Biasanya, perceraian dilakukan antara dua orang atas kesadaran masing-masing diantaranya.
Retaknya rumah tangga, hubungan yang sudah tidak harmonis lagi, dan perihal pelik sebagainya.
Namun berbeda yang dirasakan seorang model sekaligus Aktris cantik yang benama Rania. Tepat satu tahun di hari pernikahanya, Rania mendapat kejutan perceraian yang di lakukan suaminya~Pandu.
Tanpa memberi tahu Rania, Pandu langsung saja membuat konferensi pers terhadap wartawan, bahwa Rania adalah sosok wanita yang begitu gila karir, bahkan tidak ingin memiliki seorang anak pada wanita umumnya.
Rania yang saat itu tengah melakukan pemotretan di Amerika, tidak pernah tahu menahu, bahwa suami yang begitu dia cintai menceraikannya secara hina. Rania sendiri sadar, saat melihat berita dari televisi internasional.
Dan setelah kedatangn Rania ke tanah air. Dia baru tahu, jika gugatan cerai yang dia terima, semata-mata hanya untuk menutupi perselingkuhan Pandu dengan sahabatnya sesama model~Laura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25~PPH
"Kenapa kamu menyudutkan Ayah seperti itu, Bigson! Putramu itu yang sudah gila sama Laura, sehingga tidak memikirkan konsekuensinya terlebih dulu. Dan asal kamu tahu ... Pandu menceraikan istrinya dulu, disaat Rania masih syuting di Los Angeles! Putramu itu sudah menggoncangkan dunia dengan sikap lancangnya beberapa kali!"
Huh!
Tuan Mohan mendesah dalam. Pikiranya benar-benar kacau karena tingkah cucu semata wayangnya saat ini.
Sebelum tuan Bigson melenggang keluar, dia sempat menghentikan langkahnya terlebih dulu. Kali ini ucapan sang Ayah akan dia pertimbangkan, karena cukup masuk diakalnya.
"Sering-seringlah menemui Pandu, Bigson! Ajaklah putramu bercengkrama sejenak. Mungkin sekarang dia merasa terpukul, akibat penolakan beberapa perusahaan yang menjalin kerja sama dengannya."
Setelah itu, tuan Bigson langsung meneruskan langkahnya kembali. Dia mengedarkan pandangan untuk mencari sosok istri serta putranya.
"Ibu ... Verell tidak suka dirumah ini! Disini bukan tempat bermain Verell," kalimat itu mungkin terdengar biasa bagi sebagian orang. Namun bagi Verell, dia merasa tertekan setiap kali Ayahnya mengajak dia kerumah sang Kakek.
Ratih mengusap sayang surai hitam putranya. Sejujurnya, diapun tidak begitu nyaman berada di kediaman sang mertua. Namun demi menghargai ajakan tuan Bigson, maka rasa itu dia kesampingkan. Biar bagaimanapun, Ratih hanya ingin semuanya terlihat baik-baik saja.
"Sayang ... Kita tunggu Ayah sebentar ya! Ayah sedang ada urusan dengan Kakek-"
"Tapi dia bukan Kakek Verell, Ibu!" bantah Verell menyela ucapan ibunya.
Hustt!
"Tidak boleh berkata seperti itu, sayang! Dia tetap Kakek Verell dan mas Pandu!"
Verell kali ini langsung turun dari duduknya. Dia menatap Ratih dengan tatapan tidak terima.
"Tapi mas Pandu sebelumnya tidak pernah menyapaku, Ibu! Dia bahkan tidak pernah menganggap Ibu ada!" bantah Verell melekatkan pandanganya.
Tuan Bigson yang sejak tadi menyimak obrolan Ibu dan anak itu, kini langsung keluar dari balik tembok. Pria itu berjalan mendekat sambil menyungging senyum nanar. Dia merasa gagal sebagai Ayah, sehingga membuat putra kandungnya begitu asing dengan dirinya, dan juga keluarga barunya.
"Ayah sudah selesai?"
Verell yang menyadari kedatangan tuan Bigson, sontak saja langsung berlari menghampirinya.
"Sudah! Ayo kita pulang!" jawab tuan Bigson seraya mengangkat tubuh putra tirinya.
Ratih bangkit dari duduknya. Wanita cantik itu tersenyum hangat menatap suaminya, dan segera berjalan keluar bersama.
Dan bertepatan itu, mobil mewah milik Pandu baru saja masuk kedalam gerbang rumah sang Kakek. Tuah Bigson yang masih menggendong, serta menggenggam tangan istrinya, sempat menghentikan langkahnya saat mobil itu berhenti, disebrang mobil miliknya.
