NovelToon NovelToon
Belenggu Cinta Suami Posesif

Belenggu Cinta Suami Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Erma Sulistia Ningsih Damopolii

Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.

Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.

Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.

Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.

“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza

“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 18 Iva dan Perasaannya

“Kenapa pak Bara mencekal tangan Launa seperti itu?” Batin Iva sembari terus memantau pergerakkan Launa dan Bara.

Iva pun terus memantau hingga tak lama kemudian matanya membulat kala Bara merengkuh Launa dari belakang.

Hatinya sakit bukan main, Iva sampai meremas dadanya menahan kecemburuan yang menerpa. Nafasnya bahkan tersengal-sengal, apa yang dia takutkan sepertinya akan terjadi. Cara Bara menatap Launa bagai tatapan pria yang jatuh cinta pada wanitanya.

Apa mungkin sentuhan cinta yang Launa berikan semalam membuat Bara terlena hingga terperosok jauh ke dalam pesona saudaranya itu.

Iva terus meratapi kesedihan hingga tanpa sadar lamunannya buyar saat Launa menepuk pelan pundaknya. Melihat kedatangan Launa, Iva menyamarkan air matanya agar tidak terlihat terlalu menyedihkan.

Sayangnya, Launa tidak bisa dibohongi. Sembabnya mata Iva mengundang curiga di benak Launa hingga menimbulkan tanya.

“Iva? Kenapa kamu menangis?” Tanya Launa berhasil membuat Iva gelagapan.

“Tidak, mataku hanya kelilipan saja.”

“Tapi itu seperti menangis.”

Gleg

Nyatanya Launa tidak mudah dikecoh, Iva pun menyeka air matanya lalu kemudian menjawab.

“Tadi, sewaktu aku menunggu kamu, aku buka galeri dan lihat kenangan aku bersama mama dan papaku. Jadinya aku menangis karena terlalu merindukan mereka.”

“Iva…” Launa segera merengkuh wanita itu demi memberi suntikan energi untuknya. “Kamu jangan sedih-sedih begitu, kan sudah ada bunda sama ayah. Mereka juga menyayangi kamu selayaknya sayangnya mereka ke aku. Jangan sungkan Iva, kamu tidak sendirian. Suatu saat, ayah dan bunda akan mendampingi kamu menikah dan ayah yang jadi wali nikah kamu. Begitu pun saat kamu lahiran, mereka pasti akan merawatmu sepenuh hati. Jadi jangan sungkan.” Lirih Launa seraya mengelus lembut punggung Iva.

Iva pun tertegun mendengar kalimat terakhir yang Launa lontarkan. “Menikah? Apa mungkin aku akan menikah dan punya anak seperti yang Launa katakan? Aku memang ingin menikah, tapi itu dengan pria yang sudah menodaimu Launa.” Batin Iva menatap sendu wajah ayu Launa.

“Sudah jangan sedih-sedih lagi, yuk kita pulang. Hari ini, kamu nginap di rumah bunda dan ayah ya.” Bujuk Launa yang hanya Iva tanggapi dengan anggukkan.

****

“Lau? Pak Bara kemana?” Tanya Iva begitu mereka sudah sampai di depan playground.

“Sudah aku usir.” Jawab Launa singkat hingga Iva mengerinyitkan dahi.

“Usir? Kamu berani usir pak Bara?”

“Iya lah, sejak kapan aku takut sama orang yang jelas-jelas salah. Meskipun dia punya kuasa, tapi itu tidak jadi patokan untukku memaklumi kesalahannya.” Jawab Launa yang masih terbayang betapa kekeuhnya Bara ingin mengatarnya pulang tadi.

“Untung dia menerima telepon dari adiknya, jadi dia langsung pulang karena yang aku dengar adiknya kecelakaan.”

“Apa? Kecelakaan?” Tanya Iva terlonjak mendengar kabar dari Launa.

