Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 25
Sepanjang melakukan penggalian Oliver bersungut-sungut. Dia sedikit merasa kesal. Oliver merasa kesal kepada tuannya yang secara mudah percaya kepada wanita yang baru dikenalnya. Padahal yang Oliver tahu Theodore tidak lah demikian. Theodore bukan orang yang mudah percaya dengan orang lai terlebih itu adalah seorang wanita.
" Huh, apa sih yang membuat Yang Mulia begitu percaya sampai aku harus menggali tanah gersang ini malam-malam begini?"
Sebenarnya kekesalan Oliver merupakan hal yang wajar. Dia sangat tahu bahwa tanah hadiah dari Baginda Kaisar ini sebenarnya bukanlah murni hadiah. Baginda Kaisar seolah sedang mengejek Duke Adentine dengan memberikan wilayah pegunungan yang tandus. Padahal usaha Duke bukanlah biasa-biasa saja. Duke Adentine dan seluruh kesatria sudah berusaha keras bahkan mati-matian dalam setiap perang, entah perang itu melawan manusia ataupun melawan monster.
Namun hadiah yang diberikan seperti sebuah penghinaan. Maka dari itu Oliver kesal sekali Theodore yang tiba-tiba percaya dengan seorang wanita yang berkata ada tambang mineral batu sihir berwana hitam. Itu seperti sebuah cerita karangan semata.
" Ketua! Sebelah sini ketua!" Salah seroang dari anak buah Oliver berteriak kencang. Malam sudah semakin gelap memang namun mereka tetap menggali karena itu merupakan instruksi dari tuan mereka.
" Ada apa? Kalau tidak penting aku enggan menghampirimu," sahut Oliver dengan sedikit ketus. Dia sudah lelah saat ini.
" Ini, ini ketemu Ketua, kita menemukannya! Sa-saaaangat banyak, sungguh sangat banyak Ketua. Agaknya Countess eh maksud saya Lady Rocalion benar-benar seorang yang hebat."
Degh!
Dada Oliver berdegup kencang ketika melihat apa yang ada di depannya. Semua itu benar-benar mineral langka. Batu sihir berwana hitam persis seperti yang dikatakan oleh rubia.
Oliver melompat ke bawah untuk melihat dengan lebih dekat lagi. Ia lalu mengambil pecahan batu sihir tersebut, aliran sihir dari batu itu sungguh besar. Jika Regulus ada di sana pasti orang itu akan sangat senang sekali.
" Aku, aku sungguh malu kepada Lady Rubia. Aku sudah meragukannya. Saat kembali nanti aku harus minta maaf.
Pwiiiiit
Oliver memanggil seekor burung elang hitam, ia lau mengikatkan kain yang diisi dengan pecahan batu sihir yang ditemukan.
" Falcon, kau tau kan harus pergi kemana?"
Seolah mengerti apa yang dikatakan oleh Oliver, burung yang dinamai Falcon itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengepakkan sayapnya dan terbang menuju ke angkasa.
" Dengarkan perintahku. Sebagian bersiap untuk membuat tenda, kita akan membuat perkemahan di sini. Dan sebagian buat makan malam untuk semuanya. Kita akan menunggu perintah Yang Mulai Duke selanjutnya."
" Siap Ketua!"
Semua mengikuti instruksi dari Oliver, sebagai ketua pasukan kesatria Adentine, dia memiliki wewenang juga untuk memerintah semua kesatria saat sang duke tidak ada di tempat.
Saat ini Oliver sedang merasa begitu malu. Dia tadi sudah begitu kesal karena Duke yang begitu memercayai Rubia. Tapi setelah melihat sendiri dengan mata dan kepalanya, akhirnya Oliver pun menyadari bahwa dirinya salah besar sudah meragukan ucapan Rubia dan menganggap semuanya omong kosong.
