Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permohonan Haris
Setelah membereskan dapur Mutia ingin beristirahat ke kamarnya, lampu kamar masih mati saat Mutia masuk.
Mutia melepas jilbabnya dan ingin mengganti pakaiannya di dalam kamar, tidak ada ruang ganti seperti di Rumah Utama mereka. Mutia menyalakan lampu lalu memilih baju tidur di lemarinya.
Mutia menanggalkan satu persatu pakaiannya lalu mengganti dengan yang baru, Mutia menuju meja rias lalu memakai pelembab untuk kulitnya, menyisir rambutnya dan mengikatnya ke atas agar tidak gerah.
Sembari bersenandung Mutia berbalik ingin ke ranjangnya dan betapa terkejutnya saat menoleh ke ranjang yang biasanya dia tempati.
"Aaaaah... Astaghfirullah.... Ke... kenapa... Ka kamu... bisa... di... sini....???" Mutia gugup dan terkejut saat melihat Haris berbaring di tempat tidurnya dengan santai dan memeluk gulingnya.
"Kapan Mas Haris masuk???" Tanya Mutia saat sudah menguasai dirinya.
"Sudah dari tadi, kamu aja yang Ndak lihat..." Kata Haris sambil memejamkan matanya.
Mutia langsung memerah wajahnya karena malu membayangkan jika Haris melihat dirinya sedari tadi. "Maaf Mas... Tolong pulanglah..."Kata Mutia berusaha sabar menghadapi Haris.
Haris justru memejamkan matanya seolah-olah sudah tertidur tidak mengindahkan permohonan Mutia padanya. Dia tidak ingin pulang jika perlu dirinya ikut tinggal di sini bersama Mutia dan anak-anaknya.
"Aku tau Mas Haris belum tidur... "Kata Mutia.
"Aku rindu panggilan Ayah keluar dari bibir manis mu Bun..."Jawab Haris masih memejamkan mata, sejujurnya dia tengah memendam hasrat saat memandang Mutia berganti tadi, namun dirinya tau diri bila dirinya tidak pantas meminta di saat seperti ini.
Mutia memandang Haris tidak percaya, bisa-bisanya Haris berkata seperti itu di saat hubungannya sedang seperti ini. Mutia pun memutuskan untuk pergi ke kamar Intan saja, namun baru saja langkah kakinya berjalan satu langkah, tangannya di tarik oleh Haris hingga terduduk di ranjang.
"Bunda Mau kemana???" Tanya Haris memandang Mutia penuh dengan harapan.
"Kalau Mas Haris ingin tidur di sini, Aku ingin tidur di tempat Kakak saja..."Kata Mutia lalu berdiri namun dirinya ditahan oleh Haris.
Haris duduk bersimpuh di bawah dan memeluk pinggang Mutia dari bawah. Wajahnya mendongak memandang Mutia yang tengah berdiri.
"Jangan seperti ini..."Kata Mutia lalu duduk kembali.
"Jangan membuat semuanya menjadi rumit Mas... Ayo kita berpisah baik-baik..." Kata Mutia melepas tangan Haris dari pinggangnya.
Haris memegang tangan Mutia lalu mengecupnya berkali-kali sambil berurai air mata penuh dengan penyesalan, sudah terlalu dalam dia menyakiti Mutia namun dirinya masih belum bisa merelakan bila rumah tangganya dengan Mutia hancur.
"Maafkan Aku Bun... Aku sudah melukaimu terlalu dalam..."Kata Haris sambil menggenggam tangan Mutia yang dingin.
"Maafkan Aku atas semua keserakahan yang membuat kita semua jadi seperti ini..." Kata Haris lagi.
Mutia membisu lidahnya Kelu, dia sudah lelah membuang air matanya dengan perasaan sedih selama ini. Mungkin juga air matanya yang sudah habis tak mau keluar lagi.
"Maaf... " Kata Mutia akhirnya sambil menarik nafas menahan emosi di dalam dirinya.
"Kita bukan anak kecil lagi, anak-anak juga sudah mulai besar, Mari kita jalani hidup kita masing-masing. Aku sudah cukup bahagia seperti ini, ternyata sendiri tidak terlalu buruk. Kita tetap bisa membesarkan mereka bersama kelak biarkan mereka memilih ingin tinggal dimana, sudah tidak perlu kita bertengkar lagi. Mari kita berpisah secara baik-baik..."Kata Mutia sambil melepas tangan Haris.
"Bun... Seandainya aku melepas Kiara, apakah Bunda mau tetap mempertahankan rumah tangga kita ini?"Tanya Haris masih dengan bersimpuh.
Mutia terkejut dengan ungkapan Haris barusan, apakah sungguh Haris akan melepas Kiara demi dirinya dan anak-anaknya. Lalu langkah apa yang akan ditempuh dirinya setelah ini, haruskah dirinya memaafkan Haris dan melupakan kesalahannya kembali, Apakah Haris tidak akan mengulangi kembali jika di beri kesempatan. Pikiran Mutia penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya bingung dalam mengambil keputusan.
****
Yuk Bun... kasih semangat Mutia dengan like , komentar dan vote ya... jangan lupa favoritnya...🙏🤗🌷🌷🌷🥰🥰🥰
memang benar kita akan merasakan sakitnya dan kehilangan ketika semua sdh pergi.
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