Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Kedatangan Kedua Orang Tua Excel
Rumah Excel tiba-tiba kedatangan kedua orang tua Excel. Pak Erik dan Bu Gina serta salah satu cucu dari anak mantunya yang lain yang sengaja dibawa, sangat bahagia saat mobil mereka tiba di depan halaman rumah Excel.
"Akhirnya kita sampai juga di rumah anak menantu kita, Pah. Mobil Excel tidak ada, sepertinya dia masih belum pulang. Tidak apa-apa, di rumah kan ada mantu serta cucu kita," girang Bu Gina seraya mulai melangkahkan kakinya menuju depan rumah Excel.
Elen, cucu mereka dari anak yang kedua, berlari menuju pintu rumah sembari memanggil-manggil Nada.
"Nadaaa, Nadaaa, Kak Elennn datang," teriaknya sudah tidak sabar bertemu Nada sang sepupu.
"Non Elen? Aduh Bu Gina dan Pak Erik datang. Gawat. Apa yang harus aku lakukan? Den Excel, kan saat ini sedang kelimpungan mencari Non Elya yang pergi entah ke mana. Aku harus menghubungi Den Excel sesegera mungkin, agar Den Excel cepat pulang," gumam Bi Ocoh sebelum menyambut kedatangan Elen dan kedua orang tua Excel.
"Selamat datang Non Elen, Bu Gina, dan Pak Erik," sambut Bi Ocoh hormat, seraya mempersilahkan tamu majikannya ke dalam.
"Terimakasih, Bi. Ini bawa kantong ini ke dapur, saya bawa makanan untuk oleh-oleh Nada cucu saya. Di mana mereka berdua? Tolong panggilkan!" titah Bu Gina seraya menduduki sofa, tidak lupa matanya bergulir ke seluruh ruangan dan tangga.
Elen berlari kecil menuju tangga seraya berteriak memanggil Nada lagi.
"Nadaaa, Kak Elennn datang," teriak Elen. Bocah 8 tahun itu tidak sabar ingin segera bertemu Nada kakak sepupu. Meskipun Nada merupakan kakak sepupu bagi Elen, tapi Elen menyebut dirinya tetap dengan namanya.
"Bi Ocoh, ke mana Nada dan menantu saya. Kenapa seperti sepi, mereka tidak mendengar kita datang gitu?" Bu Gina sedikit penasaran karena Nada dan Elyana tidak muncul-muncul, meskipun Elen sudah berteriak memanggil-manggil Nada.
"Euhhh anu, Bu. Euhhhh."
Bi Ocoh terlihat gugup, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Gina. Bi Ocoh bingung harus menjawab apa.
"Kenapa Bi Ocoh, seperti orang bingung? Ke mana mantu dan cucu saya? Pergi ke mana, ke pasar atau ke mana?" desak Bu Gina makin penasaran.
"Itu Bu, Non Elya dan Non Nada pergi." Bi Ocoh tidak panjang lebar menjawab, dia segera bergegas ke dapur untuk menyimpan dan mewadahi oleh-oleh yang dibawa orang tua majikannya itu.
"Aku harus katakan apa sama Bu Gina kalau dia bertanya lagi tentang Non Elya? Den Excel, cepatlah pulang, bibi bingung harus mengatakan apa," risau Bi Ocoh seraya sibuk mewadahi buah-buahan ke dalam keranjang buah.
"Bi, saya pengen minum, tolong bikinkan dulu." Bi Ocoh tersentak, sebab kedatangan Bu Gina ke dapur sangat mengejutkannya.
"Baik, Bu. Sebentar, ya. Kalau Bapak mau minum apa? Kopi atau teh panas?" tanya Bi Ocoh seraya bangkit menuju kitchen set, lalu meraih gelas untuk Bu Gina dan Pak Erik.
"Bapak kopi hitam saja, Bi."
"Baik, Bu." Bi Ocoh patuh dan segera membuat kopi hitam juga air bening dari dispenser untuk Bu Gina.
"Biar kopinya saya antar sendiri untuk Bapak," ujar Bu Gina. Bu Gina bergegas dan kembali ke ruang tamu. Bi Ocoh bersorak, tadinya dia sudah gemetar karena takut ditanya ini itu oleh Bu Gina terkait Elyana.
"Elen, duduk dulu sini. Nada dan mamanya sedang tidak ada. Entah ke mana tadi kata Bi Ocoh, sepertinya ke pasar atau membeli es krim untuk Nada," ujar Bu Gina mengajak Elen duduk.
Elen bergegas menghampiri Bu Gina lalu duduk di samping neneknya, dengan wajah yang tidak ceria seperti tadi.
