NovelToon NovelToon
Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dokter Genius / Beda Usia / Roman-Angst Mafia
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Dibesarkan oleh kakeknya yang seorang dokter, Luna tumbuh dengan mimpi besar: menjadi dokter bedah jantung. Namun, hidupnya berubah pada malam hujan deras ketika seorang pria misterius muncul di ambang pintu klinik mereka, terluka parah. Meski pria itu menghilang tanpa jejak, kehadirannya meninggalkan bekas mendalam bagi Luna.

Kehilangan kakeknya karena serangan jantung, membuat Luna memilih untuk tinggal bersama pamannya daripada tinggal bersama ayah kandungnya sendiri yang dingin dan penuh intrik. Dianggap beban oleh ayah dan ibu tirinya, tak ada yang tahu bahwa Luna adalah seorang jenius yang telah mempelajari ilmu medis sejak kecil.

Saat Luna membuktikan dirinya dengan masuk ke universitas kedokteran terbaik, pria misterius itu kembali. Kehadirannya membawa rahasia gelap yang dapat menghancurkan atau menyelamatkan Luna. Dalam dunia penuh pengkhianatan dan mimpi, Luna harus memilih: bertahan dengan kekuatannya sendiri, atau percaya pada pria yang tak pernah ia lupakan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 : Kuah Sop Merah

Clara melangkah maju dengan senyum lebar yang begitu dibuat-buat, mencoba menambah dramanya dengan setiap gerakannya. "Sedang apa kakak di sini? Kakak nggak berpikir untuk sekolah di sini, kan? Ayah pasti nggak akan setuju," tanyanya dengan nada yang benar-benar mengandung kepura-puraan yang menyebalkan.

Jackie, yang tampaknya baru menyadari bahwa Luna ada di sini, melotot dengan ekspresi terkejut, namun segera mengatur wajahnya kembali agar terlihat angkuh. "Kau... Sedang apa di sini?" katanya dengan sedikit kebingungannya yang begitu jelas.

Luna, yang tidak ingin berlarut-larut dalam ketegangan ini, hanya mengangkat bahu dan menjawab dengan nada santai, "Sepanjang yang aku tahu, ini adalah sekolah. Memangnya apa lagi yang kulakukan disini kalau bukan untuk sekolah, kukira murid di Imperial cerdas-cerdas, ternyata ada juga yang bodoh" ujarnya dengan senyum yang dipaksakan agar tidak terdengar sinis.

Clara tersenyum kecut mendengar balasan Luna, rencananya mencoba mengejek dan mempermalukan Luna tidak berjalan dengan baik. "Aku hanya khawatir saja," katanya dengan pura-pura cemas. "Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau sekolah disini? Aku kan bisa membantumu"

Freya, yang melihat situasi ini, hanya mendengus pelan, namun memilih untuk tidak campur tangan. Luna, di sisi lain, sudah tidak sabar untuk mengakhiri pertemuan ini.

"Tenang saja, Clara," jawab Luna sambil memutar matanya. "Aku di sini bukan untuk berdiskusi denganmu, dan aku tidak memiliki kewajiban melapor padamu. Jadi, kalian bisa pergi sekarang."

Clara terlihat sedikit terkejut, seakan Luna mematahkan semua harapan yang telah dia bangun dalam sekejap. Jackie menatap Luna tajam, lalu tanpa kata-kata lagi, mereka berempat berbalik dan pergi meninggalkan Luna dan Freya yang hanya bisa saling pandang.

Luna menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri setelah pertemuan yang sangat tidak diinginkan itu. "Jangan khawatir, Freya. Mereka hanyalah lalat yang tidak penting"

Freya hanya mengangkat bahu. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada yang sedikit bingung, tapi tetap santai.

Luna tersenyum lebar. "Tentu saja aku baik-baik saja"

...****************...

Di kantin, suasana riuh dengan suara obrolan para murid yang sedang menikmati istirahat mereka. Luna dan Freya berjalan menyusuri lorong meja untuk mencari tempat duduk yang kosong. Luna yang masih mengenakan seragam sekolah lamanya yang sederhana, sedikit merasa terasing. Freya, dengan tubuhnya yang agak besar dan langkahnya yang sedikit kikuk, tampak lebih cemas daripada Luna, terutama dengan beberapa pasang mata yang menatap mereka dari berbagai arah.

Di sudut ruang kantin, ada sekelompok murid yang memandang Luna dan Freya dengan tatapan aneh. Beberapa dari mereka bahkan terlihat tertawa kecil, menyorot penampilan Luna yang baru saja menerima seragam baru hari itu. "Lihat, ada babi yang sedang jalan-jalan," bisik salah satu siswi yang sedang duduk tak jauh dari mereka.

Freya menundukkan kepala, mencoba mengabaikan pandangan yang mulai tak nyaman itu. Tapi Luna, yang mulai merasa gelisah dengan ketegangan ini, melangkah lebih cepat menuju meja kosong yang mereka temui. Mereka duduk dan mulai makan, berusaha menikmati makanan sederhana yang tersedia.

Namun, suasana yang semula tenang itu segera terganggu oleh suara langkah sepatu hak tinggi yang terdengar mendekat. Luna mengangkat kepala, dan seketika itu juga, sekelompok siswi yang tampak sangat populer—dengan wajah sok cantik dan gaya yang memamerkan status mereka—mendekati meja mereka.

"Freya, kau rakus sekali" kata salah satu dari mereka, dengan senyum sinis yang menempel di bibirnya. "Tidak heran kalau tubuhmu menggembung seperti babi" Dia melirik Freya dengan nada mengejek.

