Hidup bergelimang harta, mempunyai istri yang cantik dan seorang putri yang manis tak membuat seorang Demian merasakan kebahagiaan hidupnya.
Rasa bersalahnya pada seorang wanita 8 tahun yang lalu selalu menghantui hidupnya. Wanita itu sudah berhasil mengubah hatinya yang hangat menjadi sedingin es, beku dan keras.
"Ariana, di mana kamu? aku merindukanmu sayang."
Disisi lain jauh dari ibu kota Ariana sedang bekerja keras seorang diri untuk menghidupi anaknya.
Anak yang tidak pernah mengetahui di mana sang ayah, karena 8 tahun yang lalu Ariana meninggalkan laki-laki yang sudah menyakitinya bersama janin yang tak pernah terucap.
Akan kah keduanya akan bertemu dan kembali bersama meski keadaan tidak seperti dulu lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part~4
"Terima kasih, Om." sahut Ricko dengan tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Demian nampak termangu menatap Ricko, entah kenapa melihat bocah kecil itu jadi mengingatkannya pada masa kecilnya.
Namun ia segera memalingkan wajahnya. "Jalan, Vic." ucapnya seraya menutup kaca jendelanya.
"Omnya ganteng, baik pula. Beda sama Om satunya yang di depan galak." Gumam Ricko seraya melihat kepergian mobil Demian.
"Nak, kamu ngapain di sini? di mana bunda ?" Herman yang baru keluar dari kantornya nampak terkejut ketika melihat Ricko seorang diri berada di area parkir kantornya.
"Bunda lagi pipis, yah." sahut Ricko.
"Baiklah, yuk tunggu bunda di motor." Herman langsung mengajak Ricko ke arah motornya.
Ini adalah hari pertama Herman bekerja di kantor pusat milik Demian, berkat prestasinya sebagai menejer pemasaran di kantor cabang, akhirnya ia di pindahkan ke kantor pusat sebagai meneger pemasaran di sana.
Beberapa hari kemudian....
Setelah berhasil lulus dalam tes penerimaan siswa berprestasi, akhirnya hari ini Ricko bersekolah lagi melanjutkan pendidikannya di kelas dua tanpa biaya bulanan sama sekali.
Ariana cukup membeli pakaian seragam dan alat tulisnya saja, namun begitu cukup menguras dompetnya juga.
"Tidak ada sisa uang lagi, semoga daganganku hari ini laris."
Ariana nampak mengecek dompetnya yang kosong, kemudian ia menghela napasnya.
Ini bukan pertama kalinya ia mengalami kekurangan uang, selama menjadi seorang ibu ia selalu mengutamakan Ricko.
Pernah suatu hari dia rela hanya makan sekali sehari demi bisa membelikan daging ayam untuk sang putra.
Dia tidak ingin anaknya itu bodoh seperti dirinya dan satu-satunya cara agar anaknya itu pintar adalah ia harus memberikan makanan yang bergizi.
Meski di luar masih gelap, Ariana sudah berjibaku dengan peralatan masaknya di dapur. Meski matanya masih sangat mengantuk, ia harus semangat demi keberlangsungan hidupnya dan anaknya.
"Ibuk." Ricko nampak berdiri di pintu dapur dengan rambut acak-acakan serta wajah bantalnya.
"Kok sudah bangun sayang, baru jam 5. Sekolahmu jam 7 lebih 15 menit kan. Ayo bobo lagi sana." ujar Ariana.
"Semalam Ricko sudah tidur cepat, buk. Ricko boleh bantu ibuk kan ?" mohon Ricko.
Ariana mengulas senyumnya, lelahnya langsung menguap begitu saja ketika melihat senyum putranya.
"Boleh, Ricko cuci muka dulu gih sana." sahut Ariana.
Setelah mencuci wajahnya yang kini terlihat segar, Ricko segera duduk di samping sang ibu.
Bocah kecil itu nampak membalur klepon yang baru di angkat ibunya dari panci rebusannya dengan parutan kelapa.
"Hati-hati panas, Nak."
"Hm."
"Nak, ibuk minta maaf ya sayang." ucap Ariana kemudian.
Mendengar ucapan sang ibu, Ricko langsung mengangkat kepalanya.
"Ibuk kenapa ?" ucapnya bingung.
"Di hari pertama mu sekolah, ibuk tidak bisa memberimu uang saku. Sebenarnya ibu mau pinjam uang bunda Widya, tapi ibuk tidak enak karena selalu merepotkan beliau." ucap Ariana dengan menahan kesedihannya.
"Ricko tidak butuh uang buk, Ricko bisa kok bawa bekal kue buatan ibuk. Bagaimana kalau Ricko bawa bekal klepon ini aja, kesukaan Ricko."
Ricko menatap kue berbentuk bulat berwarna hijau dengan taburan kelapa parut di atasnya yang terlihat sangat menggoda di depannya itu.
Ariana langsung menganggukkan kepalanya, sungguh ia sangat bersyukur punya anak seperti Ricko selalu mengerti keadaannya.