"Sabar, kita tunggu Nada pulang dari pasar, ya. Sebentar lagi juga mereka datang," hibur Bu Gina seraya mengusap bahu sang cucu.
"Ke mana Elyana pergi, apakah dia main ke rumah temannya?" ucap Bu Gina melontarkan pertanyaan yang tidak dia tujukan pada siapa-siapa.
"Tunggu saja, sepertinya mantu kita mengajak jalan-jalan Nada. Mereka banyak di rumah, kan, bosan juga. Excel bilang Elyana memang jarang keluar rumah, apalagi dia memang melarang Elyana keluar rumah. Mama tahu sendiri, kan, Excel pernah bicara seperti apa di hadapan kita sehari setelah pernikahannya tiga tahun yang lalu?" ujar Pak Erik seraya mengenang kembali masa tiga tahun yang lalu sehari setelah pernikahan Excel dan Elyana.
"Aku tidak akan pernah mencintai perempuan itu. Dan, lihat saja nanti, setelah kami satu rumah, aku tidak akan pernah membiarkan dia pergi keluyuran, sekalipun pergi ke pasar. Serta jangan harap mama dan papa mengharapkan aku akan bersikap baik pada perempuan itu." Pak Erik kembali terngiang ucapan Excel kala itu, sebagai sumpah serapah sebab Excel merasa dipaksa menikahi Elyana.
"Apakah Excel masih menerapkan ucapannya itu pada Elyana, Pah? Mama jadi curiga, jangan-jangan Elyana justru ...." Mata Bu Gina mendadak sangat sedih, dia curiga kalau Elyana malah pergi dari rumah.
"Jangan berpikiran negatif dulu. Coba tanyakan lagi Bi Ocoh. Dia sepertinya tahu sesuatu," usul Pak Erik ikut was-was.
Bu Gina setuju, lalu ia berteriak memanggil Bi Ocoh.
"Bi Ocoh, Bi, kemari sebentar." Bi Ocoh yang dipanggil menyahut, tapi masih belum muncul.
"Kalau saja Excel membuat mantu kita pergi, mama tidak terima Pah. Excel harus bertanggung jawab dan membuat Elyana kembali ke rumah ini. Elyana tidak punya apa-apa, tega jika Excel membuat Elyana pergi." Bu Gina mendengus kesal jika membayangkan Elyana pergi karena sikap Excel yang terlalu.
"Bi Ocohhh, kemarilah, sedang apa sih?" ulang Bu Gina berteriak.
Bi Ocoh datang tergopoh dengan wajah yang terlihat takut. Hal itu membuat Bu Gina dan Pak Erik semakin yakin kalau Elyana benar-benar pergi karena sikap Excel.
"Bi, ceritakan yang sebenarnya. Di mana Elyana dan Nada cucu saya, apakah dia pergi dari rumah ini karena anak saya?" tanya Bu Gina menatap Bi Ocoh dengan tajam.
Bi Ocoh menunduk seperti orang takut. "Ceritakanlah, jangan takut seperti ini. Kami harus tahu. Apakah Bi Ocoh diancam oleh anak saya?" lontar Bu Gina lagi tidak sabar.
"Mama, Papa, kalian datang?" Excel tiba-tiba sudah pulang dan berada di muka pintu. Wajah Excel bersemu merah dan kaget saat melihat kedua orang tuanya tengah menginterogasi Bi Ocoh.
"Akhirnya kamu pulang, Cel. Mana mantu dan cucuku? Sudah hampir satu jam kami di sini, dia belum pulang, apakah kamu yang membuat dia pergi?" interogasi Bu Gina pada Excel yang baru saja datang dengan wajah yang penuh intimidasi.
"Elyana jalan-jalan ke mall sama Nada, Ma. Dia sengaja ingin mengajak jalan-jalan Nada. Karena jarang aku bawa ajak jalan-jalan, aku ijinkan kali ini jalan berdua dengan Nada. Aku ini sibuk karena di kantor banyak siswa yang datang." Excel memberikan alasan.
Namun Bu Gina seakan tidak percaya. "Kamu tidak bohong Excel? Atau jangan-jangan Elyana pergi dari rumah ini karena tidak tahan dengan sikapmu, atau hubungan gelapmu dengan kekasihmu sudah terbongkar oleh istrimu sehingga dia pergi? Kamu akan menyesal kehilangan Elyana, karena kamu tidak tahu seperti apa kekasihmu itu," dengus Bu Gina dengan wajah yang murka.
Excel tidak berkutik, sebaik apapun berbohong, akhirnya diketahui juga oleh sang mama. "Gawat," batin Excel takut.