Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Perawat yang berbeda
Bi Irah mengusap punggung tangan Nurma. Seorang majikan yang cantik jelita, tetapi menanggung kehidupan yang dipenuhi nestapa. Usia keduanya tidak terpaut jauh. Bi Irah merasa Nurma seperti seorang adik.
Sudah seringkali Bi Irah berpikir untuk pensiun bekerja. Usianya yang tak lagi muda membuatnya mudah merasa lelah. Bahkan akhir-akhir ini seringkali tertidur di meja makan saat sedang memasak. Yang tidak diketahui Andre adalah Bi Irah memiliki kadar gula yang tinggi.
Akan tetapi, saat melihat Andre dan Nurma, Bi Irah merasa tak mampu meninggalkan keluarga kecil itu. Pada akhirnya keputusan untuk berhenti bekerja Bi Irah urungkan. Perempuan itu berpikir menunggu nanti saat Andre mendapatkan pasangan.
Perlahan Nurma membuka mata. Pandangannya tertuju pada Bi Irah. Bibirnya yang pucat bergerak-gerak mengucapkan sesuatu. Bi Irah mendekatkan telinganya.
"Dimana Andre?" tanya Nurma lirih.
"Masih cari makan Nyonya," jawab Bi Irah singkat. Entah kenapa Bi Irah merasa majikannya itu tampak berbeda. Seolah Nurma sembuh dari gangguan mentalnya.
"Katakan padanya untuk berhati-hati. Dia disukai oleh iblis," ucap Nurma berbisik. Detik berikutnya perempuan itu kembali tertidur.
Bi Irah merasakan dingin di belakang lehernya. Tentu dia bertanya-tanya maksud perkataan Nurma. Bi Irah kembali duduk dan mengedarkan pandangan. Tiba-tiba saja merasa tidak nyaman dengan kondisi kamar perawatan yang sunyi.
Jendela yang sedikit terbuka menghembuskan angin malam yang terasa beku. Bi Irah berjalan dan menutup jendela memunggungi Nurma yang tergolek lemah. Dari kaca jendela, samar-samar Bi Irah melihat Nurma yang duduk di ranjangnya dengan sebuah senyuman lebar ke arah Bi Irah.
Bi Irah terkejut dengan segera memutar badan. Dia mendapati majikannya masih tetap tertidur nyaman di ranjang. Bi Irah kembali menoleh dan melihat kaca jendela, yang kali ini menunjukkan pantulan gambar Nurma yang nyaman dalam tidurnya.
"Aku terlalu lelah, atau memang sudah mulai pikun," gumam Bi Irah sendirian.
Pintu diketuk dari luar. Perawat masuk ke dalam kamar perawatan. Wajahnya cantik dengan rambut hitam panjang se pinggang yang tergerai. Ada sensasi dingin yang Bi Irah rasakan.
Perawat terlihat memeriksa suhu tubuh Nurma. Kemudian menoleh pada Bi Irah dan tersenyum.
"Apakah pasien baru saja terbangun?" tanya perawat. Suaranya lirih tapi terdengar jelas di telinga Bi Irah.
"Ah iya Mbak. Sepertinya Nyonya mengigau," jawab Bi Irah.
"Mengigau? Seperti apa?" tanya perawat lagi.
"Apakah itu penting untuk dilaporkan?" Bi Irah balik bertanya.
"Tentu saja. Kami perlu tahu apa yang membuat pasien khawatir, juga tidak nyaman dalam istirahat ataupun tidurnya," jawab perawat cepat.
"Sebenarnya Nyonya mengigau berpesan pada putranya agar berhati-hati. Hanya itu saja," jelas Bi Irah.
Perawat cantik terdiam mengamati raut wajah Nurma. Perlahan bahunya yang bidang berguncang. Perawat itu tertawa cekikikan lirih. Bi Irah bingung dibuatnya.
Perawat cantik itu terus tertawa dan pergi meninggalkan kamar Nurma. Meskipun samar, Bi Irah dapat mendengar perawat itu bergumam di antara suara tawanya.
Kamu tidak lebih tua dariku.
Kalimat itulah yang terngiang di benak Bi Irah. Perempuan itu tidak mengerti maksud dari perkataan perawat. Jika soal usia, bukankah memang perawat jauh lebih muda dari Nurma juga Bi Irah? Tidak ada yang perlu ditertawakan bukan? Bi Irah memijat keningnya yang berdenyut.
Tidak berselang lama, Andre kembali ke kamar rawat. Laki-laki itu mengamati Bi Irah yang termenung di dekat jendela.
