Hihiihi.."
Melani duduk di depan kaca besar. Menyisir rambutnya yang masih rapi. Ternyata ibunya ini suka perawatan. Pantas saja masih terlihat awet muda. Wajahnya selalu cantik. Tak pernah pudar dari makeup tipis dan selalu berdandan. Tidak seperti Sri yang biasa-biasa saja.
"Sri, Minggu depan jadwal perawatan mami. Kamu juga ya?"
"Minggu depan mami?"
"Iya sayang. Kamu harus perawatan. Biar glowing! Supaya Lucky makin lengket sama kamu" ujar Melani mencubit pelan lengan Sri sambil terkikik lagi.
Sri hanya bisa nyengir kuda. Hatinya tertawa geli. Mungkin saja, biarpun Sri terlihat sebening air mineral, Lucky tidak akan pernah lengket pada Sri. Jangankan lengket, menoleh pun tidak.
"Makanya papi mu selalu lengket sama mami. Dia tidak akan bisa berpaling dari mami, Sri" sambung Melani lagi.
"Karena mami perawatan Yo?"
"Iya, sayang. Kita harus pintar merawat diri. Agar suami betah berlama-lama disamping kita"
Sri tercenung mendengar kata-kata ibu mertuanya. Sri melirik dirinya sendiri di cermin. Rambut pendek yang kurang terawat. Wajah yang biasa-biasa saja dan jarang sekali tersentuh makeup. Apalagi tubuhnya. Aduuhh.. sungguh kurang memuaskan mata yang memandang.
Sri melirik ibu mertuanya. Wanita itu sibuk mengecat kukunya dengan kutek warna otak udang. Sri hanya memperhatikan saja. Di bandingkan dengan ibu mertuanya saja, Sri masih tampak jauh berbeda.
Melani sangat menonjol kecantikannya. Rambut sepunggung yang bergelombang di kerly pada ujungnya. Wajah yang sangat manis meskipun sudah usia di awal senja. Tubuhnya masih segar bugar seperti masih berumur empat puluhan.
"Sri, sini" Melani memanggil Sri agar mendekat padanya.
Sri menurut, mendekati Melani. Duduk di sampingnya memandangi Melani yang sasih sibuk mengoleskan kutek kekuku jari kelingkingnya.
"Sini mami pakaikan"
Melani meraih tangan Sri. Tapi berhenti dan memperhatikan jari-jari tangan menantunya. Lalu memandang wajah Sri.
"Kamu belum pernah perawatan Sri?" tanyanya.
Sri hanya menggeleng. Ada rasa malu dan minder menyeruak di dadanya. Sri tidak pernah perawatan seperti yang di katakan Melani. Sri lebih suka bergaya tomboy. Tidak pernah mengenal salon kecantikan.
"Tidak apa-apa. Nanti kita perawatan. Kamu akan terlihat seperti putri" Melani tersenyum pada Sri.
Sri ikut tersenyum canggung yang di paksakan. Rasa minder dan malu menggedor-gedor dadanya. Wajahnya bersemu merah. Tapi Melani mengerti itu. Dia menyibukkan diri mengoles kutek Kejari Sri.
"Sri" panggil Melani tanpa melihat pada Sri.
"Ya mami"
"Lucky jahat sama kamu ya?"
Deg!
Jantung Sri mencelos. Pasti mertuanya ini tahu kalau Lucky tidak bersikap baik padanya. Tapi tidak mungkin Sri mengatakan yang sebenarnya. Sri ingat perjanjiannya dengan Lucky.
"Ndak mi. Mase baik kok"
Melani mendongak menatap netra menantunya. Menyelidik mencari kebohongan di sana. Lalu menunduk lagi meneruskan mengoles kuas kutek.
"Lucky itu orangnya pembersih. Suka olahraga. Suka makanan sehat. Dia orangnya pekerja keras. Tapi yah gitu, dia keras kepala"
Melani menyudahi mengoles kutek di jari Sri. Kini menatap menantunya sambil tersenyum Arif. Sri merentangkan jari tangannya agar kutek yang di oles di kukunya cepat mengering.
"Lucky itu lelaki setia. Jika sudah jatuh cinta, dia akan tetap mencintai kekasihnya sampai batas akhir. Menepati janji"
Sri hanya diam mendengarkan. Dengan kata lain, ibu mertuanya memberitahu pada Sri, bagaimana kepribadian Lucky. Agar Sri bisa lebih memahami suaminya.
"Tapi kamu tahu tidak, Lucky yang kaku dan pendiam itu sebenarnya manja"
eh.. manja?? manja dari Hongkong!! lah wong kaku kayak kawat duri gitu mamiii..
