Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak boleh terjadi
...|Happy Reading|...
...••★••...
Vika segera beranjak setelah menggunakan sepatu sekolahnya. Tak lupa ia berpamitan kepada Eyang Sinta, kali ini Vika menggunakan motor Scoopy peninggalan kakeknya yang baru sampai kemarin malam. Vika sangat senang bisa mengunakan motor ini lagi terlebih sebagai alat transportasi menuju sekolah, rasanya seperti dia diantar jemput oleh kakeknya, sayang masa-masa itu sudah berlalu. Tapi tak mengapa Vika senang masih ada barang peninggalan kakeknya di sisinya. Vika sudah siap di atas motornya bahkan helm sudah ia kenakan.
Baru saja Vika keluar gerbang dia sudah di suguhi dengan sesosok pria yang menyandar di pintu mobilnya, siapa lagi jika bukan Faiq, Alam jelas tidak mungkin dia sudah berangkat terlebih dahulu ke kampusnya. "Masih belum berangkat, Kak? Udah siang ini loh." ujar Vika, dia memberhentikan motornya tepat di hadapan Faiq. "Turun sekarang! Lo berangkat bareng gue."
Mata Vika dikerjapkan berkali-kali, ia masih heran dengan Faiq, ada apa sebenarnya dengan Faiq? Apa kepalanya terbentur tembok hingga bisa seperti ini? Vika bingung dengan semua ini, karena ini sama sekali buka gaya Faiq. Terlalu jauh berbeda, bahkan berbanding terbalik, Vika segera berdehem untuk mengembalikan kesadarannya.
"Kakak lagi enggak enak badan yah?"
"Enggak gue sehat-sehat aja kok, cepet turun udah siang ini." Faiq memandang Fossil FS4682 yang setia bertengger di lengannya.
"Atas dasar apa kakak mau nganterin aku?" Vika heran dengan sikap Faiq yang seperti ini.
"Sebagai ucapan terimakasih karena udah nolong ibu gue."
"Terima kasihnya aku terima, tapi aku mau berangkat sendiri aja, " Vika langsung menancap gas motornya, "Cepat kak, nanti bisa telat!" dia meningkatkan kecepatan motornya. "Sial gue ditinggal." Faiq langsung memasuki mobilnya, ia berkendara dengan kecepatan tinggi hingga bisa menyusul Vika bahkan kini ia tepat di belakangnya.
Sesampainya di perempatan jalan, Faiq melihat ada dua pria berjaket hitam yang satunya hampir membekap Vika dengan saputangan yang mungkin diberi obat bius, syukurlah Vika langsung tancap gas ketika lampu berwarna hijau, sepertinya ia sendiri tidak sadar ada orang yang berusaha membekapnya. Kedua pria itu langsung berbelok ketika aksinya gagal, Faiq diam-diam mengikuti mereka hingga sampai di sebuah gedung tua. Ia tetap berada di dalam mobil agar tidak ketahuan, dari jarak ini dia masih bisa mendengar apa yang sedang mereka katakan.
"Maaf bos, kita gagal nangkep cewek yang udah nyelametin Sekar." ujar salah satu dari pria berjaket hitam itu.
"Bisa-bisanya kalian gagal, saya tidak mau tahu pokoknya hari ini juga kalian harus bawa anak itu!"
"Sore ini kita pasti bawa dia kesini, bos tenang aja."
Bukannya om-om itu saingan bisnis Bang Sat? Berarti bener feeling gue. Sore? Berarti pulang sekolah nanti mereka akan culik Vika, enggak bisa dibiarin. Gue bakal gagalin rencana kalian.
Faiq langsung menelepon Ibunya, dia harus memastikan ibunya baik-baik saja, "Assalamualaikum Bu, Ibu di rumah Eyang Sinta seharian ini ya!"
"Waalaikumussalam, tapi kenapa?" Bu Sekar kebingungan dengan apa yang putranya katakan, pasalnya ia langsung to the point mengatakan hal itu.
"Orang-orang yang mau nyulik Ibu kemarin akan coba nyulik ibu lagi, nanti Faiq kirim anak buah Faiq ke rumah Eyang Sinta, jangan lupa semua pintu di tutup, Bu."
