"Kau yang memulai kan Xander? Maka jangan salahkan aku jika aku lebih gila darimu!" tekad seorang wanita bernama Arabelle Weister.
Bagaimana tidak karena sang suami tercinta ternyata sudah berselingkuh di belakangnya. Diapun menyewa seorang pria untuk membalaskan dendamnya, tetapi siapa sangka ternyata pria itu membawanya pada sebuah kebenaran dan cinta yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeNickname, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
Karena Arabelle yang sudah mulai memberontak, Xander pun bergerak cepat untuk menutup pergerakan wanita itu.
Pagi ini dia mengerahkan para pengawal bayaran untuk menjaga seluruh bagian mansion bahkan sampai ke depan pintu kamar Arabelle. Dan lebih parahnya lagi Xander mencoba untuk mendobrak pintu kamar disaat Arabelle masih terlelap.
Dia menyita ponsel Arabelle dan juga mencabut sambungan telepon rumah supaya Arabelle tidak bisa menghubungi siapa-siapa.
Arabelle begitu marah karena sekarang dia terkurung di mansionnya sendiri. Dugaannya semakin kuat saja kalau sebenarnya Xander memang mempunyai maksud lain apalagi sebelumnya Zio bilang Xander hanya mengincar dirinya.
Ah Zio, kemana pria itu menghilang? Sejak semalam Arabelle mencoba menghubunginya kembali tetapi ponselnya menjadi tidak aktif. Dan sekarang Arabelle tidak bisa apa-apa.
Terbesit sebuah pikiran kalau Zio juga sama disekap seperti dirinya. Saat ini tidak ada siapa-siapa yang bisa dia mintai pertolongan selain Sean.
"Aku harus keluar dari tempat ini!" tekadnya.
Kamar yang Arabelle tempati berada di lantai dua, karena dia menempati salah satu kamar tamu supaya tidak tidur satu kamar bersama Xander. Arabelle mulai menimang-nimang rencana untuk kabur, aneh bukan? Arabelle harus kabur dari tempatnya sendiri.
Sepertinya dia akan menggunakan gerbang belakang mansion.
Saat Arabelle menyusun rencana tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dari luar. Xander nampak berjalan dengan santai ke arahnya dengan senampan makanan di tangannya.
"Ara.."
"Jangan pernah menyebut namaku lagi!" murka Arabelle dengan tatapan sengit.
Tanpa rasa berdosa Xander meletakan nampan diatas meja dan berjalan mendekati istrinya, "Kemana tatapan penuh cintamu itu hm?"
"Keluar!" usir Arabelle.
"Kalau aku tidak mau bagaimana? Bukankah wajar suami istri berada di satu kamar bersama-sama?"
"Cih." Arabelle berdecih jijik, "Sebenarnya apa yang kau inginkan Xander?"
"Aku hanya ingin kau dan aku alias kita itu baik-baik saja, sesederhana itu, Sayang."
"Bermimpilah karena sampai kapanpun aku tidak sudi bersama-sama denganmu lagi!"
"Baiklah, kalau begitu diam disini dan renungi kesalahanmu. Kuharap kau segera menyadarinya, Sayang. Karena aku sudah berbaik hati untuk memaafkanmu dan menjauhkan peliharaanmu itu!"
Mendengar itu kedua bola mata Arabelle membulat sempurna, "Apa yang kau lakukan padanya brengsek??"
"Kau marah, Sayang? Kenapa? Dia tak lebih dari budak nafsumu kan?"
"Sedikit saja kau menyentuhnya aku tidak akan mengampunimu!"
"Bisa apa kau sekarang Ara? Lihatlah, kau terkurung." ejek Xander.
"Kalau begitu makanlah, pasti tenagamu terkuras habis karena sudah marah-marah pada suamimu ini."
Xander pun keluar, Arabelle mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Dia sangat ingin memukuli wajah suaminya itu, tetapi untuk saat ini dia tidak bisa bertindak gegabah. Arabelle belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Dia hanya bisa berharap semoga Zio baik-baik saja, lalu dia datang menyelamatkannya bagaikan seorang superhero. Bukankah semalam dia sudah berjanji? Apa boleh Arabelle mengharapkan janji itu? Janji seorang gigolo yang harus ditukar dengan uang. Arabelle tersenyum kecut.
...---...
Sementara di tempat lain terlihat seorang pria terikat di atas kursi. Kedua tangan dan kakinya diborgol supaya tidak kabur. Pria itu tidak sadarkan diri, ada beberapa luka lebam di wajahnya seperti habis berkelahi.
Dan di hadapannya ada seorang pria tampan bermata tajam dengan aura yang menyeramkan, sedang menanti sang tawanan terbangun dari pingsannya.
Matanya menantap setiap inci tubuh tawanannya mulai dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Ada satu tarikan bibir yang membuat wajah tampannya terlihat lebih macho.
"Engggh.." erangnya mulai sadar.
PROK PROK PROK
Pria tampan itu bertepuk tangan, "Selamat datang Tuan Zionathan!" sambutnya dengan nada mengejek.
Benar, pria yang sedang ditawan itu adalah Zio.
Zio mengangkat wajahnya, meskipun kesadarannya belum pulih dan seluruh tubuhnya terasa sakit tetapi keterkejutannya lebih mendominasi.
Matanya memicing, giginya bergemelatuk sementara urat-urat lehernya mulai timbul. Pertanda Zio tengah dilanda emosi.
Pandangan keduanya bertemu di satu garis lurus, kedua bola mata yang memiliki warna yang sama.
"Kenapa aku dibawa kemari?" ucap Zio dengan lantangnya.
"Kupikir kau sudah tahu alasannya."
"Jangan mempermainkanku. Sekarang lepaskan aku dan biarkan aku pergi!"
"Untuk apa pergi? Apa pekerjaan barumu itu menyenangkan?"
Zio tidak habis pikir ternyata selama ini dia masih saja diawasi, "Sebenarnya apa yang kau inginkan, Dad?"