Dena baru saja selesai menamatkan novel romance yang menurutnya memiliki alur yang menarik.
Menceritakan perjalanan cinta Ragas dan Viena yang penuh rintangan, dan mendapatkan gangguan kecil dari rival Ragas yang bernama Ghariel.
Sebenarnya Dena cukup kasihan dengan antagonist itu, Ghariel seorang bos mafia besar, namun tumbuh tanpa peran orang tua dan latar belakang kelam, khas antagonist pada umumnya. Tapi, karena perannya jahat, Dena jelas mendukung pasangan pemeran utama.
Tapi, apa jadinya jika Dena mengetahui sekelam apa kehidupan yang dimiliki Ghariel?
Karena saat terbangun di pagi hari, ia malah berada di tubuh wanita cantik yang telah memiliki anak dan suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Bertemu tanpa di sengaja
...****************...
Pagi hari yang cerah ini, Araya sudah rapi dengan pakaian casualnya. Selesai sarapan, kini Bi Laksmi tengah menggantikan perban di kepalanya.
Bersyukurnya perbannya tidak lagi di pasang melingkari kepalanya, hanya di beri perban sepetak di bagian yang luka saja.
“Selesai, Nyonya.”
Araya memperhatikan perbannya dari cermin, setidaknya kini tidak terlihat seperti tengah sakit parah.
“Terima kasih, Bi.”
“Sama-sama Nyonya.” Bi Laksmi menjawab dengan senyum tipis.
Ia ikut senang mengetahui pagi ini Araya akan ikut mengantar Ghariel ke sekolahnya.
“Sudah hampir setengah delapan ya? Kalau gitu aku pergi dulu Bi.” Ujar Araya melirik jam tangannya.
Sekolah Ghariel masuk pukul delapan, jarak dari mansion ke sekolahnya memakan waktu kurang lebih 30 menit.
Karena lelah menuruni tangga walau hanya satu lantai, Araya menggunakan lift untuk turun.
Ting!
Ck, shiballl. Batin Araya mengumpat.
Sayangnya saat pintu lift terbuka, ada sosok tampan yang sangat tidak ingin ia temui. Sosok yang sayangnya adalah suaminya itu.
Mereka bertatapan beberapa detik, sebelum Araya mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia memilih membiarkan Gevan turun lebih dulu daripada mereka berduaan di dalam sana.
“Bastian akan pergi tepat pukul tujuh tiga puluh.” Suara datar dari dalam lift itu seolah mengetahui ke mana tujuan Araya.
Dengan kesal, Araya tetap masuk ke dalam. Itu hanya dua menit lagi, dan Bastian juga tidak akan menunggunya karena ia tidak mengatakan akan ikut pagi ini.
Kira-kira dari mana orang ini tahu? Batin Araya, tapi ia mengabaikan.
“Cukup tidak menyangka, orang yang paling ingin membunuh anaknya sendiri kini malah berlagak peduli,” Ucapan yang terkesan mengejek tak membuat Araya menatapnya.
Ting!
Lift tiba di lantai satu, Araya melirik laki-laki itu sekilas, “Dari pada orang yang tidak peduli sama sekali?!” Balasnya tak santai.
Setelahnya ia bergegas menuju ruang makan, pasti Ghariel masih di sana sekarang.
Berbeda dengan Gevan yang sedikit menarik sudut bibirnya, benar-benar sedikit hingga nyaris tak terlihat.
***
“Ghariel....”
Araya menghampiri Ghariel yang meminum susunya untuk mengakhiri sarapan itu. Ia terlihat masih takut-takut untuk menatap Araya.
“Kamu mau pergi sekolah, kan? Di mana Bastian?” Tanya Araya mendapati Ghariel hanya sendiri di sini.
“Saya di sini, Nyonya.” Sahut Bastian yang baru datang dari belakang.
“Mulai hari ini aku akan ikut untuk mengantar dan menjemput Ghariel setiap hari,” Araya memberikan pernyataan pada dua laki-laki berbeda usia itu.
