FIKSI karya author Soi. Hanya di Noveltoon.
Novel perdana author.
Berawal dari gadis biasa yang menghadapi diskriminasi dan hinaan orang banyak di sekitarnya, Clara membuktikan kemampuannya dengan bekerja sebagai ahli keuangan yang mengesankan bagi seorang bos konglomerat. Di satu sisi, Clara menjadi salah seorang kepercayaan bagi atasannya. Namun, di sisi lain ia menyadari bahwa pekerjaannya berkaitan dengan hal-hal berbahaya yang tidak manusiawi. Pertemuan kembali dengan Kent, sahabat pada masa remajanya, memberikan Clara keberanian untuk menguak kejahatan orang-orang kelas atas yang berkaitan dengan berbagai kasus misterius. Akankah Kent tergerak untuk menolong Clara seperti sedia kala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon soisoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kerja Sama
Di saat membagi tugas, Kent dan Adi menemukan sebuah kekurangan besar yang harus segera diatasi oleh mereka.
"Di, kurasa kita takkan bisa menghemat waktu dan mencari informasi secara mendetail tanpa seorang mata-mata yang berguna," ujar Kent.
"Tunggu.. Aku mengenal seorang peretas sistem komputer yang sangat ahli, dia juga terbiasa dengan peralatan canggih lainnya," respon Adi, setelah berpikir sejenak.
"Benarkah? Kita akan sangat membutuhkan orang seperti itu."
"Namun, dia selalu bekerja secara tersembunyi dan susah dihubungi. Jika kita beruntung, bisa saja kita berpapasan langsung dengannya saat mendatangi rumah terpencilnya," jelas Adi.
"Kalau begitu, akan lebih baik jika kita menemuinya secepat mungkin untuk membujuknya agar mau bekerja sama dengan kita," saran Kent.
"Kau benar. Kita langsung saja berangkat 1 jam setelah makan pagi. Jangan sampai kau kelaparan, karena kita akan melakukan perjalanan jauh, lalu berjalan memasuki hutan," kata Adi.
"Dia tinggal di dalam hutan? Ok, aku mengerti," balas Kent setuju.
Sementara itu, waktu di Singapura menunjukkan pukul 8 pagi ; yakni 1 jam lebih cepat dari waktu Jakarta.
Clara sedang menikmati sarapan pagi ala buffet di hotel berkelas, walau duduk seorang diri. Ia sesekali menoleh ke arah meja besar yang ditempati oleh Presdir Linardi beserta beberapa kenalannya.
"Wah.. Aku benar-benar seperti Tuan Putri di tempat ini. Tidak kusangka, perjalanan bisnis ke luar negeri akan semewah dan semenyenangkan ini," gumam Clara, sambil menjejali mulutnya dengan berbagai jenis kue lezat.
"She eats very well. Is she your daughter?" tanya seorang pria berkebangsaan India kepada Presdir Linardi, saat menatap ke arah Clara.
"No. She's just my secretary, Clara," balas Presdir.
"Oh, Miss Clara? How adorable she is," ucap pria bernama Vikram, yang merupakan salah satu tamu naratetama dari India itu.
"Vikram."
Suara seorang wanita yang juga berasal dari India langsung mengalihkan perhatian pria itu.
"Ritu?" respon Vikram, terkejut karena melihat istrinya yang nampaknya tidak diundang.
Keduanya berbicara dalam bahasa lokal mereka, sementara Presdir Linardi membuat alasan sopan sebelum menyingkir dari meja itu.
Pria itu berjalan ke arah Clara, kemudian mengatakan sesuatu.
"Jangan bertingkah memalukan. Ingatlah, semua gerak-gerik payahmu akan diperhatikan oleh orang banyak."
"Baik, Pak," jawab Clara, sedikit malu karena ditegur.
"Satu hal lagi; jangan pernah menunjukkan bahwa kau seorang gadis miskin di hadapan semua tamu penting yang akan kau temui hingga perjalanan bisnis ini berakhir," peringat Presdir.
"Ba-- Baik."
Kebahagiaan kecil yang baru saja dirasakan oleh Clara langsung menciut. Setelah Presdir Linardi berlalu dari hadapannya, Clara langsung menegur dirinya sendiri.
"Dasar bodoh! Kenapa aku bisa berpikir bahwa ini semua adalah perjalanan wisata? Akh, seharusnya aku fokus bekerja," gerutunya pelan.
"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri."
Mendengar suara seseorang secara tiba-tiba, Clara langsung terdiam, lalu menoleh ke segala arah karena tidak dapat menemukan sumber suara itu.
"Barusan yang berbahasa Indonesia.. Siapa ya? Seharusnya, hampir tidak ada tamu naratetama dari Indonesia selain Presdir Linardi," ucap Clara heran.
Baru saja hendak kembali menikmati suasana yang tenang, tiba-tiba..
Prang!
Suara benda terjatuh hingga pecah berkeping-keping sempat mengagetkan Clara selama 2 detik.
Setelah itu, nampaknya ada 2 orang tamu asing yang sedang berdebat, kemudian mulai berkelahi.
"What did you just say?" sentak seorang pria yang nampaknya berkebangsaan Amerika latin.
"Yeah, you Mexican bastard. You're so going to lose everything now!" ancam pria yang berasal dari negeri Eropa terhadapnya.
"Over my dead body! " sahut pria dari Meksiko itu dengan amarah.
