Mayra begitu bahagia dijodohkan dengan pria pilihannya, akan tetapi harapannya dicintai harus pupus dan kandas. Rayyan Atmadja sangat membenci Mayra namun dirinya enggan untuk melepaskan.
Apakah Mayra mampu mempertahankan dan membuat Rayyan mencintainya atau Mayra lama-lama menjadi bosan lalu meninggalkan pria pilihannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 - Aku Ayahnya?
Rama yang merasa sudah aman melepaskan pelukannya dan terlihat kebingungan serta ketakutan.
"Kenapa kamu selalu tidak pernah hati-hati, hah?" tanya Rayyan kesal karena Rama begitu ceroboh. Dialah menarik tubuh Rama yang hampir ditabrak sebuah motor. Ia lalu memeluknya dengan posisi setengah berdiri.
Rama hanya diam dan menunduk.
"Aku akan mengantarmu pulang, aku harus memarahi ibumu karena sudah membiarkanmu di jalanan seperti ini!" kata Rayyan geram.
"Jangan, Paman!" mohon Rama memegang kemeja Rayyan. "Aku yang bersalah, jangan marahi mama!" lanjutnya mengiba.
"Ibumu itu sangat teledor, seharusnya dia tak membiarkanmu berkeliaran di jalanan. Apa dia terlalu sibuk sehingga kamu bebas seperti ini?" omel Rayyan.
"Mama memang sibuk, tapi dia sangat menyayangiku. Aku tidak mau dia bersedih karena Paman memarahinya," kata Rama hampir meneteskan air matanya.
"Jika kamu memang menyayanginya, makanya selalu berhati-hati. Seandainya terjadi sesuatu kepadamu, pasti ibumu akan menangis!"
Rama tak dapat berkata apa-apa lagi.
"Aku akan mengantarmu pulang!"
"Paman harus janji tidak akan memarahi mama!" pinta Rama.
Rayyan mengangguk mengiyakan.
Keduanya pun berjalan ke toko Mayra seraya bergandengan tangan. Rayyan sengaja melakukan itu agar Rama tak kabur.
"Di mana toko ibumu?" tanya Rayyan berhenti sejenak memperhatikan bangunan dengan beberapa gerai.
"Di sana, Paman!" tunjuk Rama ke arah toko yang bercat dinding merah muda.
Rayyan dan Rama lalu melanjutkan langkah kakinya. Rama melepaskan genggamannya dan berlari berteriak memanggil ibunya yang baru saja keluar dari toko, Rama kemudian memeluk Mayra.
Sementara itu, langkah kaki Rayyan terhenti ketika melihat wanita yang selama ini menghilang dari kehidupannya.
"Kenapa, Nak?" tanya Mayra heran putranya tiba-tiba pulang menghampirinya dan memeluknya.
"Maafkan aku, Ma!" Rama mendongakkan wajahnya dengan mata berkaca-kaca.
"Jadi kamu ibunya?"
Mayra mengangkat wajahnya, pupilnya melebar ketika mengetahui pria yang berdiri dihadapannya. Tubuhnya membeku dan jantungnya berdegup kencang.
"Apa dia anakmu?"
"Rama, masuklah!" titah Mayra kepada putranya dan gegas Rama berlari memasuki toko.
"Ternyata selama ini kamu pergi lalu menikah lagi dengan pria lain," kata Rayyan seraya tertawa sinis.
"Sejak aku pergi dari rumah itu, aku tidak pernah menikah lagi," jelas Mayra mencoba tetap tenang.
"Jika kamu tidak menikah lagi, lalu anak itu siapa?" tanya Rayyan penasaran.
"Dia memang anak kandungku," jawab Mayra berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.
Rayyan mengerutkan keningnya, ia bingung dengan jawaban Mayra.
"Terima kasih sudah mengantarkan anakku pulang!" kata Mayra.
"Apa dia anakmu dengan Radit?" tuding Rayyan.
"Jangan asal menuduh!" sentak Mayra dengan nada pelan namun terkesan dingin.
"Lalu dia anak siapa?" tanya Rayyan begitu penasaran.
"Bukan urusanmu, pergilah!" jawab Mayra.
"Kenapa aku tidak boleh mengetahuinya? Kita belum resmi bercerai," kata Rayyan. Ya, selama ini dia memang tidak menceraikan Mayra. Ia membiarkannya begitu saja tanpa mencarinya meskipun Oma Salsa menyuruhnya untuk mengejarnya.
Mayra sebenarnya ingin meluapkan emosi di dalam dirinya namun ia sadar mereka di tengah keramaian apalagi di depan tokonya. Ia juga tak mau Rama melihat dan mendengar perdebatan dirinya dengan Rayyan. Mayra memilih masuk ke dalam toko, membiarkan Rayyan berdiri dan menunggu jawaban darinya.
Melihat Mayra meninggalkannya, Rayyan pun kembali ke mobilnya. Namun, pikirannya terus bertanya mengenai sosok Rama. "Aku harus mencari tahu!" gumamnya.