"Kenapa Bi?" tanya Andre khawatir. Dia sadar usia rewang nya sudah senja. Kebugaran tubuh tentu sudah berbeda dengan orang-orang dalam usia produktif.
"AC nya terlalu dingin Bi?"
Bi Irah menggeleng. Perempuan itu mengulas senyum. Namun Andre tahu jika senyuman itu dipaksakan.
"Bibi istirahat ya. Tidur nyenyak agar besok bangun segar bugar," ucap Andre sembari menunjuk ranjang di bagian sudut untuk tidur penunggu pasien. Bi Irah pun menurut. Dia memang merasa perlu untuk beristirahat.
Saat Bi Irah hendak merebahkan badannya, pintu diketuk dari luar. Kali ini dua perawat memasuki ruangan. Andre mempersilahkan perawat untuk memeriksa kondisi Nurma. Bi Irah kembali berdiri dan mendekati Andre.
"Bukankah tadi Nyonya sudah diperiksa?" tanya Bi Irah ragu-ragu. Dua perawat menoleh, tampak bingung.
"Kami yang bertugas jaga malam ini Bu," jawab salah satu perawat berambut sebahu.
Bi Irah memperhatikan seragam yang dipakai dua perawat di hadapannya. Mereka mengenakan batik berwarna hijau tosca.
"Tadi sudah ada perawat yang ke kamar ini. Berambut panjang dan memakai seragam putih," lanjut Bi Irah.
Dua perawat bertukar pandang dalam diam. Andre terlihat memikirkan sesuatu. Percakapan tidak berlanjut setelahnya. Dua perawat memeriksa kondisi Nurma. Sedangkan Bi Irah duduk di ranjang dengan raut wajah yang kebingungan.
Setelah dua perawat keluar dari kamar, Andre mendekati Bi Irah.
"Sebenarnya apa yang terjadi Bi?" tanya Andre.
"Bibi juga bingung Mas. Bibi mengira tubuh tua ini mulai konslet," jawab Bi Irah sembari memilin ujung bajunya.
"Ceritakan padaku Bi, apa yang kamu lihat dan dengar saat aku sedang makan tadi," desak Andre.
"Sebenarnya tadi Nyonya sempat bangun Mas." Bi Irah mulai bercerita setelah menghela napas panjang. Andre diam menyimak.
"Tapi Nyonya bersikap aneh. Bagaimana menjelaskannya aku juga bingung. Pokoknya saat tadi Nyonya bangun, aku merasa itu bukan Nyonya. Sekilas sorot matanya yang tegas mengingatkanku pada sosok Kakek Mas Andre," lanjut Bi Irah ragu-ragu.
"Maaf Mas jika yang kukatakan tidak masuk akal. Mungkin memang aku sudah mulai pikun," ralat Bi Irah cepat.
"Tidak Bi. Tolong lanjutkan," sergah Andre. Bi Irah menelan ludah. Rupanya Sang Majikan muda mempercayai ucapan Bi Irah.
"Tadi Nyonya berpesan agar Mas Andre berhati-hati. Katanya Mas Andre disukai iblis," tukas Bi Irah. Bulu kuduknya meremang saat berkata demikian. Andre termenung. Tangannya menggenggam liontin akik di leher.
"Lalu setelah itu, datang perawat berambut panjang se pinggang. Cantik banget. Seragamnya serba putih," lanjut Bi Irah.
"Apa yang dilakukan perawat itu Bi?" tanya Andre kemudian. Bi Irah menggeleng perlahan.
"Perawat itu tidak melakukan sesuatu yang aneh. Hanya saja dia menanyakan apa yang dikatakan Nyonya saat terbangun."
"Lalu Bibi bercerita padanya?" tanya Andre penuh selidik. Bi Irah mengangguk perlahan. Takut disalahkan.
Andre memegangi dahinya. Dia merasakan pening di bagian tengah kepala. Dia mulai menghubungkan ucapan Bundanya yang meminta Andre untuk menikahi seorang gadis dengan cerita Bi Irah.
Mungkinkah Nurma diganggu oleh sosok perempuan cantik yang diceritakan Bi Irah? Lalu, mungkinkah perempuan ini sosok yang sama dengan yang meneror keluarga Tabah? Jika benar demikian, artinya sumber masalah adalah villa di ujung desa Karang.
"Melati. Besok aku harus berbicara dengannya," gumam Andre. Teringat akan sosok Melati. Satu-satunya saksi yang menempati villa terbengkalai. Sang Perempuan Asing di samping mayat.