Dea sudah menjadi sekretaris dan simpanan Arden Harwell selama 2 tahun. Disaat Arden akan menikah dengan wanita pilihan keluarga nya Dea memutuskan untuk menyudahi hubungan mereka.
Membuatnya dan Arden menjadi mantan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Gugup dan Takut
Pagi datang.
"Sayang, apa password apartemennya? kamu tidak ingin memberi tahu ku?" tanya Dea, dia mengantarkan Arden hingga sampai ke pintu, kekasihnya ini akan pergi bekerja.
"Janji padaku kamu tidak akan kabur, apapun yang terjadi," tuntut Arden. Dia menghentikan langkah saat berdada di ruang tamu, membuat Dea pun ikut menghentikan langkahnya, mereka berdiri saling berhadapan.
Arden melihat Dea yang mengangguk kecil.
"Iya, aku janji tidak akan kabur-kabur lagi."
"Password nya tanggal kita menjadi kekasih kemarin."
Mendengar itu Dea seperti tidak percaya, namun saat melihat Arden yang tersenyum kecil membuatnya mencebik. Password yang membuatnya penasaran ternyata adalah tanggal yang tidak asing baginya.
"Aku pergi," pamit Arden.
Dea menghambur memeluk Arden dan berjinjit mencium bibir prianya. Ciuman singkat sebagai tanda pisah. Dea terus memperhatikan Arden yang pergi menjauh dari unit apartemen mereka.
Hari ini Dea berencana untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Dia kembali masuk ke dalam apartemen sembari bersenandung. Namun langkahnya terhenti saat merasakan ponsel yang Dia pegang bergetar.
Ada panggilan masuk dari nomor baru. Dea sedikit ragu untuk menjawab, namun akhirnya dia jawab juga panggilan itu.
"Halo?" jawab Dea.
"Hari ini temui aku, aku akan mengirimkan alamatnya," jawab Silvana dengan suaranya yang terdengar dingin. Dan Dea yang sudah begitu menghapal suara itu pun langsung tahu jika ini adalah panggilan dari mamanya Arden.
Seketika jantung Dea bergemuruh, mendadak takut menyerang hatinya.
Bahkan belum sempat Dea kembali menjawab, panggilan itu sudah diputus oleh Silvana.
Dan tak lama setelah panggilan itu mati, ada sebuah pesan masuk di ponsel Dea. Pesan dari Silvana, berupa alamat dimana pertemuannya nanti.
"Astaga, aku harus bagaimana?" gumam Dea dengan gugup, dia mulai mondar mandir tidak jelas. Jujur saja dia sangat takut untuk bertemu dengan Silvana jika hanya berdua seperti ini.
Dalam bayangannya Silvana akan memaki bahkan mungkin menyiramnya menggunakan air.
"Apa aku harus mengatakannya pada Arden?" tanya Dea lagi, dia terus bertanya sendiri meski tidak ada yang menjawab, meski semakin membuatnya bingung.
Tapi ingat jika hari ini Arden akan menemui kliennya membuat Dea mengurungkan niat. Dia tidak ingin menganggu pria nya.
"Tidak, aku tidak boleh memberi tahu Arden, lebih baik aku segera pergi. Jangan sampai nyonya Silvana memanggilku."
Karena gugup, dia kembali memanggil Silvana dengan sebutan Nyonya lagi. Dea bahkan langsung berlari ke kamarnya dan mulai menganti baju. Menutup lehernya menggunakan foundation agar bekas kecupan Arden semalam tidak terlalu terlihat.
Dengan langkah cepat dia keluar dari apartemen dan memanggil taksi.
15 menit kemudian dia sampai disebuah cafe, tempat yang ditunjuk Silvana sebagai tempat pertemuan mereka.
Deg! jantung Dea seperti mau berhenti saat dilihatnya Silvana sudah ada di dalam cafe itu. Ternyata Silvana sudah datang lebih dulu, padahal niatnya dia datang lebih awal.
Dea semakin takut, seolah kesan pertama yang dia berikan selalu buruk di mata Silvana.
"Pagi Nyonya, maaf saya terlambat," ucap Dea saat dia sudah berdiri di hadapan Silvana.
Silvana yang menatapnya dengan tatapan menilai, tatapan yang sungguh membuat Dea merasa tidak nyaman.
"Baguslah kalau kamu masih sadar diri dengan posisi mu," jawab Silvana. Dea memang harus memanggilnya Nyonya, bukan tante seperti semalam.
"Duduklah, ada yang ingin aku katakan."
Dan mendengar suara dingin itu, makin membuat Dea gugup dan takut.