"Kenapa engga bodyguard Satya aja, kalau anak-anak motor mungkin mereka bisa kalah kalau seandainya penculik itu beneran dateng."
"Enggak Bu, kalau minta Bang Satya kirim bodyguardnya bisa-bisa kita pindah ke Aussie sekarang juga. Faiq enggak mau pindah, Ibu juga kan? pokoknya Ibu serahin semua ini ke Faiq, Faiq janji akan nyelesaiin ini semua secepat mungkin."
"Tapi Ibu takut sesuatu yang buruk terjadi sama kamu, ibu nggak mau kamu terluka lagi."
"Shuut, ibu enggak boleh ngomong gitu, Ibu berdoa aja yah! Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Faiq menghela nafas lega, kini dia yakin Ibunya akan aman. Kemudian ia membuka group chat mengetikan pesan kepada anak-anak supaya berjaga di rumah Eyang Sekar, setelah pesan itu terkirim, dia segera melajukan mobilnya menuju sekolah.
Sayangnya gerbang sudah di kunci oleh sekuriti saat Faiq sudah sampai. "Pak Endi tolong bukain gerbang, saya mau masuk!" teriak Faiq ketika melihat sekuriti sekolahnya sedang mengopi. "Eh, iya sebentar," sekuriti itu langsung berjalan menuju gerbang, "Jarang sekali kamu telat, nanti langsung ke ruang BP, Ya!" ujarnya ketika pintu gerbang sudah terbuka.
"Iya Pak, terima kasih."
***
Faiq lelah sekali, ia baru saja berlari lima putaran setelah Bu Pertiwi perintahkan. Ternyata sudah satu jam pelajaran berlalu terhitung dari dia telat masuk hingga saat ini. Bahkan sekarang sudah memasuki jam istirahat.
"Woy, gimana nanti? Apa kita pake Vika buat umpan?" Ujar Zaki, kedua temannya langsung menempeleng kepalanya. "Mentang-mentang punya cewek banyak, korbanin cewek sesukanya," ujar Aries, dia sama sekali tidak suka ada lak-laki yang memanfaatkan perempuan apalagi melakukan kekerasan terhadapnya. Tapi itu pengecualian untuk perempuan seperti Neysa.
"Rencana gue, kita bakal ngikutin Vika pulang sekolah nanti, enggak mungkin juga kita suruh dia tetap di sini." Ujar Faiq, dia sudah mempersiapkan semuanya, dan di sini dia akan sangat membutuhka kekuatan Aries hanya Aries yang hampir setara kekuatannya dengan Faiq. "Lo bawa motor kan, Ris? Nanti lo kejar mereka kalau mereka berhasil kabur." Aries mengangguk mantap. "Rencana selanjutnya gue kasih tau nanti, sekarang gue haus."
"Nih, gue bawain lo minum!"
"Kenapa enggak kasih dari tadi?"
"Abis lo keburu nempeleng kepala gue." Faiq meringis mendengar itu, lalu mengambil botol teh yang Zaki sodorkan, "Ya sorry," Faiq langsung menenggak minuman itu hingga tersisa setengah, "Huh lega, thanks ya! Rencana selanjutnya kita harus siapin anak-anak yang enggak jaga di rumah Eyang Sinta. Kita panggil mereka buat ngepung perusahaan itu, kita juga harus siap panggil polisi, kalian ada nomernya kan?" ujar Faiq.
"Tenang gue ada, malah om gue juga polisi, kita bisa panggil dia sewaktu-waktu. Terus apa lagi rencana lo? Lo kepikiran nggak sih kalau mereka bawa senjata tajam atau yang lain?" tutur Zaki. Dia yakin pasti penculik itu membawa senjata, minimal pisau lipat.
"Iya, pasti ada senjata itu, kita bawa aja tongkat kasti di gudang buat jaga-jaga. Oke ini dulu untuk yang lain kita pikirin nanti, gue laper nih!" ujar Aries, sahabat Faiq satu itu memang cepat lapar tapi anehnya tidak bisa gemuk mungkin karena dia hobi olahraga walau tidak sesering Faiq.
"Oke kita ke kantin dulu!" ujar Faiq.
...••★••...
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^🐞Kepik senja^^^