Zen Vessalius adalah nama yang pernah menggema di seluruh penjuru dunia, seorang pahlawan legendaris yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Namun, waktu telah berubah. Era manusia telah berakhir, dan peradaban kini dikuasai oleh makhluk-makhluk artifisial yang tak mengenal masa lalu.
Zen, satu-satunya manusia yang tersisa, kini disebut sebagai NULL—istilah penghinaan untuk sesuatu yang dianggap tidak relevan. Dia hanyalah bayangan dari kejayaan yang telah hilang, berjalan di dunia yang melupakan pengorbanannya.
Namun, ketika ancaman baru muncul, jauh lebih besar dari apa yang pernah dia hadapi sebelumnya, Zen harus kembali bangkit. Dengan tubuh yang menua dan semangat yang rapuh, Zen mencari makna dalam keberadaannya. Mampukah ia mengingatkan dunia akan pentingnya kemanusiaan? Atau akankah ia terjatuh, menjadi simbol dari masa lalu yang tak lagi diinginkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Vessalius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 LUMORIA DAN HIGH DRUID
Di Aula High Druid, suasana tegang menggelayuti ruangan saat ajudan mulai menceritakan kembali peristiwa yang baru saja mereka alami. Setiap kata yang diucapkan penuh dengan penyesalan dan kekhawatiran. Mereka mengungkapkan dengan detail bagaimana serangan mendadak dari ras Beast datang begitu cepat dan kejam, dengan panah-api yang membakar dan menghancurkan segala yang ada di jalur mereka.
"Ada beberapa prajurit yang terluka parah," kata Kael, wajahnya tegang. "Kami sempat terjebak, dan serangan itu datang dari belakang. Kami hampir tidak bisa menghindari serangan tersebut. Untungnya, bantuan dari High Druid datang tepat waktu dengan kekuatan kristal mereka."
Lira yang berdiri di samping Kael, menambahkan dengan serius, "Kami hampir saja terkepung. Ras Beast tidak hanya mengirim pasukan kecil, tetapi mereka juga tampak memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi kami. Mereka ingin menghancurkan utusan kami, seakan mereka tidak ingin perdamaian tercapai."
Theros mengangguk, "Keputusan kami untuk membawa kristal pemberian High Druid mungkin satu-satunya alasan kami selamat. Jika tidak, kami pasti akan kehilangan lebih banyak prajurit. Ras Beast jelas memiliki niat jahat. Mereka tidak ingin bernegosiasi atau mendengarkan. Peperangan tampaknya tidak bisa dihindari lagi."
Suasana di aula semakin hening. Semua mata tertuju pada pemimpin High Druid yang berada di tengah ruangan, yang terlihat serius memikirkan situasi tersebut. Akhirnya, pemimpin High Druid berbicara dengan suara rendah namun tegas, "Kami tidak bisa hanya berdiri diam. Ras Beast jelas sudah memutuskan jalan mereka. Namun, kita masih memiliki kekuatan untuk melawan. Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa kita tidak akan mundur."
Suasana di Aula High Druid berubah drastis ketika pemimpin mereka, dengan suara tenang namun penuh wibawa, mengungkapkan niat mereka untuk mendukung Lumoria.
"Kami, sebagai penjaga keseimbangan alam, tidak akan tinggal diam melihat dunia ini terancam oleh ambisi buta dan kebencian," kata pemimpin High Druid, matanya yang penuh kebijaksanaan menatap setiap orang di ruangan itu. "Ras Beast dan Firlinione telah mengambil langkah yang membahayakan. Karena itu, kami akan berdiri bersama Lumoria untuk melawan ancaman ini."
Kata-kata itu seperti aliran air yang menyejukkan hati para ajudan. Kael, Lira, dan Theros saling bertukar pandang, senyuman kecil tersirat di wajah mereka. Harapan mulai bangkit kembali, seiring dengan rasa percaya bahwa mereka tidak lagi berdiri sendiri dalam menghadapi krisis besar ini.
"Kami akan mengirim beberapa prajurit terbaik kami," lanjut pemimpin High Druid. "Pasukan ini akan dipimpin oleh Panglima Eldan, salah satu ahli strategi dan pejuang paling tangguh yang kami miliki. Mereka akan berangkat bersamamu ke Lumoria."
Kael maju selangkah, memberikan hormat dengan penuh penghormatan. "Kami sangat berterima kasih atas keputusan ini, Pemimpin. Dengan kekuatan dan kebijaksanaan High Druid di pihak kami, saya yakin kita bisa menghadapi apa pun yang menanti."
Pemimpin itu mengangguk perlahan. "Ingatlah, ini bukan hanya tentang mempertahankan Lumoria. Ini adalah perjuangan untuk melindungi keseimbangan dunia."
---
Setelah pertemuan berakhir, Kael, Lira, dan Theros bergegas mempersiapkan perjalanan kembali ke Lumoria. Mereka dibantu oleh prajurit-prajurit High Druid yang dengan sigap memasang perlengkapan pada kuda dan kereta. Suara gemerisik dedaunan dan kicauan burung mengiringi aktivitas di sekitar mereka.