" Kalau kembali nanti, aku harus minta maaf kepada Lady Rubia. Duh bodoh bodoh bodoh." Oliver bicara sendirian sambil memukul-mukul kepalanya sendiri. Baru kali ini dia tidak memercayai ucapan Duke, dan baginya itu adalah sebuah kesalahan. Oliver bahkan berjanji pada dirinya sendiri bahwa kedepannya dia tidak akan lagi meragukan ucapan Rubia.
.
.
.
Koaaak
Suara burung terdengar di telinga Theodore. Ia tahu bahwa itu Falcon yang merupakan burung peliharaannya. Dia memang belum tidur karena menunggu kabar dari Oliver. Dan datangnya Falcon tentu pasti dikirim oleh Oliver.
" Apa kabar bagus hmm?" Theodore berkata kepada Falcon. Burung itu hinggap di jendela, dan menunggu Theodore melepas kain yang diikatkan di kakinya.
" Hemm, ternyata memang benar. Ini sungguh menarik, sepertinya aku tidak perlu meragukan Rubi lagi. Nah, makan dendeng ini. Tunggu aku menulis surat untuk Oliver."
Setelah memberikan dendeng kering untuk Falcon,Theodore mengambil selembar kertas lalu menuliskan sesuatu di sana. Sebuah perintah bagi Oliver untuk menggali semua semua batu sihir yang ada di sana.
Dengan cepat Theodore kembali mengikatkan surat itu di kaki Falcon. Dia harus cepat kembali ke wilayah Antrino dan menyampaikan apa yang diperintahkan Theodore.
" Regulus!"
Syuuut
Hanya dengan dipanggil namanya saja Regulus sudah muncul dihadapan Theodore. Jika malam-malam begini dipanggil, maka tugas yang diberikan pastilah penting.
" Apa perintah Anda Yang Mulia?"
" Pergilah menyusul Oliver, Regulus. Lalu pindahkan batu sihir yang ditemukan oleh Rubi ke gudang kastel Adentine. Pindahkan secara hati-hati agar tidak ada yang tahu kecuali orang-orang kita."
" Baik Yang Mulia, saya akan melaksanakan tugas Anda."
Wusssss
Regulus dengan sihir teleportasinya langsung menghilang. Dia tidak perlu mengetahui leih detail rencana dari tuannya. Bagi Regulus mau apapun perintah Theodore, harus ia laksanakan. Dia tidak membutuhkan alasan untuk melakukannya.
Di sisi lain, Theodore termenung di sisi jendela. Dia menatap langit biru yang terbentang luas. Pikirannya mulai menerawang tentang setiap ucapan yang keluar dari bibir Rubia. Dan yang paling membekas yakni tentang ucapan Rubia perihal apa yang terjadi pada dirinya.
Tidak pernah terbayangkan dalam kepala Theodore bahwa dia akan kehilangan tangan dan nyawa orang-orangnya. Membayangkan saja sudah sangat menyakitkan.
Duke Monster yang kejam, seorang tiran yang ditakuti. Semua itu hanyalah rumor belaka. Pada aslinya Theodore adalah orang yang begitu perhatian dan welas asih, terlebih pada orang-orang yang berada di sisinya.
Tiba-tiba dia teringat dengan Linda dan Ben. Dua orang tua yang sudah berusia 50 tahunan itu, apakah mereka juga akan mati atau tetap akan hidup. Jika Adentine jatuh, maka orang-orang yang tidak menyukai Adentine pasti akan bersorak. Bukan hanya itu, mereka pasti akan merampas semua milik Adentine. Di sini yang akan paling diuntungkan adalah keluarga kekaisaran.
" Tidak, aku tidak akan membiarkan mereka semua terluka. Aku juga tidak akan membiarkan Adentine jatuh. Jika benar di masa depan aku seperti itu, maka aku hanya perlu mengubahnya bukan? Aku hanya perlu mengubahnya agar orang-orang yang berada di sisiku tetap hidup dengan bahagia, dan apa yang sudah diwariskan padaku akan ku jaga hingga sampai keturunan-keturunan selanjutnya."
TBC