Daniel Van Houten, mafia berdarah dingin itu tak pernah menyangka dirinya di vonis impoten oleh dokter. Meski demkian Daniel tidak berputus asa, setiap hari ia selalu menyuruh orang mencari gadis per@wan agar bisa memancing perkututnya yang telah mati. Hingga pada suatu malam, usahanya membuahkan hasil. Seorang gadis manis berlesung pipi berhasil membangunkan p3rkurutnya. Namun karna sikap tempramental dan arogannya membuat si gadis katakutan dan memutuskan melarikan diri. Setelah 4 tahun berlalu, Daniel kembali bertemu gadis itu. Tapi siapa sangka, gadis itu telah memiliki tiga anak yang lucu-lucu dan pemberani seperti dirinya.
____
"Unda angan atut, olang dahat na udah tami ucil, iya tan Ajam?" Azkia
"Iya, tadi Ajam udah anggil pak uci uat angkap olang dahat na." Azam
"Talau olang dahatnya atang agi. Tami atan ucil meleka." Azura.
_____
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Go to Bali
"Olang dahat angan malahin Unda!" seru Azkia. Begitupun Azam dan Azura mereka sama-sama melayangkan tatapan tidak suka pada Daniel.
"Unda angan atut, talau olang dahatnya malahin Unda, nanti tami ukul. Iya kan Ajam!" imbuh Azkia.
"Iya, anti Ajam ilang Pak Uci, bial olang dahat di tembak," imbuh Azam.
Daniel menatap Udin yang mesam-mesem sendiri.
"Apa yang di pikirkan makhluk jadi-jadian itu? Sialan! Jangan-jangan dia memikirkan kejadian malam tadi," batin Daniel, geli hatinya melihat Udin yang mesam-mesam. "Aku ingin bicara dengan kau!" katanya tegas.
Udin semakin tersipu malu, ia menoleh pada Ayang sambil menutup mulut dengan satu tangan.
"Aku tunggu kau di luar!" Daniel pun berlalu dari ruangan itu.
Udin ikut berdiri. "Aya, aku keluar sebentar ya."
Ayang mengangguk.
"Pipi mau kemalna?" tanya Azura. Udin yang baru melangkah berhenti.
"Papi keluar sebentar, Kakak, Azam, Adik, tunggu di sini sama Bunda ya? Papi hanya sebentar."
Tanpa menunggu jawaban anak-anak Udin berlalu dari ruangan itu.
Di luar, wajah Udin masih saja mesam-mesem melihat Daniel.
Anak buah Daniel yang melihat itu tak dapat menyembunyikan tawa. Apalagi setelah gosib tentang Daniel memiliki hubungan dengan Udin telah tersebar di kalangan mereka karna kejadian tadi malam.
"Apa yang kalian tertawakan?"
Ruangan itu sunyi mendengar suara bariton Daniel.
"Dan kau!" Tunjuk Daniel tepat mengarah ke wajah Udin. "Berhentilah memasang wajah seperti itu!"
Udin bergelinjak, wajahnya juga berubah cemberut mendengar bentakan Daniel.
"Mau ngapain kamu memanggilku?" tanya Udin jutek, bahkan ia memalingkan wajah dari Daniel.
"Kapan kau akan mengatakan pada anak-anak, kalau aku ini Ayah mereka?"
Udin meliriknDaniel sekilas, lalu kembali berpaling. "Iiih, pelan-pelanlah. Mereka masih kecil, perlu pendekatan. Harusnya kamu itu mendekati mereka dulu. Gak mungkin lansung aku bilang kamu ayah mereka," jawab Udin ketus.
"Bagaimana cara aku mendekati mereka?" tanya Daniel bersungguh-sungguh.
"Ya, mikir sendirilah. Percuma punya wajah, tapi membujuk anak kecil aja gak bisa! Huh!"
Daniel diam menatap para anak buahnya. "Mana Regan? Kenapa dia belum juga datang?"
"Tidak tau Tuan," ucap anak buahnya serempak.
Daniel melepaskan keluhan halus lalu mengeluarkan ponsel dan menelpon orang kepercayaannya itu.