Di saat anak seusianya sibuk bermain ponsel dengan berbagai macam game onlinenya, Ricko justru tidak tertarik. Anak kecil itu lebih senang bermain dengan mobil-mobilan usangnya yang di belikan oleh Widya dahulu.
Setelah acara membuat aneka kuenya selesai, Ariana segera mengantar sang putra pergi ke sekolah.
"Yang pintar ya Nak belajarnya, jangan pulang dulu sebelum ibuk jemput." ucap Ariana ketika melepas putranya di gerbang sekolah.
Ricko nampak melambaikan tangannya pada ibunya, setelah itu ia segera menuju kelasnya.
Di waktu dan tempat yang sama Demian nampak mengantar Putri kecilnya ke sekolah. Setiap hari putrinya itu selalu merengek minta di antar olehnya dan ibunya dan kebetulan hari ini laki-laki itu tidak terlalu sibuk.
"Dad antar Olive masuk ke dalam ya, eh uang sakunya mana ?" Olive mengulurkan tangannya.
"Memang Mommy mu tidak memberikan uang saku ?" tanya Demian sembari melirik Monica yang sedang duduk di sebelahnya.
"Kan yang nganter Daddy, jadi mintanya sama Daddy." sahut Olive.
Demian langsung mengambil dompetnya, kemudian memberikan putrinya itu dua lembar berwarna merah.
"Terima kasih, Dad." nampak wajah berbinar Olive setelah mendapatkan uang 200 ribu dari sang Ayah.
Demian sengaja memarkirkan mobilnya di seberang sekolah, supaya ia tidak putar balik menuju kantornya. Karena hari ini Victor sedang ijin tidak bisa menjemputnya.
"Baiklah, ayo." perintah Demian setelah melepaskan seat beltnya, kemudian ia segera keluar dari mobilnya yang di ikuti oleh anak dan istrinya.
Namun ketika ia baru menutup pintu mobilnya, ia tak sengaja melihat seorang wanita yang mirip dengan Ariana sedang berdiri di seberang jalan dengan membawa sebuah box makanan.
"Ariana."
Demian nampak melepaskan kaca mata hitamnya untuk memastikan penglihatannya dan benar saja itu Ariana, pikirnya.
Tanpa mempedulikan anak dan istrinya, Demian langsung berlari menyeberangi jalan tak peduli ada beberapa kendaraan yang lewat.
"Daddy." teriak Olive bingung karena ayahnya tiba-tiba meninggalkannya begitu saja.
"Sudah sayang ayo, nanti terlambat. Mungkin Daddy sedang ada urusan." bujuk Monica.
Setelah itu ia mengantar sang Putri masuk ke dalam sekolahnya.
Sedangkan Demian yang sudah berhasil menyeberangi jalan, nampak mengumpat ketika melihat Ariana sudah pergi bersama seorang laki-laki dengan motornya.
"Sialan, aku yakin itu pasti Ariana."
Di lain tempat Ariana baru sampai rumahnya, setelah mengantar kue pesanan pelanggan.
"Terima kasih Mas, sudah mengantarku tadi." ucap Ariana pada Herman.
"Tidak apa-apa, kebetulan tadi mas lewat habis belikan Widya bubur." sahut Herman.
"Mbak Widya sakit, mas ?"
"Nggak, katanya lagi kepingin."
"Jangan-Jangan ngidam mas."
"Aamiin doakan ya. Ya udah mas pulang dulu sebentar lagi masuk kantor."
"Baik, mas."
"Semoga saja mbak Widya jadi hamil."
Gumam Ariana, kemudian ia segera masuk ke dalam rumahnya dan bersiap membuka warungnya.
Demian yang belum berhasil bertemu dengan Ariana, akhirnya kembali masuk ke dalam mobilnya.
"Mas antar aku pulang ya." mohon Monica.
"Ikutlah ke kantor nanti sopir yang akan mengantarmu, aku sedang sibuk." sahut Demian seraya mengemudikan mobilnya kembali.
"Baiklah, ngomong-ngomong mas tadi mencari siapa kenapa terburu-buru begitu ?" selidik Monica.
"Bukan urusanmu." sahut Demian.
"Mas sampai kapan sih kita seperti ini, aku minta maaf atas kesalahan ku dulu mas. Lagipula pernikahan kita sudah masuk 8 tahun, kenapa kita tidak mencoba saja untuk saling....."
"Sudah ku bilangkan kalau kamu tidak kuat, kamu bisa pergi." potong Demian.
"Nggak, sampai kapan pun aku nggak akan pergi dari sisimu. Karena aku mencintaimu Mas." tegas Monica.
Siang harinya......
Siang itu Ricko sedang beristirahat siang, ia langsung mengambil bekalnya di dalam tas.
Melihat bulat-bulat berwarna hijau, nampak senyum mengembang di bibirnya.
"Klepon kesukaanku." gumamnya.
"Eh anak baru ?" tiba-tiba seorang anak perempuan bersama kedua temannya menghampiri Ricko.
Ricko nampak mengangkat kepalanya untuk melihatnya, namun kemudian ia kembali fokus dengan makanannya.
"Sombong juga dia." Gumam Olive seraya memperhatikan Ricko makan.