Tiga sekolah besar dibangun pemerintah untuk menampung anak-anak yang memiliki talenta. Salah satu dari tiga sekolah itu, membuat sebuah kelas khusus untuk mereka yang mempunyai potensi terpendam dan dapat membantu negara, dan dengan berbagai cara mereka mencari dan memasukan anak-anak yang memiliki bakat khusus untuk masuk kesekolah mereka.
Seorang programer yang merahasiakan identitasnya, tiba-tiba didatangi tiga orang kepala sekolah ternama, agar bergabung dengan mereka. Setelah bergabung, dia juga dimasukan ke kelas zero dengan kode name 'RAVEN', sebagai seorang programer dengan rekannya Mius, agar bisa dilatih menjadi agen rahasia pemerintahan.
Satu per satu identitasnya mulai bermunculan, bersamaan dengan kebenaran akan dirinya yang ada di sekolah itu.
.
.
.
.
semua itu terjadi di-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Night 18: Sang Peramal
7 March 2090
11:15 WP (waktu pusat)
Istana Kemerdekaan
Dua buah sedan hitam dan beberapa kendaraan militer berhenti di depan halaman pintu menuju ke ruangan pertemuan di Istana Kemerdekaan.
Dua orang dari salah satu sedan hitam itu, masuk ke dalam gedung itu. Tidak lama mereka keluar dengan dua orang di belakang mereka, dua orang yang dibawa itu tidak lain adalah Presiden dan juga ajudannya.
Han Li Yan yang semula duduk di mobil yang sama dengan Julian, kini dia duduk di kursi depan satu mobil dengan Jun dan Mius. Sedangkan Julian, ya tentu saja satu mobil dengan Presiden dan ajudannya.
Mobil-mobil itu kini mulai bergerak lagi. Seperti yang sebelumnya, dua sedan hitam yang masih dikelilingi dengan beberapa mobil militer hingga saat mereka mengganti kendaraan mereka, semua anggota Army meninggalkan mereka, menyisakan Jun, Mius, Han Li Yan, Edward, Julian, dan tentunya Presiden dengan ajudannya.
...***...
13:47 WU (waktu utara)
Kedalaman Hutan Draugr.
Dua buah mobil terus melaju melewati jalan raya hingga berbelok memasuki jalan setapak yang terlihat tidak pernah di lewati siapa pun.
Barisan-barisan pohon seakan menjadi dinding, tembok alami yang tidak bisa di tembus jika sudah masuk ke dalamnya.
Jalan setapak yang dilalui tadi kini sudah semakin lebar dan juga barisan-barisan rapat pepohonan sudah meregang. Di depan mata sudah terbentang luas hamparan rerumputan serta sebuah rumah yang terlihat gagah berdiri kokoh ditengah-tengah hamparan yang berbentuk lingkaran, mungkin diameternya sampai 12.000 atau mungkin lebih, dilihat beberapa luasnya itu.
Gerbang rumah itu terbuka secara otomatis saat mobil yang membawa Presiden dan Julian serta mobil yang membawa Jun, Li Yan dan juga Mius berhenti tepat di depan gerbang.
Saat gerbang itu terbuka lebar, mereka segera masuk dan memarkirkan mobil mereka.
"Selamat datang, kalian semua sudah ditunggu." ujar seorang pria menyambut mereka sesaat mereka membuka pintu.
"Mari, saya antar." lanjutnya.
Pria itu lantas memandu mereka menemui orang yang dipanggil sang peramal itu. Di setiap langkah, mereka tidak ada bersuara satu pun, hanya derap langka kaki mereka yang terdengar.
Ruangan besar yang ada di balik pintu tadi, kini berganti koridor, setelah beberapa belokan mereka menemui tangga yang menuju ke bawah, di bawah tangga mereka menemukan lorong lagi, mereka berbelok lagi, kiri, kanan, kanan, kanan, kiri dan lalu menemui tangga yang menuju ke atas. Perjalanan mereka sungguh membingungkan.
"Hei, kenapa kamu tidak langsung mengantar kami menemuinya, kenapa kamu membuat kami berputar-putar seperti ini?" tutur Jun penasaran dengan apa yang dilakukan pria itu ke mereka.
"Apa maksud anda ...." jawab pria itu mencoba tenang dengan wajah yang awalnya merasa cemas.
"Kenapa kamu seperti ingin menyesatkan kami dan membuat kami bingung, seperti berjalan di labirin, padahal di awal tadi kita bisa langsung menemuinya, tanpa berputar-putar seperti ini." balas Jun.
"Apa maksud kamu, memang seperti ini jalannya." bantah ajudan Presiden sambil menatap aneh kearah Jun.
"Heh ..." hanya itu tanggapan Jun saat mendengar ajudan itu dengan ekspresi keheranan melihat Jun, begitu juga dengan Presiden, Li Yan, Julian dan Edward hanya bingung harus menanggapinya seperti apa. "Baiklah, jika INI, memang persyaratannya." ujar Jun dengan wajah kesalnya.
Mereka melanjutkan langkah mereka yang terhenti tadi, dan menaiki tangga yang ada di hadapan mereka, lorong panjang lagi setelah sampai di atas anak tangga terakhir, sebuah pintu tepat berada di ujung lorong itu.
Ada sebuah ruangan di balik pintu itu dan ruangan lainnya yang dipisahkan dengan sebuah kaca transparan yang memperlihatkan isinya. Terlihat seorang nenek? tengah duduk di kursi yang ada di ujung tengah ruangan itu. Rambut putih panjang terurai, jubah abu-abu yang lusuh dengan sebuah staff melengkung di pangkal tangannya, dia tersenyum kearah Jun dan lainnya lalu mencoba bangkit.
Pria yang mengantar mereka tadi membukakan pintu untuk mereka.
