Diana, gadis 18 tahun, menemukan kebenaran tentang keluarganya yang sebenarnya setelah 18 tahun hidup bersama keluarga angkat. Dengan kalung berlambang keluarga Pradana dan foto keluarga aslinya, Diana berangkat ke kota besar untuk mencari kebenaran.
Di kota, dia bertemu dengan pemuda misterius yang membantunya mencari alamat keluarga Pradana.
Apakah diana akan menemukan keluarganya?dan siapakah pemuda yang sangat baik membantunya,lanjutkan membaca jika ingin tahu kelanjutannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasna alna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Diana terbaring di ranjang, matahari terbenam di luar jendela. Pikirannya terisi dengan bayangan Axcel dan tawarannya. Dia merasa bimbang, takut kehilangan kesempatan, namun takut juga akan kegagalan. Hati kecilnya berbisik, "Apa yang harus aku lakukan?"
Diana mencoba memejamkan mata, namun sulit. "Lebih baik siapkan berkas lamaran untuk besok," katanya pada dirinya. Dia bangkit dan mengumpulkan berkas-berkasnya. Meskipun hanya lulusan SMA, Diana yakin bisa mendapatkan pekerjaan.
Setelah lelah, Diana membaringkan tubuhnya dan akhirnya terlelap.
Suara burung berkicau menandakan pagi telah tiba. Sinar matahari masuk melalui jendela, membangunkan Diana. Dia membuka mata, merasa segar dan siap menghadapi hari baru.
Diana melangkah ke toilet untuk membersihkan diri. 15 menit berlalu, dia siap dengan penampilan yang rapi, kemeja putih tulang dan rok span abu tua selutut. Dengan tas di bahu dan map coklat di tangan, Diana bergegas pergi tanpa sarapan, takut terlambat.
Diana berdiri di depan gedung pencakar langit yang megah, menatap lurus ke arahnya. Di dalamnya, karyawan dan karyawati berseliweran, sibuk dengan tugas masing-masing.
Dengan tekad, Diana masuk dan mendekati resepsionis.
"Selamat pagi, Bu," kata Diana. "Maaf, apakah masih ada lowongan pekerjaan untuk bagian gudang? Saya melihat selebaran kemarin."
Resepsionis tersenyum ramah. "Selamat pagi. Ya, kami masih membuka lowongan. Silakan isi formulir pendaftaran di sana."
"Terima kasih, Bu," kata Diana sambil tersenyum. Dia berjalan ke arah sofa yang disediakan dan duduk untuk menunggu.
Setelah mengisi formulir, Diana mengembalikannya kepada resepsionis.
"Baik, saya akan mengantarkan berkas Anda ke HRD," kata resepsionis dengan senyum.
Saat menunggu, suara histeris dari beberapa wanita memecah kesunyian. Mereka menatap pria tampan yang masuk, dikawal empat pria berbadan besar dan diiringi asistennya. Tanpa sadar, pria itu menangkap pandangan Diana yang sedang menunggu.
Pria itu membisikkan sesuatu kepada asistennya, yang kemudian mengangguk. Resepsionis mendekati Diana dengan senyum.
"Maaf, Kak. Silakan ikuti saya ke ruangan CEO," kata resepsionis.
Diana terkejut. "Hah? Kenapa harus ke ruangan CEO?" katanya dengan heran.
Diana mengikuti resepsionis ke lift dan berhenti di lantai 45. Begitu keluar, dia terpesona melihat ruangan yang modern, nyaman dan rapi.
"Wah, ini tempat kerja impian!" gumam Diana, takjub.
Resepsionis tersenyum. "Silakan masuk, Kak. Anda sudah ditunggu."
Diana membungkuk sebagai tanda terima kasih dan melangkah ke ruangan CEO. Dia merasa bersemangat dan siap menghadapi wawancara. Dengan napas dalam, dia membuka pintu dan memasuki ruangan yang penuh dengan harapan baru.
"Permisi, Pak," kata Diana, "saya Diana, calon karyawan."
Saat kursi CEO berputar, Diana terkejut. "K-kamu? A-Axcel?" jarinya menunjuk ke arahnya.
Axcel tersenyum lebar. "Selamat datang, Diana, di Atmaja Corporation. Dunia memang sempit."
Diana terbengong, tidak percaya. "Kenapa kamu yang jadi CEO? Kukira kamu pengangguran!" Wajahnya muram, keheranan.
Axcel terkekeh kecil, senyumnya menawan. "Belum wawancara saja kamu sudah berani menentang CEO-nya? Bagaimana nanti jika sudah jadi karyawan saya?"
Diana langsung membungkam mulutnya, wajahnya memerah. Dia membungkuk, meminta maaf. "Maaf, Pak Axcel. Saya terlalu bersemangat."
Axcel tersenyum hangat. "Oke, karena ini pertama kalinya, saya maafkan. Mari kita mulai wawancara."
Dia berdehem pelan, mencairkan suasana. "Saya sedang mencari asisten pribadi. Apakah kamu tertarik?"
Diana ragu. "Tapi, Pak, saya hanya lulusan SMA."
Axcel mengangguk. "Tidak apa, nilaimu cukup memuaskan. Kita coba dulu, kamu pasti bisa."
Axcel mengangkat telepon dan berbicara singkat. Tak lama, asistennya masuk.
"Baik, Diana. Ini edo, asisten saya. Dia akan memandu kamu belajar rutinitas kerja. Kamu punya satu minggu untuk menghafal semuanya," kata Axcel.
Diana mengangguk. "Baik, Pak Axcel. Saya siap belajar."