Rayyan sebenarnya hendak menunggu rekan kerjanya di taman tempat di mana Rama sedang bermain bola bersama teman-temannya. Saat dirinya hendak menerima telepon, ia melihat Rama berada di tengah jalan. Gegas, ia pun berlari dan menarik tubuh Rama lalu memeluknya.
Rayyan membatalkan rencananya bertemu dengan rekan kerjanya, ia memilih menunggu Mayra pulang dari tokonya.
Mayra yang hatinya lagi kacau balau memilih menutup toko aksesorisnya lebih awal. Ratih pun paham dengan perasaan putrinya mengikuti perintahnya.
Dengan menaiki mobilnya, Rayyan membuntuti Mayra dari belakang. Mayra, Ratih dan Rama pulang menumpangi bus.
Begitu sampai, Rayyan tampak kebingungan karena mobilnya tak dapat memasuki gang. Ia pun memilih memarkirkan kendaraannya di depan minimarket.
Rayyan lantas berjalan kaki, ia kesulitan menemukan Mayra beserta ibu dan anaknya karena dia kehilangan jejak. Rayyan akhirnya bertanya kepada warga yang melintas. Ia menjelaskan ciri-ciri Mayra dan anaknya. Setelah mendapatkan informasi mengenai Mayra, Rayyan lalu mendatangi kediaman Mayra. Dengan perlahan Rayyan mengetuk pintu, dia berharap tak salah alamat.
Mayra yang baru beberapa menit sampai terperanjat mendengar suara ketukan pintu. Ia dan ibunya saling pandang. "Apa dia mengikutiku, Bu?" tanya Mayra tampak cemas.
"Tidak mungkin," jawab Ratih tak percaya.
"Aku takut saja, Bu. Aku bingung harus menjawab apa," ucap Mayra semakin panik.
"Biar Ibu saja yang membuka pintunya!" Ratih menawarkan dirinya.
"Tidak, Bu!" cegah Mayra. "Biarkan aku saja!" Mayra yang duduk di ruang makan lantas berdiri.
Mayra melangkah ke ruang tamu lalu membuka pintunya, dia begitu panik melihat Rayyan dihadapannya. Gegas ia menutup pintu namun tangan Rayyan yang besar dan tenaga kuat, berhasil membuat tubuhnya mundur beberapa langkah.
"Kita sudah tidak memiliki urusan lagi!" Mayra berkata lantang.
"Urusan kita belum selesai, aku masih suamimu!" tegas Rayyan.
"Bukankah kamu yang tidak menginginkan aku? Kenapa masih menganggap aku ini sebagai istrimu?" cecar Mayra.
Rayyan terdiam.
"Pergilah!" Mayra mendorong tubuh Rayyan agar keluar dari rumahnya.
"Aku akan membawamu pulang!"
"Aku tidak mau!" tolak Mayra.
"Aku hanya ingin tahu, siapa ayahnya?"
"Kamu tidak perlu tahu!" tegas Mayra.
Rayyan memegang kedua tangan Mayra, "Katakan cepat!"
"Lepaskan putriku!" bentak Ratih mendengar suara keributan.
Rama melihat ibunya meronta, berlari menghampiri Rayyan lalu memukul-mukul kaki Rayyan, "Lepaskan Mamaku!"
Rayyan tak menghiraukan permintaan Rama.
"Rayyan, cukup! Hentikan!" pinta Ratih mendekati putri dan menantunya.
"Aku mau membawanya pulang, Bu!" kata Rayyan.
"Cukup kamu menyakitinya!" ucap Ratih yang sangat kesal.
"Aku hanya ingin tahu siapa ayahnya!" kata Rayyan menatap Ratih lalu berpindah ke arah Rama.
"Kamu ayahnya!" Ratih keceplosan sangking tidak mampu menahan amarahnya.
Rayyan terdiam dan melepaskan genggamannya. "Aku ayahnya?" tanyanya dengan lirih.
"Ibu!" Mayra begitu kecewa dengan ibunya karena memberitahu yang sebenarnya.
"Aku tidak percaya, Ibu pasti berbohong!" Rayyan menggelengkan kepalanya sembari menatap Ratih.
"Terserah kamu mau percaya atau tidak!" ujar Ratih.
"Apa benar yang dikatakan Ibu, Mayra?" pandangan Rayyan berpindah ke arah Mayra.
Dengan ragu Mayra menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana mungkin?" lirih Rayyan.
Rama yang belum paham masalah orang tuanya memeluk kaki Mayra dengan erat, ia sungguh ketakutan melihat perdebatan di depannya.
"Jika kamu tidak percaya, pergilah dari sini!" kata Ratih membuat Rayyan yang belum siap menerima kenyataan memilih berlalu.
Ratih lalu memeluk putrinya, keduanya menangis bersama-sama. "Maafkan Ibu, May!"
Salam kenal
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