Keduanya benar-benar muka tembok, tak ada yang menanggapinya.
“Ghariel sudah selesai makan, kan? Ayo kita pergi, sayang.”
Ghariel turun dari kursi makan dan menyandang tas nya.
“Emm, Mama boleh menggenggam tangan kamu?” Izin Araya.
Awalnya Ghariel diam, setelahnya mengangguk kecil yang membuat Araya menampilkan senyuman lebarnya.
Keduanya beriringan menuju pintu keluar mansion, dengan diikuti Bastian di belakangnya.
***
“Belajar yang rajin ya, nanti pulang tunggu mama jemput.” Ujar Araya setelah mereka tiba di sekolah Ghariel.
Ia merasa bangga pada anak itu, padahal Ghariel belum memaafkannya. Tapi anak itu tak bertindak kurang ajar, malah mau mencium tangannya sebelum keluar dari mobil tadi.
Masih tak terlihat bagi Araya bagaimana anak se menggemaskan itu akan menjadi antagonist di masa depan nanti.
Saat Bastian kembali melajukan mobil, Araya bertanya, “Kamu ada kesibukan setelah ini?”
“Tidak, Nyonya.” Apapun kesibukannya tentu harus disingkirkan untuk melayani majikannya ini lebih dulu.
“Berhenti di salah satu cafe terdekat, temani aku minum kopi sebentar.” Ujar Araya, ia cukup sulit untuk berbicara formal sebenarnya.
“Baik, Nyonya.”
***
Sesampainya di rumah, yang Araya lakukan hanya berbaring santai di kamarnya. Tidak ada yang menarik bagi kehidupan pengangguran sepertinya.
Apalagi ia ini Nyonya besar, apa pun sudah ada yang menyiapkan. Setidaknya itu satu hal yang dapat Araya syukuri di sini.
Tadinya ia ingin bertanya-tanya tentang Ghariel pada Bastian, tapi ia tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Bastian hanya menjawab dengan umum, seperti
“Tuan muda beberapa kali murung jika Anda memarahinya. Tapi itu hanya berlangsung sebentar. Ia anak yang baik, tidak pernah membuat masalah di sekolahnya. Ia tidak pilih-pilih makanan, sikapnya juga santun, dan bla bla bla...”
Araya tahu anaknya memang baik, tapi sepertinya Bastian pun tidak mengenalnya dengan dekat. Sehingga tidak dapat membantunya untuk melakukan pendekatan dengan Ghariel.
Araya berguling-guling bosan. Di ponselnya pun tidak ada yang menarik. Chat teratas hanya dengan keluarganya, adik dan ibu nya.
Sebenarnya Araya ini bisa di bilang yatim piatu, ayah dan ibu kandungnya telah tiada. Ia memiliki satu adik tiri dan ibu tiri, yang jika Araya lihat dari chat mereka sepertinya cukup dekat.
Tapi, jika di perhatikan lebih jauh, mereka seperti hanya memanfaatkan Araya. Bukan tanpa sebab, mereka memang sering bertanya kabar, tapi pada akhirnya akan meminta uang.
Tapi entahlah, dari ingatan Araya ia menyayangi ibu dan adiknya ini.
Ting..
Sebuah pesan masuk di ponselnya, Araya langsung membuka kembali aplikasi chatting itu.
...Romeo...
| Kamu masih marah?
Araya langsung mengubah posisinya menjadi duduk sempurna mendapati pesan itu, belum ia baca.
“Romeo? Romeonya Juliet kah?”.
Ting!
Kontak yang sama kembali mengiriminya pesan. Araya mengetuk chat itu untuk membacanya.
...Romeo...
| Kamu masih marah?
| Ar, aku bener-bener minta maaf
| Udah seminggu kamu diemin aku, maafin aku sayang
| Kita ketemuan ya?
“Wow..” Lagi-lagi Araya menemukan kejutan di kelakuan pemilik tubuh ini.
...****************...
tbc.
semangat ya buat ceritanya Thor 💪😊👍