"Kau dimana?"
"Aku tunggu 3 menit dari sekarang."
Setelahnya Daniel kembali memasukkan ponsel ke saku.
"Huh, cuma mendekatkan diri sema anak sendiri aja gak bisa," sinis Udin menggerutu pelan.
"Kau bicara apa tadi?" Daniel menatap tajam pria itu.
"Siapa yang bicara? Aku gak bicara apa-apa!"
Daniel melepaskan keluhan panjang. Andai saja ia tidak membutuhkan pria itu untuk mendekatkan diri ke anak-anaknya, mungkin sekarang sudah di lemparnya pria itu ke tengah laut.
"Kalau kamu mau, ajak saja mereka pergi berlibur. Gitu aja repot!"
Daniel tersenyum tipis mendengar usul.Udin. "Kau benar, kalau begitu katakan pada mereka, setelah sarapan aku akan mengajak mereka berlibur."
"Memangnya kamu mau ajak mereka kemana?"
"Kemanapun yang mereka mau, kalau perlu keliling dunia."
"Hmm, kalau begitu kita ke Bali aja. Sudah lama aku pengen ketempat itu!"
Mata Daniel memicing melihat pria gemulai itu yang begitu bersemangat. "Siapa yang mengajak kau?"
Udin menekuk wajah. "Ya sudah, kamu aja sendiri yang mengajak mereka. Jangan suruh aku," rungut Udin, lalu menghentakkan kakinya hendak pergi.
"Tunggu!"
"Apa lagi?" tanya Udin sewot tanpa berbalik badan ke arah Daniel.
"Ya, kau boleh ikut!"
Wajah Udin lansung berubah, ia berbalik badan menghadap pada Daniel. "Kamu gak bohong kan?" tanyanya meyakinkan.
Daniel bergedik geli melihat pria itu. Kemudian ia menoleh ke arah gerbang yang terbuka, sebuah mobil yang begitu ia kenali masuk ke dalam pekarangan, diikuti motor empat silinder di belakangnya.
Regan turun dari mobil dan bergegas mendekati Daniel.
"Siapa yang menyuruh kau membawa manusia serakah itu ke sini?" tanya Daniel ketika melihat Dani yang baru turun dari motor
Regan menoleh pada Dani. "Maaf Tuan, saya tidak ada membawanya."
"Seret dia keluar!"
Para anak buah Daniel lansung menarik paksa tangan Dani.
"Eh, lu apa-apaan! Gue kesini mau ketemu Adik dan ponakan Gue. Lu gak berhak melarang gue bertemu mereka! Ay....! Aya...!" teriak Dani keras.
"Sial! Mau manusia serakah itu!" Daniel menoleh ke pintu utama mension, takut jika Ayang dan anak-anak menyaksikan perbuatannya. "Lepaskan dia!" seru Daniel kemudian.
Baru saja tangannya di lepaskan anak buah Daniel, Dani lansung memdekat. "Gue mau ketemu Adik dan ponakan Gue." Setelah mengucapkan itu Dani berjalan tanpa permisi masuk ke dalam mension.
Sementara Udin yang masih berada di sana hanya mesam-mesem melihat Regan yang berdiri tidak jauh darinya. Ketampanan Regan membuatnya berbunga-bunga.
.
.
.
"Ay...! Aya....! Lu dimana?" teriak Dani sembari terus berjalan masuk ke dalam mension.
"Eh, di sini Lu ternyata?" Dani mendekati Ayang yang masih berada di ruang makan.
"Hai, ponakan. Mirip gue banget kalian. Ganteng dan cantik-cantik."
Azkia, Azam dan Azura menatap Dani heran. Masih jelas di ingatan mereka waktu berjumpa Dani sewaktu di Mall.
"Dangan dekat-dekat. Om olang dahat!" Azam menghalangi wajah Dani yang hendak menciumnya.
"Eh, Om ini orang baik. Kalian semua ini keponakan Om. Iya kan Ay?"