Seketika, rasa ingin bersimpati menguar begitu saja dari dalam hati Iva. Yang celaka adalah adik Bara, calon adik iparnya, jadi Iva ingin menjenguknya. Karena yang Iva tahu, mereka sudah tidak punya orang tua, kasihan andai mereka harus menghadapinya sendirian. Terlebih Bara adalah orang yang sibuk, dan mereka tidak punya saudara perempuan yang lainnya lagi, jadi Iva ingin membantu Bara menjaga Jovita layaknya saudara kandung.

“Ehmm, Lau..”panggil Iva yang tiba-tiba menghentikan langkah begitu mereka sudah hampir sampai di mobil.

“Ada apa Va?”

“Aku pamit ke kantor dulu ya. Pak Bara tiba-tiba kirim pesan, katanya dia butuh bantuanku untuk menghandel pekerjaannya selama dia di rumah sakit.” Ucap Iva mengungkapkan alasannya. Dia tidak berani jujur andai megaku harus ke rumah sakit menjenguk Jovita, takutnya Launa curiga dan justru berpikir yang tidak-tidak.

Nyatanya, alih-alih harus mengerti, Launa justru memutar bola mata mendengar penuturan Iva.

“Orang itu kayaknya harus dikasih pelajaran ya. Ini kan sudah bukan jam kerja lagi, kenapa dia malah nyuruh-nyuruh kamu kayak gitu. Jangan mau diperbudak Va, sekali-sekali kamu harus protes.” Hasut Launa sekaligus tak suka saudaranya diperlakukan sesuka hati begitu.

“Nggak apa-apa Lau, aku ikhlas kok bantu pak Bara. Mending kamu pulang aja, nanti begitu selesai, aku akan pulang ke rumah.”

“Benar ya.”

“Iya.” Jawab Iva lalu kemudian Launa pun berlalu usai mengusap lembut lengan Iva.

Selepas kepergian Launa, Iva menarik napas dalam. Untung Launa tidak curiga, akhirnya dengan langkah pasti Iva menyetop taksi dan meminta diantar ke rumah sakit milik keluarga Bara, rumah sakit Columbia.

Tal butuh waktu lama kini taxi yang dinaiki Iva sampai juga ke tempat tujuan. Begitu turun, Iva bergegas menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang VVIP usai menanyakan ruangan Jovita Ratnasari ke suster.

Iva pun berlari kecil dengan membawa tubuh mungilnya sampai ke ruangan itu. Dari balik kaca, Iva menyaksikan kesedihan yang Bara rasakan. Pria itu duduk di samping ranjang adiknya diringi tatapan sendu yang terpancar dari matanya.

“Pak Bara, kasihan sekali kamu harus menghadapi masalah ini sendirian tanpa orang tua.” Iva bermonolog lalu kemudian memutar handle pintu perlahan hingga sepasang mata elang itu memandanginya.

“Pak.” Sapa Iva tampak kikuk.

“Kamu ada keperluan apa ke sini?” Tanya Bara terkesan dingin seperti biasa. Sejak dahulu, Bara sama sekali tidak melihat Iva yang sangat menyukainya. Selain karena Iva tidak jujur, Bara pun memang malas andai harus memperhatikan orang yang menurutnya tidak penting.

“Mau jenguk adik bapak.”

“Oh iya silahkan.” Sahut Bara mempersilahkan Iva duduk namun wanita itu menolaknya.

“Saya berdiri saja pak.”

“Okay.” Jawab Bara santai lalu kemudian duduk kembali. Tak ada niat sedikitpun untuk beramah tama dengan wanita itu.

“Saya, ikut prihatin atas apa yang menimpa Jovita pak. Saya ke sini bukan hanya sekadar menjenguk, andai bapak bersedia, saya mau kok membantu bapak menjaga Jovita di sini. Mengingat kesibukan bapak yang begitu padat, membuat saya terpanggil untuk membantu bapak.” Ucap Iva menawarkan diri.