Dari dalam, dada Pandu bergemuruh hebat melihat keharmonisan keluarga baru Ayahnya. Kedua matanya nyalang terhunus kedepan, serta kedua tangan yang saat ini mencengkram kuat setir mobil. Demi apa, hati Pandu benar-benar terasa sakit.
Dia sejak kecil tidak pernah mendapat perlakuan manis seperti adik tirinya kini. Tuan Bigson dan nyonya Ester, mereka selalu sibuk mengurus bisnis, hingga tidak pernah memiliki waktu hanya sekedar mengajaknya jalan-jalan.
Melihat itu, tuan Bigson lantas segera menurunkan putranya. Dia sedikit berlari saat mobil Pandu perlahan mundur ingin keluar.
"Pandu ...."
"Dengarkan Papah! Kita harus bicara sebentar!"
Tok! Tok!
"Pandu ...."
Suara tuan Bigson hanya mengambang, karena mobil Pandu berhasil pergi kembali.
Tanpa terasa, kedua mata Pandu memanas hingga air matanya berjatuhan luruh melewati rahang tegasnya. Dia semakin mengencangkan kendali mobilnya, dengan arah tujuan yang tak jelas.
"Kita kejar saja, Mas!"
Tuan Bigson menggeleng lemah, "Jikapun kita kejar, kita tidak akan tahu kemana perginya! Anak itu mengendarai mobilnya sangat cepat!" setelah itu, tuan Bigson mengajak anak istrinya untuk masuk mobil kembali.
Entah bagaimana nantinya, yang jelas dia akan memulangkan terlebih dahulu Ratih, beserta putranya.
.
.
Pandu menghentikan mobilnya, di sebuah taman pemakaman milik keluarga besar sang Mamah.
Disana, Pandu meluruhkan tubuhnya di sebuah pusara dengan bertulisan~Ny. Ester Dasio.
Tangisan mantan suami Rania itu luruh, hingga dadanya kembali terasa sesak.
"Kenapa Mamah meninggalkanku lebih dulu! Pandu sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi ...."
"Mamah tau ... Aku lelah, lelah sekali ... Kenapa Mamah tidak mengajaku saja!" Pandu berteriak mengeluarkan semua unek-unek dalam pikiranya, yang akhir ini membuat mentalnya sedikit terganggu.
Nyonya Ester meninggal akibat sakit, setelah dia tahu tuan Bigson menggugatnya secara sepihak. Dan disaat hari itu, Pandu sudah berencana mengenalkan Rania kepadanya. Namun takdir berkata lain. Nyonya Ester menghembuskan nafas untuk selama-lamanya, disaat Pandu sedang dalam perjalanan bersama Rania kerumah sakit.
Dan masih teringat jelas dalam ingatan Pandu, bagaimana Rania juga merasa kehilangan disaat menemani dirinya mengantarkan sang Ibu ke peristirahatan yang terakhir.
.
.
.
Setelah mengantarkan pulang istri serta putranya, tuan Bigson langsung melanjutkan perjalananya kembali untuk mencari keberadaan sang putra.
"Aku tidak yakin, jika Pandu kembali pulang! Kemana perginya?"
Setelah mengingat-ingat, hanya ada satu tempat yang biasanya didatangi oleh sang putra setiap kali Pandu merasa sendiri.
Mobil tuan Bigson berputar arah, dan langsung menuju tempat yang dia yakini ada putra disana.
Dan benar saja, setelah mobil tuan Bigson berhenti di pemakaman keluarga mantan istrinya. Disitu juga ada mobil sang putra, yang berarti Pandu ada didalamnya.
Setelah puas menumpahkan semuanya kepada sang ibu. Kini Pandu duduk sendiri, termenung diatas bangku bewarna putih, disisi depan pemakaman.
"Kamu tidak dapat lari dari masalahmu seperti ini, Pandu!"
Suata itu tidak asing lagi. Perlahan Pandu mengangkat pandanganya. Dia dapat melihat sang Papah disana, yang sudah berdiri tegap disebrang tempatnya.
"Untuk apa Papah kesini? Aku tidak membutuhkan siapapun!" ucap Pandu setelah dia menatap sengit Papahnya.
Tuan Bigson perlahan mendekat. Dia menjatuhkan tubuhnya dibangku sebelah sang putra.
"Maafkan Papah, jika kamu merasa sendiri! Sekarang, kamu bukan lagi anak kecil! Papah juga tahu, skandal apa yang kamu buat dengan Laura. Keluarganya datang kerumah Eyang, meminta pertanggung jawabanmu! Papah masih tidak menyangka, bagaimana dulu kamu bersikap kegabah seperti itu. Jika pada akhirnya kamu juga yang menceraikan Rania, lantas, untuk apa kamu dulu menikahinya?" ujar tuan Bigson, yang kini memposisikan dirinya sebagai sahabat untuk sang putra.