Panglima Eldan mendekati mereka, seorang pria tegap dengan rambut perak yang menjuntai sebahu, mengenakan jubah hijau tua yang memancarkan aura keagungan. "Kita akan bergerak cepat dan efisien," katanya dengan nada tegas. "Pasukan saya sudah siap. Mereka tidak hanya tangguh, tetapi juga memahami seluk-beluk medan ini."
Lira mengangguk kagum. "Dengan Anda di pihak kami, perjalanan ini terasa lebih ringan. Terima kasih, Panglima Eldan."
Eldan hanya tersenyum tipis sebelum berbalik untuk memberi perintah pada pasukannya. Dalam waktu singkat, rombongan besar itu sudah siap bergerak.
---
Perjalanan menuju Lumoria dimulai dengan kecepatan tinggi. Hutan-hutan High Druid yang rimbun dan misterius menjadi saksi bisu perjalanan mereka. Para ajudan merasa lega dengan kehadiran pasukan High Druid yang mengawal mereka, terutama setelah serangan mendadak sebelumnya.
Kael memandang Eldan yang menunggangi kudanya dengan tenang di depan rombongan. "Panglima, bolehkah saya bertanya? Mengapa High Druid memilih untuk mendukung kami? Bukankah ini bisa membahayakan hubungan kalian dengan ras lainnya?"
Eldan menoleh, senyumnya samar. "Pemimpin kami memiliki visi yang melampaui perpecahan antar-ras. Janji yang pernah dibuat dengan Lumoria masih terpatri dalam hati kami. Selain itu," ia menatap Kael dengan tatapan tajam, "kami percaya pada Raja Zen. Meski dia seorang manusia, keberadaannya membawa sesuatu yang baru dan berbeda. Mungkin, dialah yang mampu menyatukan dunia yang retak ini."
Kata-kata itu memberi Kael dorongan semangat baru. Ia menatap ke depan, matahari yang mulai terbenam memancarkan sinar oranye keemasan yang menembus celah dedaunan.
"Mungkin benar," gumam Kael pelan, "Zen adalah kunci perubahan."
---
Hari-hari berlalu, dan rombongan akhirnya mendekati perbatasan Lumoria. Kabar tentang kedatangan mereka telah mendahului, dan prajurit Lumoria sudah bersiap menyambut. Zen dan Selvina berdiri di gerbang utama kastil, menyaksikan rombongan yang mendekat dengan campuran rasa lega dan kekhawatiran.
Ketika Kael, Lira, dan Theros turun dari kuda mereka, Zen melangkah maju, senyum kecil terlukis di wajahnya. "Kalian kembali dengan selamat. Itu saja sudah cukup bagi saya."
Kael membalas senyum itu. "Kami tidak hanya kembali, Yang Mulia. Kami membawa bala bantuan." Ia menunjuk ke arah Panglima Eldan yang mendekat, diikuti oleh pasukan High Druid yang gagah.
Zen tertegun, lalu membungkuk dengan hormat kepada Eldan. "Kami sangat menghargai bantuan Anda. Dengan kehadiran Anda, saya yakin kita memiliki peluang lebih besar untuk menjaga perdamaian."
Eldan membalas dengan anggukan. "Kami di sini bukan hanya untuk membantu Lumoria, tetapi untuk melindungi dunia ini. Bersama, kita akan menghadapi apa pun yang datang."
Dua hari perjalanan terasa panjang, namun semangat para ajudan tak pernah surut. Kuda-kuda mereka bergerak cepat melintasi padang dan hutan, diiringi pasukan High Druid yang gagah dan penuh disiplin. Sepanjang perjalanan, Kael, Lira, dan Theros saling berbagi pandangan, menyadari bahwa momen ini bisa menjadi titik balik bagi Lumoria.
Ketika mereka akhirnya tiba di gerbang besar Lumoria, suasana tegang perlahan mencair. Para prajurit Lumoria yang berjaga segera memberikan aba-aba kepada yang lain. Gerbang itu terbuka perlahan, memperlihatkan Zen dan Selvina berdiri di pelataran, menunggu dengan penuh harapan.
Zen maju selangkah, senyum lega terlukis di wajahnya saat ia melihat tiga ajudan kepercayaannya turun dari kuda, diikuti oleh Panglima Eldan dan pasukan High Druid. "Kalian kembali dengan selamat," kata Zen, suaranya tenang namun penuh rasa syukur. "Itu sudah menjadi kemenangan pertama bagi kita."
Kael memberikan penghormatan, kemudian berbicara, "Yang Mulia, kami tidak hanya membawa kabar, tetapi juga sekutu. Pasukan High Druid akan berdiri bersama kita dalam menghadapi ancaman ini."
