15 tahun berlalu, tapi Steven masih ingat akan janjinya dulu kepada malaikat kecil yang sudah menolongnya waktu itu.
"Jika kau sudah besar nanti aku akan mencarimu, kita akan menikah."
"Janji?"
"Ya, aku janji."
Sampai akhirnya Steven bertemu kembali dengan gadis yang diyakini malaikat kecil dulu. Namun sang gadis tidak mengingatnya, dan malah membencinya karena awal pertemuan mereka yang tidak mengenakkan.
Semesta akhirnya membuat mereka bersatu karena kesalahpahaman.
Benarkah Gadis itu malaikat kecil Steven dulu? atau orang lain yang mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiny Flavoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18 - Menginap di rumah Bunda part II
Setelah makan malam bersama, mereka berkumpul diruang keluarga. Galang juga baru saja pulang dari kantornya.
"Wih, ada manten baru nih kemari," ucap Galang cukup surprise saat melihat Steven dan Vania tengah mengobrol santai sambil menonton televisi.
"Udah mandi dulu sana! diluar banyak virus lho," perintah Rimba yang tiba-tiba nongol dari arah belakang Galang. Dia baru saja membuatkan lemon tea hangat untuk Steven dan Vania.
Galang yang melihat Rimba membawa dua cangkir minuman tersebut langsung terkekeh, "Tumben rajin, biasanya juga ogah-ogahan kalo bunda minta dibikinin teh," sindirnya.
Rimba mendengus dan langsung melotot geram. Kalau saja dirinya tidak sedang membawa cangkir minuman, mungkin udah habis kakaknya itu ia hajar.
"Inget, Lo udah kawin, sikap bar-barnya kurang-kurangin ya! bersikap lebih lembut, biar laki Lo makin sayang," gumam Galang seolah sudah tau arti dari tatapan geram sang adik.
Rimba berusaha menahan emosinya, ia menghela napasnya dalam-dalam, tapi sia-sia. Gadis itu pun terpancing juga untuk membalasnya. "Lo yang kurang-kurangin pacaran mulu sama Kak Priya, kapan seriusnya coba?" balas Rimba menyindir.
"Kok malah bawa-bawa Priya sih?" protes Galang.
"Bodo! Minggir ah!" balas Rimba sengaja menyenggol lengan Galang, melewatinya begitu saja.
Galang kembali terkekeh, rasanya puas kalau sudah mendengar ocehan adik satu-satunya itu. Lalu ia ijin pergi untuk ke kamarnya terlebih dahulu guna membersihkan diri.
.
"Apa sih, kalian selalu saja ribut kalo ketemu," gumam Vania saat Rimba menyerahkan secangkir lemon tea hangat itu padanya.
"Itu Bun, Kak Galang rese," sahut Rimba sambil memberikan cangkir yang satunya pada Steven, lalu menjatuhkan tubuhnya duduk disamping sang Bunda.
"Kakakmu itu bercanda, Rim. Jangan diseriusin," kata Vania.
"Bunda musti deh belain kak Galang. Kesannya aku ini anak tiri," sahut Rimba cemberut.
Vania malah tertawa, "Kamu ini ada-ada saja" lirihnya seraya mengacak rambut putrinya itu gemas.
Rimba menggelayut manja dilengan Vania. Entah kenapa sejak dirinya menikah ia begitu merindukan bundanya itu, padahal baru saja sehari. Rasanya ada yang berbeda, dulu Vania begitu cerewet dan sering mengomel, tapi kali ini tidak begitu. Buktinya barusan, biasanya Vania pasti menegurnya jika Rimba berkata tidak sopan pada Galang seperti tadi. Tapi ini tidak sama sekali, apa karena tidak enak sama Steven?
"Kalian nggak ada rencana liburan?" tanya Vania tiba-tiba.
"liburan semester masih lama, Bun" sahut Rimba spontan.
"Maksud Bunda liburan bulan madu atau apa gitu," kata Vania terdengar cangggung.
"Ah, bulan madu kan bisa dirumah," jawab Rimba enteng. Tak sadar kalau Steven tengah menatapnya serius.
"Serius bulan madu dirumah aja?" tanya Steven sedikit memiringkan kepalanya menatap Rimba yang langsung salah tingkah karena salah ucap.
Vania ikut melirik Rimba seraya mengulum senyum.
"Kalo kamu mau, kita bisa pergi ke tempat yang belum pernah kamu kunjungi," kata Steven.
"Wah jangan dong Steve, Rimba itu dari kecil nggak pernah kemana-mana. Jadi banyak banget tempat yang belum dikunjunginya. Paling jauh dulu kalo nggak salah ke Jawa timur ya Rim?" Vania melirik Rimba untuk memastikan ucapannya, dan mendapat anggukan langsung dari orang yang bersangkutan. "Itu pun pas pulang dia langsung sakit dan nggak sekolah seminggu," kenangnya.
"Oya? sakit apa Bun?" Steven penasaran. Ia pun cukup kaget dengan pengakuan Vania yang sama dengan pengakuan Rimba tadi yang mengatakan paling jauh daerah yang dikunjunginya yaitu kota Malang di Jawa timur.
"Tipes dulu tuh, ayahnya langsung panik aja waktu itu. Soalnya harus di opname, dan ayahnya kan kerjanya jauh nggak di Jakarta," ucap Vania.
"Emang Ayah Rimba kerja dimana waktu itu Bun?" Steven mulai penasaran dengan keluarga istrinya itu.
"Terakhir kerja di Kalimantan, sampai dua tahun kemarin ayahnya jatuh sakit lalu nggak ada," lirih Vania seraya menghela napasnya, kembali teringan almarhum suaminya.