"Maaf atas kelancangan saya, bisakah kalian berdua untuk tetap menunggu disini." tutur pria itu saat Presiden dan ajudannya ingin ikut masuk.
Mereka berdua tak membantah, mereka tahu jabatan tak berlaku disini.
Sosok yang ada diujung ruangan itu mulai berdiri dan berjalan dengan masih tersenyum bersamaan dengan Jun yang mulai melangkah masuk ke ruangan itu. Berbeda dengan sosok itu, Jun melangkah dengan wajah kesal dan senyuman yang di paksakannya dengan tangan kirinya menarik lengan bajunya hingga ke sikut sambil tangan kanannya sedikit diangkat sejajar dengan dadanya.
"Apa yang terjadi?" tutur Presiden dan ajudannya saat melihat keanehan terjadi terhadap Jun dan lainnya juga sosok itu.
"Aku tak pernah melihat beliau menggunakan penampilan aslinya." pria itu mengagumi apa yang terjadi di depan matanya.
Dua orang disebelahnya dibuat makin bingung dengan apa yang dia ucapkan dan apa yang mereka lihat didepan mata mereka.
Han Li Yan yang semula menggunakan kemeja dengan jas serta celana dasar hitam dengan sepatu pantofel, saat dia masuk ruangan itu, penampilannya mulai berubah. Berawal dari sepatu, (hmm, mungkin tak ada perubahan deh di sepatunya) lalu celananya, (nah, satu ini tidak berubah juga, tetap celana dasar hitam yang di pakai), kemudian bajunya, dia tetap pakai kemeja namun kini berwarna putih panjang dibalut dengan blazer rompi hitam.
Perubahan dia yang paling mencolok terlihat saat rambutnya mulai memanjang hingga ke pinggulnya dengan ujung rambut terikat sebuah pita, warna rambutnya yang semula hitam berubah menjadi abu-abu.
Perubahan juga dialami Julian, yang semula menggunakan setelan seperti Li Yan, mulai mengalami perubahan. Sepatu pantofel nya berubah menjadi sepatu balet merah, celana dasarnya berubah menjadi celana Jinny, bajunya juga berubah menjadi kaos sorong yang hampir menyentuh lututnya, rambut pirangnya menjadi coklat dengan panjang sepunggung yang sudah dikuncir belakang.
Edward, perubahannya tidak se mencolok kedua temannya itu. Badan kekar, tegap dan kaku tetap seperti itu, rambut hitam cepaknya juga masih sama, yang berubah hanya seragam militernya menjadi celana pendek di bawah lutut, baju kaos yang terlihat kebesaran dengan rompi blazer yang tidak terkancing. Sepatu both nya menjadi sandal gunung.
Mius pun juga mengalami perubahan. Dimulai dengan cara dia bergerak yang patah-patah, seperti robot yang kehabisan oli di persendiannya, setelah terdengar bunyi 'kletak' yang cukup kecil di setiap ruas dan persendiannya, dia mulai berjalan lancar lagi.
Pakaian yang sering dia gunakan setiap harinya mulai berubah, sepatu ballet menjadi sepatu high heel 7 cm berwarna biru, baju setengah gaunnya mulai berubah, terdapat ekor baju yang mulai menjuntai menutupi rok dan kakinya.
Tidak hanya itu. Perubahan yang paling mencolok adalah dua orang di depan mereka semua, siapa lagi kalau bukan Jun dan peramal.
Seperti yang pernah terjadi saat dia membawa Li Yan ke ruangannya. Hal itu kini terjadi lagi dengan Jun, tinggi badannya mulai bertambah, lekuk tubuhnya mulai terbentuk. Rambutnya mulai mulai berubah warna perak dan memanjang, beda halnya saat dengan Li Yan, saat ini rambutnya mulai menjalin dengan sendirinya hingga menyentuh ujung kakinya.
Gaun putih panjang dengan beberapa ornamen mengganti seragam sekolahnya dengan high heel kaca mempercantik kakinya. Jun terus berjalan mendekati sang peramal itu dengan tangan kananya yang masih dia angkat.
Dilain sisi, Jun yang masih terbilang anak-anak berubah menjadi dewasa, sang peramal dengan tubuh yang membungkuk perlahan setiap langkahnya tubuhnya mulai lurus tegap, staff yang membantunya berjalan kini dia genggam, rambut putih kusutnya kini berubah menjadi warna yang lebih cerah terurai lurus, keriput wajahnya mulai menghilang dan lebih kencang.
Jubah lusuh nya menghilang digantikan dengan gaun yang menjuntai hampir menutupi seluruh kakinya. Dia menjadi lebih muda lagi, perkiraan umur mereka seakan tidak jauh berbeda.
Mereka berdua semakin dekat dan semakin lekat menatap satu sama lainnya. Jun masih berjalan dengan mengangkat tangan kanannya dengan ditopang tangan kiri di depan dadanya, sedangkan sang peramal itu dengan setia tetap tersenyum kearah Jun.
7 meter...
6 meter...
Mereka terus mendekat dan memperkecil jarak diantara mereka.
5 meter...
4 meter...
3 meter...
Sang peramal itu mulai melebarkan tangannya bersiap untuk dengan mendekap dan memeluk Jun. Jun hanya tersenyum ke arah dia sampai
2 meter...
1 meter...
"Bugh ...." suara benturan.
Jun yang sudah mengangkat tangannya tadi menarik tangannya ke belakang, saat jarak satu meter dengan cepat dia mengayunkan tangannya, menghantam tubuh sang peramal itu.
"Wosh ...." suara gesekan angin sesaat tubuh peramal itu terbang setelah di pukul Jun dan sekali lagi terdengar suara benturan keras saat tubuhnya menghantam dinding.
......................