Pandu masih menatap lurus kedepan. Kedua matanya menyirat kebencian yang sudah mengakar disana.
"Untuk apa Papah peduli dengan masalahku? Jika sebelumnya, Papah tidak ingin tahu apapun tentang hidupku!"
Bantahan Pandu membuat dada tuan Bigson terasa teriris perih. Bukanya dia tidak peduli dengan putranya, tapi dulu dia tidak memiliki apapun setelah memutuskan keluar dari rumah Ayahnya~taun Mohan.
"Kamu sudah dewasa Pandu! Papah harap, kamu dapat memilih keputusan yang benar untuk hidupmu! Papah rela kehilangan semuanya, namun hidup Papah dapat tenang tanpa kendali lagi dari Eyangmu-"
"Termasuk Papah bahagia dapat berpisah dari Mamah? Dan asal Papah tahu, Mamah merenggang nyawa setelah menerima gugatan perceraian dari Papah! Dan aku paling benci hal itu," papar Pandu melirik sinis Ayahnya.
"Tapi kenapa kamu melakukan itu pada Rania, Pandu? Jika Mamahmu saja merasa sakit, kenapa kamu bisa menyakiti orang yang kamu cintai?"
Pandu tersenyum kecut.
"Agar semua orang bangga, saat melihat aku mengikuti jejak Papah!" setelah mengatakan itu, Pandu menatap tuan Bigson untuk melihat bagaimana reaksi Ayahnya saat ini. "Papah juga bangga bukan, melihat putramu ini melakukan hal yang sama sepertimu-"
Tuan Bigson menyunggar kasar kepalanya. Dia benar-benar tidak mengerti sikap lancangnya dulu, menjadikan bumerang untuk hidup orang lain.
"Tapi yang kamu lakukan membuat Rania sakit hati, Pandu!" sahut tuan Bigson merasa tidak terima.
"Impas bukan!"
Setelah itu, Pandu langsung bangkit dari duduknya. Dia berjalan perlahan meninggalkan sang ayah sendiri.
"Kamu benar-benar keterlaluan, Pandu! Sekarang ikut Ayah," tuan Bigson mencengkram bahu putranya, "Bertanggung jawablah kepada Laura, atas sikap bejad kalian!"
Pandu menoleh, dan langsung menghempaskan tangan ayahnya. Pria itu tersenyum sengit, sambil berkata. "Aku akan menikahi Laura! Namun Papah harus perlu tahu satu hal ... Hidup Laura akan jauh menderita dari hidup Rania dulu! Apa yang Mamah rasakan dulu, harus dirasakan setiap wanita yang menjadi pasanganku!"
Setelah mengatakan itu, Pandu langsung melenggang pergi.
Tuan Bigson memejamkan mata dalam-dalam. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap gila putranya. Dan ternyata, selama ini Pandu menyimpan dendam begitu dalam kepada sang Ayah.
.
.
.
Sore harinya di Banyumanik.
Raden yang baru saja keluar rumah tanpa membawa motor, membuat sang kakak 'Dimas mengernyit. Karena tidak biasanya adiknya itu berjalan keluar rumah tanpa motornya.
"Arep nang ngendi?" tegur Dimas yang baru saja keluar.
"Beli rokok saja, Mas!" sambung Raden yang sudah keluar menapaki jalanan aspal.
Dimas hanya mengangguk. Dia langsung menaiki sepeda motornya, karena sore ini dia akan pulang kerumah pribadinya. Namun sebelum itu, Dimas berencana mampir terlebih dulu kerumah Nek Fatonah, untuk memberitahu Rania tentang ruko yang mereka bicarakan tadi pagi.
"Assalamualaikum ...."
"Walaikumsalam ...." nek Fatonah tersenyum, saat mendapati Raden sudah ada didepan rumahnya. "Ada apa, Den?"
"Mbah, Rania ada dirumah? Ada yang pingin tak bicarakan sama Rania!" ujar Raden mengedarkan pandangan.
"Oh ... Ayo masuk! Rania lagi mandi. Tunggu didalam wae, Den!"
Raden masuk kedalam saat nek Fatonah mempersilahkan tamunya.
Dan hal itu tidak luput dari pandangan Dimas. Pria berusia 38 tahun itu menghentikan motornya mendadak, saat melihat adiknya masuk kedalam rumah nek Fatonah.
'Mau ngapain Raden disana?'
Bersambung~
semangat ya tor🌹🌹
awal baca suka ceritanya 😍
ra dong aku !!!