Freya yang mendengar itu, tampak semakin menundukkan kepalanya. Namun, beberapa siswi lain di kelompok itu mulai melontarkan ejekan lebih lanjut, seolah berlomba untuk menjadi yang paling jahat. "Kalau kau seperti ini terus, tidak akan ada yang mau berteman denganmu" kata salah seorang dari mereka dengan suara yang semakin keras.

Luna, yang selama ini berusaha untuk sabar, kini tak bisa lagi menahan amarahnya. Dengan tangan yang sedikit gemetar karena kesal, dia menatap salah satu siswi yang baru saja melontarkan hinaan. "Hahh..." kata Luna, sebelum kemudian tanpa ragu menuangkan kuah sup berwarna merah yang masih hangat ke atas kepala siswi itu. "Mulutmu kotor sekali, aku tidak tahan ingin mencucinya sampai bersih," ujar Luna dengan nada yang tajam, seolah-olah dia sudah lama menunggu kesempatan untuk membalas.

Seluruh kantin menjadi hening sejenak, dengan semua mata tertuju pada kejadian yang baru saja terjadi. Si siswi yang kena kuah sup hanya terdiam, wajahnya berubah pucat seketika. Sementara teman-temannya, yang sebelumnya tampak bangga dengan sikap mereka, hanya bisa tertegun, tidak tahu harus berbuat apa.

Luna berdiri dengan santai, menyeka tangan dengan serbet, sambil memberi pandangan tajam pada siswi yang masih terdiam. "Kalau tidak bisa menjaga mulut, lebih baik diam saja," katanya dengan suara yang cukup keras agar seluruh kantin mendengarnya.

Murid perempuan itu, yang kini wajahnya kotor oleh kuah sup yang tumpah, tampak memerah karena marah. Tak tahan dihina di depan seluruh kantin, ia melangkah maju dengan tangan terangkat, siap mencakar Luna. Namun, dengan gerakan yang begitu cepat dan sigap, Luna menghalangi tangannya. Dalam sekejap, Luna menahan tangan gadis itu dan mendorongnya ke dinding dengan kekuatan yang mengejutkan.

Murid perempuan itu terkejut, tubuhnya tersentak ke belakang dan terjepit antara dinding dan tubuh Luna yang kini menekan kuat. Wajahnya berubah pucat, ketakutan begitu Luna menatapnya dengan mata yang menyala tajam. Suasana di kantin yang sebelumnya riuh, kini hening seketika, seolah-olah semuanya menahan napas.

Luna menatap mata gadis itu dengan tatapan dingin, lalu berbicara dengan suara rendah namun tajam, "Kau tahu apa yang paling tidak aku suka di dunia ini?" Luna mengatur napasnya, memastikan setiap kata keluar dengan penekanan yang jelas, "Diganggu saat aku sedang makan. Dan kau baru saja menggangguku."

Gadis itu meronta, mencoba melepaskan diri, tapi tubuhnya seperti terjebak dalam cengkeraman Luna yang begitu kuat. Luna tak memberi kesempatan untuk melawan. Suasana semakin mencekam, dengan murid-murid lain hanya menonton, tak berani bergerak.

Dengan gerakan yang lancar dan tanpa ampun, Luna akhirnya menghempaskan tubuh gadis itu ke lantai. Suara benturan yang keras mengisi ruang kantin, membuat semua orang terdiam seketika. Gadis itu terbaring di lantai, tampak bingung dan kaget, wajahnya yang pucat makin memucat.

Luna berdiri dengan tenang, meluruskan punggungnya, dan melangkah mendekat ke gadis yang masih tergeletak di lantai. "Kau tahu," kata Luna dengan suara yang jauh lebih keras, "Orang terakhir yang menggangguku saat makan, sekarang masih di rumah sakit karena patah tulang. Kau mau seperti itu?"

Gadis itu hanya bisa menatap Luna dengan mata terbelalak, tubuhnya gemetaran ketakutan. Hening yang tercipta di kantin menjadi mencekam, namun Luna tetap berdiri tegak, tidak menunjukkan rasa menyesal sedikit pun.

Luna kemudian berbalik, dengan langkah yang santai dan kepala tegak, ia kembali duduk di tempatnya, melanjutkan makanannya yang sempat tertunda. Freya, yang terkejut dengan kejadian tersebut, hanya bisa memandang Luna dengan mata lebar, namun akhirnya ikut duduk kembali, meski masih merasakan ketegangan yang tebal di udara.

Freya menatap Luna dengan mata lebar, sedikit terkejut dengan keberanian Luna. "Wow, kau keren banget, Luna," ucapnya sambil tertawa kecil, meski masih agak canggung.

Luna hanya tersenyum tipis, namun ada kilatan kemenangan di matanya. "Kadang, kamu harus belajar membela diri, Freya. Tidak ada yang bisa menghina kita seenaknya. Kalau ada yang mengganggumu, bilang saja padaku. Aku akan menghajar mereka. Aku tidak suka ada yang mengganggu temanku"

Dengan pandangan yang penuh rasa puas, Luna kembali duduk, menyantap makanannya yang sempat tertunda. Freya pun ikut duduk dan mulai melahap makanannya dengan perasaan sedikit lebih ringan. Begitu juga, sekelompok siswa yang sebelumnya berusaha menjatuhkan mereka, kini memilih untuk diam, tidak berani lagi mengganggu.

...****************...

1
dheey
bagussss luna!!!
Ratna Fika Ajah
Luar biasa
Nurwana
mo tanya thor... emang umur Luna dan Lucius berapa???
Seraphine: Perbedaan usia 8 tahun
Jadi waktu Luna masih SMA dia 18 tahun.
dan si Lucius ini ngempet dulu buat deketin Luna sampai si Luna lulus jadi dokter dulu, karena bab2 awal dia masih abege 🤣✌️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!