Gibran Erlangga terpaksa menikahi Arumi Nadia Karima karena perjodohan orang tuanya yang memiliki hutang budi.
Dua tahun pernikahannya Gibran selalu perhatian dan memanjakan Arumi.
Arumi mengira dirinya wanita paling beruntung, hingga suatu hari kenyataan pahit harus ia terima.
Gibran ternyata selama ini menduakan cintanya. Perhatian yang ia berikan hanya untuk menutupi perselingkuhan.
Arumi sangat kecewa dan terluka. Cintanya selama ini ternyata diabaikan Gibran. Pria itu tega menduakan dirinya.
Arumi memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. Saat Arumi telah pergi barulah Gibran menyadari jika ia sangat mencintai istrinya itu.
Apakah Gibran dapat meyakinkan Arumi untuk dapat kembali pada dirinya?.
Jangan lupa tekan love sebelum melanjutkan membaca. Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Jangan Berbohong
Arumi yang matanya udah ngantuk berat akhirnya ketiduran di mobil. Gibran meletakkan kepala istrinya itu di bahunya. Gibran memandangi wajah Arumi dari jarak yang sangat dekat.
Dulu aku ingin sekali mengatakan semuanya tentang Joana padamu, aku ingin kamu tau jika aku memiliki seorang wanita yang aku cintai. Entah mengapa saat kamu mengetahuinya aku malah merasa takut. Aku nggak ingin kita berpisah. Ini memang sangat egois, tapi jika memang ada pilihan, pilihanku adalah tetap bersama kamu.
Saat sampai di rumah, Arumi digendong Gibran masuk ke kamar. Setelah membaringkan Arumi di tempat tidur Gibran pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Gibran naik ke ranjang dan memeluk istrinya itu. Arumi terbangun di tengah malam, ia melihat ke samping, tampak Gibran yang tidur dengan memeluk pinggangnya.
Arumi melepaskan pelukan Gibran, ia lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Arumi menyiapkan sarapan buat Gibran. Walau bukan Arumi yang memasak, tapi ia selalu menyempatkan diri menyiapkan di meja makan.
Gibran bangun dan tak melihat Arumi, ia langsung berdiri dan keluar kamar. Gibran takut Arumi kembali melarikan diri.
Melihat Arumi yang sedang menghidangkan sarapan di meja, Gibran memeluk dan mengecup pipinya.
"Mandilah, Mas. Setelah itu sarapan, baru kita bicara."
"Bicara apa lagi, Rumi?"
"Banyak, Mas. Banyak yang harus kita bicarakan."
"Arumi, jika masih tentang yang kemarin aku tak mau bicara. Aku sudah katakan semuanya tidak benar."
"Jangan jadi pengecut, Mas. Kita harus bicarakan semua. Agar nggak ada lagi yang mengganjal di hati ini."
"Arumi ...."
"Mandilah, aku tunggu Mas sarapan di sini."
Gibran akhirnya masuk kembali ke kamar dan mandi segera. Dengan berat hati ia melangkah keluar kamar.
Gibran menarik kursi dan duduk dihadapan Arumi. Istrinya itu masih melayani seperti biasanya. Gibran menelan makanan dengan susah payah. Tenggorokannya terasa kering dan sulit menelan.
Setelah selesai sarapan, Arumi membereskan meja makan, dibantu bibi. Arumi mengajak Gibran masuk ke kamar.
Duduk berdua di sofa yang ada di kamar dekat jendela, tempat favorit Arumi dulu.
"Apa ada yang ingin Mas jelaskan tentang Joana," ucap Arumi memulai percakapan.
"Apa yang ingin kamu ketahui," ujar Gibran.
"Semuanya dan aku harap kejujuran dari setiap ucapan Mas Gibran. Jangan ada lagi kebohongan."
"Terkadang kebohongan itu diperlukan agar kita nggak ada yang terluka."
"Yang namanya kebohongan pasti akan menjadi luka nantinya. Jadi aku harap Mas jujur saja. Aku siap dan kuat mendengar semuanya."
"Apa yang aku katakan, aku nggak tau, Arumi."
"Sejak kapan kamu membohongiku. Dari awal pernikahan? Jangan berbohong jika kamu ingin menyelesaikan masalah. Karena ketika kamu berbohong, akan muncul masalah lain pun kepercayaan akan hilang."
"Arumi, maafkan aku."
"Apakah kamu sangat mencintainya."
Gibran hanya mengangguk menjawab pertanyaan Arumi. Wanita itu memegang dadanya yang mulai terasa sesak. Ternyata mendengar langsung dari Gibran sangat menyakitkan. Ia tak sekuat yang diperkirakan.
"Apakah Mas tak pernah ada cinta di hati Mas untukku walau sedikit saja."
"Arumi, aku tak tau harus menjawab apa. Yang pasti aku berbohong agar tak melukai perasaan kamu. Aku tak ingin kamu terluka."
Arumi memalingkan wajahnya dari Gibran. Air matanya mulai jatuh membasahi pipi.
"Kebohongan Mas ini lebih melukai aku, jika saja Mas jujur dari awal mungkin aku tak menaruh harapan dan cintaku padamu."
"Disaat aku merasa kamulah pria terbaik yang dikirim Tuhan untukku, disaat itu pula aku harus menerima kenyataan jika kamu juga yang membuat aku terjatuh dan terluka terlalu dalam."
"Maafkan aku Arumi."
"Nggak ada gunanya kata maaf darimu, Mas. Mulai hari ini kita sebaiknya berpisah. Aku tak ingin terluka lebih dalam lagi."
Arumi berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Gibran. Ia masuk ke kamar tamu. Tahbisannya pecah di sana.
Dulu dirimu pernah membuatku terbang bahkan hingga naik ke bintang-bintang, namun kini diriku kau hempaskan jauh ke dalam jurang yang curam. Ragaku memang terlihat masih tetap seperti dulu, tapi tidak dengan hatiku
Bersambung
makin menarik alur ceritanya..😁😁😁
GIBRAN YG SALAH, GIBRAN YG MARAH 😡😡.
tapi cinta mu pada Arumi tak bisa di paksakan.
lebih baik sama Alana saja😉