Selvina melirik Panglima Eldan, lalu tersenyum kecil. "Kami sangat menghargai dukungan kalian. Apa yang terjadi di perundingan? Apakah ada harapan untuk menghindari peperangan?"
Kael menarik napas panjang, ekspresinya berubah serius. "Ras Beast dan Firlinione menolak surat perdamaian kita. Mereka menilai bahwa Anda, Yang Mulia, tidak dapat dipercaya karena asal-usul Anda sebagai manusia."
Zen mengangguk pelan, matanya berkabut oleh pemikiran mendalam. "Jadi, mereka memilih perang."
"Benar, Yang Mulia," lanjut Kael. "Dan lebih dari itu, saat perjalanan pulang, kami diserang oleh pasukan kecil dari Ras Beast. Untungnya, dengan bantuan kristal perlindungan dari High Druid, kami berhasil selamat."
Selvina mendesah, matanya memandang Zen dengan cemas. "Ini artinya mereka sudah tidak sabar menunggu. Mereka mungkin sedang mempersiapkan serangan."
Panglima Eldan maju dan berbicara dengan nada tenang namun tegas. "Lumoria tidak sendiri. Kami akan memberikan kekuatan terbaik kami untuk memastikan bahwa mereka yang memilih jalan kekerasan ini tidak akan merusak keseimbangan dunia."
Zen memandang Eldan dengan rasa terima kasih yang mendalam. "Dukungan Anda sangat berarti, Panglima. Ini bukan hanya tentang Lumoria, tetapi tentang masa depan seluruh dunia."
Malam itu, suasana di kastil Lumoria terasa hangat meskipun hujan rintik masih mengguyur lembut di luar jendela. Zen, dengan perhatian yang mendalam kepada sekutu barunya, memastikan bahwa para prajurit High Druid mendapatkan penginapan terbaik yang bisa disediakan. Ia juga memerintahkan dapur kerajaan untuk menyiapkan hidangan yang istimewa, makanan yang mampu mencerminkan rasa hormat Lumoria terhadap sekutu yang baru tiba.
Di aula utama, Panglima Eldan dan para prajurit High Druid duduk di meja panjang yang dihiasi lilin dan bunga. Aroma makanan lezat memenuhi udara—sup hangat dengan rempah-rempah lokal, roti gandum segar, dan buah-buahan yang diatur dengan rapi. Para prajurit Lumoria juga diundang untuk bergabung, menciptakan suasana persaudaraan di antara dua ras yang sebelumnya jarang bertemu.
Eldan, yang biasanya serius, tampak takjub saat memasuki aula kastil untuk pertama kalinya. Matanya menyapu dekorasi yang indah, dinding-dinding yang dipenuhi ukiran kisah Lumoria, dan lampu kristal yang bersinar lembut. "Tempat ini... penuh keajaiban," gumamnya pelan, namun cukup keras untuk didengar oleh Zen yang duduk di dekatnya.
Zen tersenyum kecil. "Kami ingin memberikan kesan terbaik, Panglima. Bangunan ini telah kami persiapkan untuk menjamu para tamu dari Ras Beast dan Firlinione. Namun, seperti yang Anda tahu, jamuan itu tidak pernah terjadi."
Eldan mengangguk, ekspresinya berubah menjadi serius. "Mereka menolak tidak hanya jamuan, tetapi juga perdamaian. Ini mencerminkan kebencian yang mendalam dan ketidakpercayaan yang sulit dihilangkan."
Selvina, yang duduk di sisi Zen, menambahkan dengan nada tenang, "Namun, apa yang kita lihat malam ini adalah harapan. Melalui kerjasama kita, mungkin ada jalan untuk mengakhiri lingkaran konflik ini."
Percakapan berlanjut hingga larut malam. Para pemimpin membahas strategi mendetail untuk menghadapi kemungkinan serangan dari Ras Beast dan Firlinione. Sementara itu, prajurit dari kedua pihak berbincang santai, membangun hubungan yang lebih akrab.
Setelah makan malam selesai, Eldan meminta izin untuk berbicara di hadapan para prajurit. "Malam ini adalah awal dari babak baru," katanya dengan suara lantang namun berwibawa. "Ras High Druid telah hidup berdampingan dengan dunia ini selama berabad-abad. Kami tidak pernah ikut campur dalam konflik besar, tetapi sekarang adalah waktunya. Kami berdiri bersama Lumoria, karena kami percaya pada masa depan yang lebih baik."
Sorak-sorai kecil terdengar dari para prajurit, baik dari High Druid maupun Lumoria. Zen berdiri, mengangkat cawan peraknya, "Untuk persatuan kita, dan untuk kedamaian yang harus kita perjuangkan bersama!"
Suara cawan yang bersulang memenuhi aula, menggema sebagai simbol aliansi yang baru terbentuk. Malam itu, meskipun hujan masih turun di luar, kehangatan persaudaraan memenuhi kastil, membawa harapan di tengah ancaman yang mendekat.
Bersambung!