Nazwa Kamila, seorang perempuan cantik yang pernah gagal dalam pernikahannya lantaran ia tidak bisa memiliki keturunan. Keluarga suaminya yang terlalu ikut campur membuat rumah tangganya hancur. Hubungan yang ia pertahankan selama tiga tahun tidak bisa dilanjutkan lagi lantaran suaminya sudah menalaknya tiga kali sekaligus.
Kehilangan seorang istri membuat hidup seorang Rayhan hancur. Ia harus kuat dan bangkit demi kedua buah hatinya yang saat itu usianya masih belum genap dua tahun. Bagaimana pun hidupnya harus tetap berjalan meski saat ini ia bagaikan mayat hidup.
Suatu hari takdir mempertemukan Nazwa dan Rayhan. Akankah mereka berjodoh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Papa
Nazwa dan Rayhan baru tersadar.
"Maaf Pak, saya mau masuk." Ujar Nazwa.
"Oh iya. maaf."
Rayhan pun menyingkir dari depan pintu kamar mandi lalu segera menggelar sajadah dan shalat Shubuh. Nazwa masuk ke kamar mandi dengan berhati-hati karena kakinya masih terasa sakit. Beruntung jatuhnya tidak terlalu keras sehingga pantatnya masih aman.Hanya kakinya yang sepertinya perlu diobati.
Saat Nazwa keluar dari kamar mandi, Rayhan sudah selesai shalat. Ia duduk di kursi samping brangkar Anggi. Nazwa pun Shalat Shubuh.
"Papa... "
"Iya sayang, maafkan Papa karena baru bisa menemuimu."
"Sibuk sekali ya Pa?"
"Iya, Papa sering ke luar kota nak."
Sesekali Rayhan melirik ke arah Nazwa. Anggi menyadari lirikan Papanya.
"Papa belum kenalan sama Nany. Nany orangnya baik Pa."
Selam ini Rayhan mengira orang yang menjadi pengasuh putrinya sudah berusia 30 ke atas. Ternyata masih muda dan melihat parasnya yang cantik Rayhan justru tidak percaya kalau itu adalah pengasuh putrinya.
"Sayang, kenapa kamu bisa jatuh ke kolam?"
"Maafkan Anggi, pa. Anggi yang nakal. Jangan marahin Nany ya Pa."
"Hem... begitu ya?"
"Iya Pa. Justru Nany yang selamatin Anggi Pa. Baju Nany basah kuyup gara-gara nolong Anggi."
"Kamu jadi makin cerewet sekarang ya." ujar Papa sambil mencubit pelan pipi Anggi.
"Hehe..."
Percakapan Anggi dan Papanya tentu saja dapat didengar oleh Nazwa. Ia sangat tersanjung saat Anggi membela dirinya di depan Papa.
Nazwa masih saja menghadap kiblat. Ia masih berdzikir dan berdo'a. Justru ia memperlama dzikirnya karena ingin menghindari Papa Anggi.
"Nany, Anggi mau makan buah apel."
"Ah iya, tunggu sebentar." Sahut Nazwa tanpa menoleh.
"Papa saja yang kupas ya?"
"Nggak mau Pa, Nany saja."
"Hem, oke."
Nazwa melipat mukenahnya dan meletakkkannya kembali. Ia berjalan pelan sambil menunduk ke samping brangkar Anggi.
"Silahkan duduk." Ujar Rayhan seraya beranjak dari kursi tempatnya duduk.
Nazwa hanya mengangguk.
Sedangkan Rayhan pindah duduk di sofa.
"Sepertinya dia memiliki pengaruh besar untuk anakku. Anggi nampak nyaman bersamanya. Syukurlah, berarti kali ini pilihan Mami tepat untuk pengasuh mereka." Batinnya.
Nazwa mulai memotong dan mengupas apel untuk Anggi, lalu menyuapinya.
"Anggi makan sendiri saja Nany."
"Oh ya?"
"Iya."
Rayhan keluar dari kamar itu tanpa pamit, entah ke mana perginya. Namun tidak lama kemudian ia sudah kembali.
"Ehem... obati kakimu." Ujar Rayhan kepada Nazwa. Ia memberikan salep yang masih tersegel.
Nazwa tidak menyangka jika Rayhan akan memberinya salep, ia pun menerimanya.
"Terima kasih, Pak."
"Hem."
"Kaki Nany sakit ya, kenapa? Apa karena gendong Anggi kemarin?"
"Ah tidak-tidak! Tadi Nany keseleo. Kamu lanjutkan makannya ya. Nany mau olesi salep ini dulu."
"Iya Nany. "
Nazwa pun membuka segel salep tersebut dan mengeluarkannya dari dalam dus. Kemudian ia mengoleskannya ke kaki sebelah kanan sambil memijatnya pelan. Ia menahan sakitnya sendiri.
"Hanya keseleo, hatiku saja remuk lebih sakit dari ini aku masih kuat berdiri." Batinnya.