"Iya Sri. Lucky itu manja. Pencemburu. Hihihi.. kamu lihat saja nanti kalau dia sudah cemburu sama kamu. Nanti kamu bakal kewalahan"
Sri hanya tersenyum mendengarkan. Menyimak baik-baik apa saja yang sudah dijelaskan Melani tentang Lucky.
"Mami harap, kamu bisa bersabar pada Lucky. Seperti yang mami bilang, Lucky selalu memegang janji. Selalu setia pada cintanya. Berusahalah merebut hatinya, Sri"
Sri terdiam seribu bahasa. Bisakah dia merebut hati Lucky? sementara di hatinya juga tidak ada cinta pada Lucky. Soal memegang janji, apa iya Lucky memegang janji? Masalah Sri mau kerja saja dia tidak membela Sri sedikit pun. Apanya yang pegang janji?
❤️
🌹
❤️
Sore ini sikap Lucky agak sedikit berbeda. Tidak selalu membentak dan mengejek Sri seperti biasa. Walaupun masih tetap dingin dan kaku.
Sri juga sudah lebih menurut pada Lucky di depan kedua mertuanya. Mengikuti Lucky ke kamar ketika Lucky baru pulang dari kantor. Meskipun hanya duduk mematung di dalam kamar memperhatikan Lucky mondar-mandir.
Di satu pihak dari mertua, menuntutnya untuk bisa merebut hati suaminya. Tapi di pihaknya dan Lucky sudah terlanjur ada kesepakatan. Tidak boleh banyak tanya tentang apa yang di lakukan masing-masing.
Lucky sudah tampak rapi. Memakai kemeja lengan pendek berwarna krem polos dan celana krem bahan slim fit yang mencetak jelas kaki jenjang dengan paha berotot itu. Sepertinya dia akan pergi lagi. Sri tidak berani bertanya Lucky mau pergi kemana. Hanya mengikuti suaminya keluar kamar.
Sebelum melangkah keluar kamar, Lucky berhenti dan berbalik menatap Sri. Gadis itu hampir membentur dada Lucky jika dia tidak cepat mundur akibat Lucky berhenti tiba-tiba di depannya. Mereka berdua saling tatap dengan datar.
"Aku mau pergi menemui teman-teman. Nanti bilang pada papi, kalau aku pergi hanya urusan pekerjaan" ujar lucky datar.
"Hem" Sri hanya mengangguk saja.
Lucky berbalik melanjutkan langkahnya keluar kamar dan menuju lantai bawah. Sri mengikuti di belakangnya. Sesampainya di bawah, terlihat Frans sedang minum kopi dan Melani menemaninya.
"Mau kemana luck?" tanya Melani.
"Keluar sebentar mam" jawab Lucky santai.
Frans menatap tajam ke arah Lucky. Seperti tahu kemana tujuan Lucky pergi.
"Kemana?" tanya Frans tajam.
Lucky menghentikan langkahnya. Menoleh menatap papinya dengan malas.
"Ayolah Pi.. aku ingin keluar. Urusan pekerjaan" Lucky merasa terganggu.
"Papi kira urusan tuan Mano sudah selesai. Tuan Bayu juga sudah rampung" Frans tampak menyelidiki.
"Oohh.. come on pap. Aku hanya ingin keluar" Lucky merasa tersudut.
"Bawalah istri mu jika ingin keluar. Dia juga butuh jalan-jalan"
Sri tercekat mendengar itu. Lucky juga diam mematung. Tapi mana bisa dia menolak papinya. Yang ada nanti akan ada kultum lagi di ruang kerja.
"Iya luck. Bawalah Sri ikut bersama mu. Dia kan belum pernah keluar" Melani menimpali.
Lucky dan Sri saling lirik. Lucky memberi isyarat pada Sri untuk membelanya.
"Mas Lucky ada urusan pekerjaan, mami. Sri di rumah saja. Ndak apa-apa"
Sri mencoba membela Lucky. Tapi itu sia-sia. Frans lebih peka lagi. Tidak membiarkan Lucky pergi begitu saja.
"Tidak apa-apa Sri. bersiaplah. ikut suami mu keluar" ujar Frans. Itu seperti perintah yang tak bisa di bantah.
Dengan gusar, Lucky mengurungkan niatnya untuk pergi sendiri. Dia beranjak ke sofa bergabung dengan Frans dan Melani. Sementara Sri masih menunggu keputusan Lucky.
"Cepat lah. Aku tunggu" ujar Lucky dengan malas.