Ayang mengangguk ketika Azam, Azkia dan Azura memandang kearahnya. Seberapa pun marahnya Ayang pada saudaranya itu namun ia tidaklah menyimpan dendam.
"Tapi, kemalin Om jahatin Unda.x
"Mana ada Om jahatin Bunda kalian. Om sayang sama Bunda kalian."
"Berhenti kau meracuni otak mereka!" ucap Daniel seraya mendekat.
"Meracuni apa? Ngada-ngada aja Lu. Gua hanya bicara apa adanya," sahut Dani sembari menarik satu kursi di sebelah Azam, lalu duduk di sana. Ia juga mengambil piring ingin ikut sarapan sekali bersama Ayang dan anak-anak.
Daniel menghela nafas panjang, coba mengontrol emosi. Ia tidak ingin ayang dan anak-anaknya takut, jika melihat watak aslinya.
"Unda, Ajam udah kenyang," ucap Azam menolak suapan Ayang.
Dani menoleh pada Ayang. "Dia ngomong apaan Ay?" tanya Dani yang tak mengerti bahasa mereka.
Udin mencebik, lalu bergerak mendekati Azam. "Kalau Azam sudah kenyang, kita main di luar yuk."
"Idih, Papi! Gaya banget Lu banci. Gak ada pantas-pantasnya sama sekali lu di panggil papi. Cocoknya lu di panggil mami." Dani menyela.
"Sewot saja kamu!" dengus Udin kesal sembari menggendong Azam keluar dari ruangan itu.
.
.
.
"Siapa yang mau pergi liburan?" tanya Udin. Saat ini ia, Ayang beserta anak-anak sedang berada di taman yang ada di sekitar mension Daniel.
"Ajam awu! Ajam awu pelgi libul."
"Akak uga awu!"
"Adik uga!"
Azam serta kedua saudaranya yang tengah bermain lansung berlari mendekati Udin.
Udin tersenyum pada Ayang yang memandangnya dengan kening berkerut. "Hehehe...Kasihan mereka kan Ay, selama ini gak pernah pergi liburan," bujuk Udin.
Cukup lama Ayang berpikir sebelum mengangguk.
"Yes!" Udin lansung berdiri dan menggendong Azkia dan Azura. "Ayo, kita siap-siap sekarang, go to Bali." teriak Udin kesenangan.
Ayang menahan pria itu, ia menanyakan apa benar tujuan tempat yang di sebutkannya tadi.
"Aku serius Aya, kita ke Bali. Duh senangnya akhirnya impianku selama ini kesampaian juga. Kamu juga senang kan, Aya?"
Ayang bertambah kebingungan.
"Udah, gak usah banyak mikir. Sebaiknya kita siap-siap sekarang."
.
.
.
"Ayo lah, Ay. Masa kita gak jadi pergi sih? Anak-anak sudah semangat sekali tuh menunggu di mobil," rengek Udin.
Setelah mengetahui Daniel juga ikut berlibur bersama mereka, Ayang mengurungkan niatnya untuk ikut pergi. Mati-matian Udin membujuk, namun Ayang tetap teguh pada pendiriannya.
"Ya sudahlah kalau kamu gak mau."
Ayang menahan tangan Udin yang akan pergi keluar kamar, kemudian menulis sesuatu di kertas. Kak Dini gak marah sama Ayang kan?
Udin menggeleng. "Ya gak lah, ngapain juga aku marah. Aku mau bawa anak-anak masuk dulu, setelah itu aku mau pergi ke salon sebentar. Kamu gak usah khawatir, dia tidak akan berani mengganggumu."
Ayang tahu, Udin kecewa karna tidak jadu pergi ke Bali.
Kak Dini, Ayang mau, pergi ke Bali.
Ayang kembali memperlihatkan tulisannya.
"Kamu serius?" tanya Udin antusias.
Ayang mengangguk sekali.
"Yes! Go to Bali!"
_____
yg ada ayang tambah stres dan membenci danil
lanjut kak/Drool/
hadirkan kebahagiaan untuk ayang
sudah 3 THN kok masih asih Tor...?
Ayahnya Ayang ada sangkut sama si Daniel?
vote untuk mu thor