“Terimakasih atas kebaikanmu, tapi saya pikir tidak perlu. Saya masih bisa merawat Jovita sendirian.” Tolak Bara dengan gaya khasnya. Datar dan dingin.

Belum juga kering bibir Bara bicara, benda pipihnya bergetar tanda panggilan masuk dari kantor.

“Baik saya akan segera ke sana.” Jawab Bara singkat lalu kemudian hendak berlalu namun langkahnya terhenti dan kembali menatap Iva.

“Terimakasih atas tawaranmu, kalau begitu kamu boleh menjaga adik saya di sini.” Pungkas Bara kemudian berlalu meninggalkan Iva dan Jovita yang sampai detik itu belum sadarkan diri.

****

Hingga malam tiba, Iva masih bertahan di ruangan Jovita untuk menemani wanita itu. Jovita sudah sadarkan diri sejak tiga jam yang lalu, akan tetapi Bara belum kembali juga entah kemana rimbanya.

“Kak Iva, apa kak Iva tidak pulang saja? Saya sudah membaik kok sekarang.”

“Tidak apa-apa Jovita, jangan sungkan. Saya akan tetap di sini sampai kakak kamu kembali.”

“Tapi kak Iva belum mandi, apa tidak lengket badannya.” Cetus Jovita ceplas ceplos membahas kelengketan tubuh Iva.

Iva pun tersenyum sumbang lalu kemudian menjawab. “Tidak apa-apa Vit, nanti kalau kakak kamu sudah pulang kakak akan segera pulang dan mandi. Tapi besok kakak akan kembali lagi menjaga kamu.” Tutur Iva hingga membuat Jovita tersanjung.

“Kak Iva baik sekali. Tau nggak kak, aku sudah lama loh membayangkan ingin punya kakak perempuan. Dan sekarang Tuhan seakan menjawab doaku. Kenapa kakak tidak nikah saja ya sama kakak aku?” Cetus Jovita mendadak memberikan ide gilanya. Iva yang mendapat pernyataan itu sontak merasa di atas angin. Ia pun tersenyum penuh makna seraya menunduk malu.

“Sayang kakakku sedingin itu saat bersama perempuan. Sudah enam tahun ini dia betah menyendiri. Padahal umurnya sudah 32 tahun, bahkan aku pun ragu, entah dia masih suka perempuan atau tidak.” Jelas Jovita mendadak lesu. Hingga Iva meralat ucapannya.

“Jovita, mending kamu habiskan dulu makanan ini, jangan bicara ngelantur ah.” Timpal Iva yang merasa tuduhan Jovita terlalu jauh. Memang sih selama ini Iva belum pernah melihat atasannya itu menggandeng seorang wanita, akan tetapi Iva percaya Bara bukan pria seperti itu. Dia lurus dan pastinya bukan pria bertulang lunak.

Jovita pun memebuka mulutnya saat Iva kembali menyuapi. Cukup lama mereka berbincang ringan, hingga begitu Garry datang barulah Iva pamit pulang dan merasa tidak enak andai terus berada di tengah-tengah dua sejoli itu.

Iva bergegas pulang karena tak ingin bunda dan ayah Launa khawatir. Pasalnya, mereka sudah berkali-kali menghubungi Iva namun tidak diangkat karena ponsel Iva dalam mode senyap.

Tak lama kemudian Iva pun sampai di kediaman Launa. Sesuai janjinya, malam ini dia akan menginap di kediaman utama.

“Tolong jangan usir saya, susah payah loh saya menemukan rumah ini.” Siapa sangka begitu ia sampai suara berat yang begitu familiar itu menyapa telinganya hingga Iva mencuri dengar pembicaraan pria itu bersama Launa di ruang tamu.

1
Melia Gusnetty
judul sm jln cerita nya gk sesui..jd malas baca nya..
sorry tak skip..
Melia Gusnetty
aahh..jd greget..tokoh utama nya begok bin tolol...lemah lg...gk sreek jd nya...😏😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!