Entah kenapa keadaan di dalam kamar Anggi begitu mencekam bagi Nazwa saat ini. Pasalnya ja dan Papa Anggi sama-sama diam tanpa kata. Mereka hanya akan berbicara dengan Anggi.
Beruntung hal tersebut tidak berlangsung lama karena Oma dan Opa pun datang pagi ini membawa makanan dan baju ganti untuk Nazwa dan Rayhan.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Oma.... "
"Hai cucu Oma... sudah sembuh nih?"
"Hehe...
Oma melirik ke arah Rayhan yang saat ini sedang sibuk membalas pesan di handphone-nya.
"Bang, ini bajumu."
"Ah iya, Mi. Terima kasih."
Opa pun duduk di samping Putranya dan menanyakan perihal pekerjaan yang ia tinggalkan.Ternyata proyek yang ditangani Rayhan ada yang meng-sabotase. Namun urusannya sudah hampir selesai. Rayhan hanya tinggal mengutus kuasa hukumnya untuk menyelesaikan.
"Nazwa ini bajumu."
"Terima kasih bu."
"Iya sama-sama."
"Oh namanya Nazwa. Nama yang sesuai dengan orangnya. Astagfirullah Ray, kenapa mikirnya ke sana. Tapi nama itu seperti familiar." Batin Rayhan.
Oma melihat jalan Nazwa yang agak berbeda saat menghampiri Oma.
"Wa, kakimu kenapa?"
"Itu bu, keseleo tadi."
"Keseleo bagaimana, kamu jatuh?" Tanya Oma dengan penuh kekhawatiran.
"I-iya bu."
"Ayo periksa ke dokter."
"Ti-tidak perlu bu, ini sudah diolesi salep tadi. Sudah mendingan kok."
"Oma, tadi Nany sama Papa bertabrakan. Jadi Nany yang jatuh. Tapi sama Papa nggak ditolongin." Sahut Anggi, mengadu kepada Oma.
Nazwa dan Rayhan tidak menyangka jika ternyata Anggi melihat mereka tadi. Bagaimana tidak? Suara pekikan Nazwa cukup keras tadi.
Mami melirik Rayhan. Rayhan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Bang, betul itu?"
"Iya Mi, tadi bangun tidur jadi tidak fokus."
"Ya Allah, pasti sakit ya Wa?"
"Tidak kok bu, hanya keseleo."
"Kamu itu gimana sih bang, orang jatuh nggak ditolongin. "
"Tadi kebelet, Mi. Tapi Ray sudah minta maaf kok." Bisik Rayhan di telinga sang Mami.
Mami hanya menggelengkan kepala.
Akhirnya mereka pun sarapan bersama. Mereka makan makanan yang dibawa Mami. Namun Nazwa makan di kursi samping Anggi, karena ia malu untuk bergabung bersama majikannya.
Tidak lama kemudian, suster pun datang mengantarkan makanan dan obat untuk Anggi. Setelah selesai makan, Nazwa pun menyuapi Anggi.
Setelah Anggi selesai makan dan minum obat, dokter pun datang untuk mengontrol keadaan Anggi.
"Sudah diminum obatnya?"
"Sudah, dok."
"Wah ini Anggi bersemangat sekali ya."
"Anggi pingin cepat sembuh, dok."
"Pinter... sepertinya Nany Anggi yang sangat mempengaruhi kesembuhannya, bukan begitu Nyonya?"
"Betul sekali dok, Anggi sudah tidak selemah dulu berkat Nany-nya." Sahut Oma.
Nazwa mengulum senyum saat Nyonya Salsa meliriknya.
Dokter menjelaskan jika detak jantung Anggi sudah lumayan stabil. Dan jika Anggi tidak merasakan sesak lagi, besok sudah boleh pulang.
"Alhamdulillah, terima kasih dok."
"Sama-sama, tuan, nyonya."
Setelah kepergian dokter, Rayhan duduk di samping brangkar putrinya. Sedangkan Nazwa pergi ke kamar mandi.
"Papa."
"Iya sayang."
"Anggi pingin jalan-jalan sama Papa. Dek Anggun juga pasti pingin."
"Iya, Papa janji nanti kalau Anggi sembuh, kita jalan-jalan."
"Beneran Pa?"
"Iya, sayang."
"Sama Nany juga ya?"
"Hah?"
"Iya sama Nany, Pa. Anggi, adek, Papa, sama Nany. Kita jalan-jalan berempat."
Anggi masih menunggu jawaban Papanya. Sedangkan Papanya bingung untuk menjawab.
Mami dan Papi saling melirik. Mereka ingin tahu jawaban putranya.
"Iya kan, Pa?"
"I-iya, nanti kita jalan berempat." Jawab Papa, terpaksa.
Nazwa baru saja keluar dari kamar mandi.
"Hore.... yes yes yes. Anggi nggak sabar pingin sembuh." Ujar Anggi dengan bersemangat.
Nazwa menyunggingkan senyum melihat Anggi bahagia. Ia belum tahu apa yang membuat Anggi bahagia.
Bersambung....
...****************...
Duh beneran tepati janji nggak ya si Papa duda 😂