Perkelahian keduanya menjadikan restoran berkelas itu berantakan, hingga sebagian orang yang duduk berdekatan harus beranjak meninggalkan tempat itu dengan kesal.
Petugas keamanan pun berusaha menghentikan mereka, walau gagal dan terancam tuntutan hingga ke pihak hotel. Karena merasa terganggu, Clara mengumpulkan keberanian untuk melerai dua orang yang sama sekali tak dikenalinya itu.
"Excuse me. Wouldn't it be better to settle down your personal problems outside the crowds? Gentlemen, I would really appreciate your understanding," ucap Clara sopan, namun tegas dan jelas.
Mendengar ucapan Clara, kedua orang itu terdiam, lalu berdeham sejenak. Mereka bahkan meminta maaf kepada pihak terkait dan pergi begitu saja.
Suara riuh tepuk tangan yang tak diduga sedikit mengejutkan Clara.
"Bravo, Miss!"
Melihat orang-orang memujinya, Clara hanya tersenyum kaku dan sudah kehilangan selera untuk menghabiskan makanannya. Dia pun beranjak, kemudian berjalan mengelilingi lobby hotel yang dilengkapi dengan ukiran terindah bergaya Yunani kuno.
Di sisi lain, Kent dan Adi telah tiba di tempat tujuan.
Tok, tok, tok!
"Siapa? Kaukah itu, Leno?" sahut pria yang berdiam di dalam rumah gubuk di tengah hutan.
Mendengar jawaban tak lazim itu, Kent kembali mengetuk pintu.
Tok, tok, tok!
Akhirnya, pintu tersebut dibuka dan orang di dalamnya langsung terkesiap, lalu hendak menutup pintu lagi.
"Tunggu!" sanggah Kent, dengan cepat tangannya yang kuat menahan pintu itu.
"Kau siapa? Beraninya kau kemari!" bentak orang itu, sambil menatap Kent dengan garang.
"Ini aku, Adi. Bukalah pintu rumahmu, Kris," respon Adi setelah 2 menit berlalu.
Pria bernama Kris yang kurang ramah itu dengan cekatan membuka sedikit celah untuk mengintip ke arah Adi, kemudian membukakan pintu sepenuhnya.
"Oh, kamu. Untuk apa kau kemari?" tanya Kris.
"Sudah pasti karena aku membutuhkan bantuanmu," kata Adi singkat.
"Lalu, siapa laki-laki di sebelahmu ini?" selidik Kris.
"Dia? Namanya Kent Wahyudi. Kau tahu nama itu, bukan?" ucap Adi, tanpa bertele-tele.
"Benarkah? Astaga.. Maafkan saya, Tuan Muda!"
Sikap Kris yang berubah seketika malah membuat Kent kebingungan.
"Siapa dia ini? Mengapa sikapnya menjadi baik kepadaku?" ujar Kent, sambil melirik kepada Adi.
"Dia itu sama denganku, putra dari kenalan ayahmu," bisik Adi.
"Oh.. Salam kenal, Kris," balas Kent akhirnya.
"Ya, Tuan Muda. Silahkan masuk."
Pria yang berusia sekitar pertengahan 30 tahun itu langsung menyuguhkan segelas minuman untuk Kent.
"Bagaimana denganku?" sela Adi, tidak terima.
"Kau ambil saja sendiri di dapur. Bukankah kau punya kaki dan tangan?" sahut Kris remeh.
Dengan wajah cemberut, Adi melayani dirinya sendiri sambil duduk di pojokan. Melihat tingkah Adi, Kent hanya terkekeh.
"Ngomong-ngomong, berapa usia Tuan Muda?" sanggah Kris.
"Aku? Usiaku sedikit lebih muda darimu, tapi tetap saja aku sudah kepala-3 di tahun 2025 ini," kata Kent ramah.
"30 tahun ya? Itu sih masih muda. Usiaku 36 tahun, di bulan April tahun ini, Tuan Muda."
Kent mengamati seisi rumah kayu kecil itu, kemudian melanjutkan pembicaraan.
"Sepertinya, tadi kau menyebutkan nama seseorang yang tak asing. Apa kau sedang menunggu kehadiran orang lain sebelum kami berkunjung kemari?" ungkit Kent penasaran.
"Benar. Saya memang belum lama ini mengenal seorang programmer ahli yang seusia Tuan Muda. Namanya Leno Raditya Putra. Orang itu tiba-tiba mengontak saya--"
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Kris langsung paham ketika Kent memberinya isyarat untuk berhenti.
"Dia kenalan lamaku," tutur Kent singkat.
"Benarkah? Kalau begitu, saya tidak akan mencurigainya lagi--"
Untuk ke-dua kalinya, Kris membatalkan kalimatnya sendiri karena Kent rupanya belum menyelesaikan pengakuannya.
"Tidak. Jangan mudah mempercayai siapapun, selain aku dan Adi. Kita tidak tahu pasti siapa yang akan memilih untuk berpihak kepada kita atau lawan."
Kris menerima saran itu dengan patuh, kemudian mengamati Adi yang sedang asyik bermain HP.
"Tenang saja, Tuan Muda. Saat bekerja, tidak ada yang lebih serius dibandingkan Adi. Walau tingkahnya begitu, dia bisa dipercaya," ucap Kris, sambil menunjukkan jari ke arah Adi.
"Aku tahu," balas Kent, sembari tersenyum ringan.
Dalam pikirannya, Kent lebih terdorong untuk segera menemui dan bertanya-jawab dengan Leno, entah akan bagaimana reaksinya.
- Bersambung -