Bagaimana jika perawan tua dan seorang duda tampan dipertemukan dalam perjodohan?
Megan Berlian yang tajir melintir harus mengakhiri kebebasanya di usia 34 tahun dengan menikahi Morgan Erlangga, seorang dokter bedah tulang
yang sudah berusia 42 tahun dan memiliki dua anak remaja laki-laki.
Megan, gadis itu tidak membutuhkan sebuah pernikahan dikarenakan tidak ingin hamil dan melahirkan anak. Sama dengan itu, Morgan juga tidak mau menambah anak lagi.
Tidak hanya mereka, kedua anak Morgan yang tidak menyambut baik kehadiran ibu sambungnya juga melarang keras pasangan itu menghasilkan anak.
Megan yang serakah rupanya menginginkan kedua anak Morgan untuk menjadi penerusnya kelak. Tidak peduli jika keduanya tidak menganggapnya sama sekali.
Ikuti kisah mereka, semoga kalian suka ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuatku Berdebar
"Selamat pagi!"
Megan masuk sembari menyapa Erick, membawa nampan berisi menu sarapan untuk remaja tampan itu.
"Aku belum lapar." ujar Erick menolak sarapan pagi berupa Waffle dan pancake yang terlihat sangat lezat.
"Makanlah, Nak. Kau tahu, ini sangat nikmat. Bunda sendiri yang membuatnya." Megan berdusta demi mendapatkan sebuah pengakuan sebagai orang yang pantas menjadi seorang ibu.
Hah! Aku tidak percaya wanita ini bisa membuat makanan lezat. Aku curiga rasanya tidak sama dengan wujudnya.
"Hei, bunda punya kabar gembira untukmu."
"Apa itu?"
"Akhir minggu ayah akan datang bersama David."
"Benarkah?" Erick terlihat bersemangat. Tidak sabar rasanya menanti hari itu. Tangannya dengan ringan menggapai menu sarapan pagi di depannya.
Megan pun ikut merasa bahagia melihat kebahagiaan Erick. Benarlah bahwa ayah dan adiknya itu sangat berpengaruh dengan suasana hati Erick.
"Rick, apa ... dokter Lena adalah kekasih ayahmu?"
Anak itu terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan ini. Pasalnya, baru tadi malam ia membahas tentang dokter Lena.
"Tante menguping pembicaraanku dengan nenek?"
"Aku pernah melihatnya membuatkan Teh untuk ayahmu. Dia terlihat perhatian. Jadi kau mengobrol dengan nenekmu tentang dia?"
"Sedikit," Erick hanya menjawab acuh.
"Apa kau ingin dokter Lena ikut dengan ayahmu kemari?"
Entah apa maksud wanita ini, Erick merasa curiga. "Memangnya boleh jika dia ikut?"
"Aku akan mengiyakan permintaan putraku. Jadi, jika kau inginkan itu, beritahu ayahmu jika dia mau mengajak kekasihnya, silakan saja." Megan tersenyum, tentu hanya sebuah senyum palsu.
"Kakak tidak marah jika ayah berkencan dengannya?"
Megan menggeleng, masih dengan fake smile-nya. "Jika ayahmu benar-benar mengajaknya, itu artinya mereka adalah pasangan kencan. Aku hanya ingin tahu seperti apa hubungan mereka."
Erick terlihat berpikir. "Baik, akan aku minta ayah mengajaknya ke sini."
Meski sedikit kecewa mendengarnya, Megan tetap berusaha terlihat biasa-biasa saja.
.
.
Malam kembali menyapa Morgan. Ketika sampai di kamarnya, ponsel yang berada di dalam tas tentengnya berdering.
Erick memanggil.
[Iya, Erick..]
[Ayah, apa ayah berkencan dengan dokter Lena yang baik hati itu?]
[Apa maksudmu? Kenapa tiba-tiba bertanya tentang dia?]
[Ayah, aku ingin ayah membawanya kesini jika dia benar kekasih ayah.]
[Apa kau salah minum obat? Berhenti bicara yang tidak jelas.]
[Bunda bilang, oh! Bukan! Kakak bilang ayah boleh membawanya kesini jika mau. Sepertinya kakak salah sangka dengan kedekatan kalian.]
[Apa?]
Morgan seketika panik dan mengakhiri panggilan itu membuat Erick mendumel kesal.
Tak peduli Megan sedang apa, Morgan merasa harus menghubunginya saat ini juga. Namun apa yang terjadi tidak sesuai dengan harapan. Nomor ponsel istri yang baru dinikahinya itu sedang berada di luar jangkauan.
Ia hanya tidak tahu jika istrinya saat ini sedang menghadiri salah satu acara yang sangat penting, tentu saja berhubungan dengan perhiasan mewah.
Morgan tak hilang ide, ia menelpon sang mama.
[Apa Nak?] sahut mama Monic menyapa.
[Ma, Megan di mana?]
[Oh, istrimu tadi minta izin ke mama, katanya ada undangan launching dan pelelangan perhiasan, mama kurang mengerti. Kenapa Nak?]
[Tidak ada apa-apa mah, aku hanya khawatir.]
[Kau mulai menghawatirkan istrimu sekarang?]
[Lalu bagaimana lagi? Apa aku harus mengabaikan dia?]
[Bukan begitu ... mama hanya ikut senang jika hibungan kalian ada kemajuan.]
[Tidak ada yang namanya kemajuan. Apa lagi kemunduran. Sudahlah, aku akan kembali menghubungi dia.]
[Nak,]
[Ya, ma ...]
[Ajak istrimu berbulan madu. Kalian adalah pengantin baru. Butuh waktu untuk berduaan.]
[Aku akan memikirkannya.]
.
.
Megan keluar dari sebuah gedung pencakar lanngit setelah menghadiri sebuah acara sebagai tamu undangan.
Pelelangan pun ia ikuti namun karena tidak fokus karena pikirannya sedang terganggu, ia terpaksa menerima kekalahan dalam pertempuran harga sebuah kalung berlian.
Tak mengapa, kekalahan ini tidak membuatnya merasa dirugikan sedikitpun.
Megan meraih ponsel dari tas kecilnya yang sedang bergetar.
Pak Dokter memanggil.
[Ya, dok?]
[Kau dimana?]
[Aku sedang menyetir dalam perjalanan pulang.]
[Aku ingin bicara]
[Silakan,]
[Dokter Lena bukan kekasihku]
Dari nada serius sang suami, Megan tentu saja harus mempercayainya. Satu alisnya terangkat mendengar pernyataan yang tiba-tiba ini.
[Aku dan dia bersahabat sejak kami kuliah.]
Megan tak tahu kenapa Morgan tiba-tiba menjelaskan ini. Tapi ia tidak munafik bahwa dia merasa lega mendengarnya.
[Aku senang mendengarnya. Ku kira ... kau bermain gila di belakangku.]
[Megan, Aku mau kita baik-baik saja.]
[Kau membuatku berdebar pak dokter. Kau pintar bercanda juga.]
Mendengar pengakuan Megan yang cukup meyakinkan, Morgan merasa jantungnya sedang bersorak kegirangan.
[Kau berdebar? Haruskah kita bertemu sekarang juga? Akan kutunjukkan kalau aku tidak bercanda.]
[Dok. Kenapa tiba-tiba? Apa kebetulan kau belum makan?]
[Iya... dan sekarang aku ingin memakanmu.]
.
.
.
besok lagi guys...
jangan lupa dukungannya, makasiiii.