Melihat mimik wajah sendu Vania, Steven jadi tak kuasa ingin menanyakan hal lain tentang ayahnya Rimba. Ia penasaran ingin bertanya apa ayah Rimba pernah bekerja di Jepang atau tidak.
"Kalian belum ngantuk?" tanya Vania kemudian.
"Ini masih jam 8 Bun, ngantuk apaan jam segitu disuruh tidur, emang bocah" sahut Rimba sambil mengambil remote tv di atas meja, mencari Chanel yang bagus untuk di tonton.
"Nggak gitu Rim. Menurut pengalaman bunda dulu waktu baru-baru nikah sama ayahmu maunya dikamar terus. Kalo keluar rasanya malu banget ketemu kakek nenekmu. Lha, tapi kamu ini beda, datar-datar aja ketemu bunda. Kaya nggak terjadi apa-apa gitu semalem," ujar Vania.
Steven yang mendengarnya hanya bisa tersenyum. Ibu mertuanya ini emang bener-bener pengertian sih sebenarnya. Cuma anaknya aja yang nggak peka apa memang polos seperti bayi.
"Emang nggak terjadi apa-apa," sahut Rimba.
"Hah? bener itu Steve?" Vania langsung melirik Steven untuk memastikan ucapan Rimba.
"Rimba bohong Bun," sahut Steven melindungi istrinya.
"Ih, bohong apaan? emang semalem kita nggak ngapa-ngapain kok, kamu aja tidur dikamar sebelah."
"Apa?" Vania terkejut, langsung memelototi Rimba. "Jangan bilang kamu ngusir suamimu dari kamarnya ya!" katanya jadi geram.
"A, Aku nggak ngusir, tapi---" Rimba jadi gelagapan.
"Rimba nggak ngusir saya Bun. Hanya saja setelah melakukan itu, saya ketiduran diruang kerja setelah mengirimkan file penting via email ke rekan kerja saya dirumah sakit," ujar Steven sengaja memotong kalimat Rimba agar tidak memicu kemarahan Vania lagi yang pastinya akan kembali mengomeli Rimba.
"Ooh, kirain Rimba ngusir kamu Steve. Soalnya dari usia 5 tahun dia udah tidur sendiri. Sama bundanya aja udah nggak mau, katanya susah tidur kalo sekasur sama orang lain," kata Vania menjelaskan agar Steven mau memahaminya.
"Gitu ya," gumam Steven lalu menatap Rimba yang balas menatapnya tanpa ekspresi.
"Kalo dia nggak mau mah kurung aja di kamar mandi, kasih kecoa 2 ekor paling dia udah nyerah dan pingsan," sahut Galang yang tiba-tiba datang dari arah kamarnya. Rambutnya yang basah menandakan lelaki itu baru saja selesai mandi dan keramas.
"Ide yang bagus, saya nggak kepikiran sampe kesana," ucap Steven menanggapi.
"Ih apaan sih? jadi kalian berkomplot nih ceritanya? oke, kalo gitu malem ini kamu tidur disofa Steve!" ucap Rimba beranjak berdiri, lalu segera menuju ke kamarnya.
"What?" gumam Steven mengerutkan dahinya. Ia segera sadar lalu ikut beranjak dan mengikuti langkah Rimba.
"Jangan kasih ampun Steve! kalo Rimba bar-bar cari kecoa aja dikolong ranjangnya, ada tuh disana kemarin gue liat," ujar Galang lantang sambil terkekeh.
"Hush! kamu ini Lang, seneng banget sih ngerjain adekmu. Dari pada terus-terusan ngusilin Rimba, mending kamu tanya Priya, kapan katanya dia mau dilamar. Bunda malu sama tetangga yang suka berbisik karena kamu sering bawa Priya kemari," kata Vania kali ini mengomeli Galang.
Galang menghela napasnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Vania. "Aku juga bingung Bun. Priyanka belum mau diajak nikah, nggak tau juga alasannya apa, padahal dia udah diangkat jadi pegawai tetap di kantornya, posisinya udah aman," ujarnya.
"Emang usia dia berapa tahun sih?" tanya Vania.
"29"
"Udah cukup lho padahal, kelewat malah. Kenapa belum mau nikah? apa yang dicarinya?"
"Entah lah Bun, Aku tunggu sampe taun depan deh, kalo dia belum mau-mau juga, kayanya aku harus lepasin dia. Buang-buang waktu kalo gini terus," ujar Galang.
"Emang nggak sayang pacaran udah bertahun-tahun gitu?" tanya Vania menguji ucapan Galang barusan.
"8 tahun lho Bun, sayang lah pasti. Tapi kalo kaya gini terus aku juga nggak bisa, apalagi liat Rimba sekarang udah nikah, apa kata orang nanti. Dikiranya aku nggak laku karena diduluin adeknya sendiri," ujar Galang.
"Bener juga sih. Ya mudah-mudahan Priya dibukakan pintu hatinya, dan mau serius menjalin hubungan sama kamu ke jenjang pernikahan. Priyanka anak yang baik, bunda udah terlanjur suka sama dia. Tapi keputusan tetap ada sama kamu, apapun itu, bunda pasti dukung," ucap Vania saraya mengusap lengan Galang, begitu pengertian.
Galang hanya mengangguk tersenyum. Beruntung memiliki sang bunda yang perhatian dan tidak terlalu kolot pemikirannya.
.
.
.
Walau mustahil menjadi ibu yang sempurna, seorang ibu pasti berusaha untuk menjadi ibu terbaik yang memahami anak-anaknya.