Sang Penakhluk

Bara melambaikan tangan pada waitress yang tadi melayaninya. Dan tentu saja dengan senyum sumringah Ririn segera menghampiri bule tampan yang memang sudah menjadi incarannya. Gadis itu yakin selain tampan pria bule itu pasti juga kaya raya.

Jika Akbar sang idola kampus menolaknya setidaknya dia mendapat 'tangkapan' yang lebih besar. Dan kali ini dia akan menang dari rival abadinya, Dinar!

"Ya Tuan, ada yang anda inginkan lagi?"

"Bill-nya," ujar Bara ketika Ririn sudah berdiri di samping mejanya. Dia meletakkan beberapa lembar uang berwarna merah ke tagihan yang disodorkan padanya.

"Ini terlalu banyak Tuan," mata Ririn berbinar melihat sepuluh lembar uang berwarna merah yang ada didepannya.

"Sisanya untukmu, tapi aku butuh informasi tentang salah satu pria disana. Aku tidak mengenal mereka tapi dari tadi aku dengar mereka membahas tentang satu nama wanita. Jika tidak salah nama wanita yang mereka bahas adalah Dinar."

Ririn hampir bersorak kegirangan karena malam ini dia mendapat tips yang lumayan banyak. Besok dia bisa berbelanja sepuas hati dengan uang itu. Tapi satu nama yang disebut pria bule itu membuat kebahagiaan yang dirasakannya tidak sempurna.

"Mereka semua mahasiswa di universitas yang sama, saya juga sedang mendaftar di sana. Ehhh itu maksud saya Dinar adalah teman baik saya. Dia pacar Akbar, pria berkaos hitam yang ada di samping pria yang sedang memainkan gitar. Sebenarnya semua pria sangat memuja Dinar...dia gadis gatal!"

"Gatal?"

"Dinar meladeni semua pria yang suka padanya, kemarin dia nyaris menikah dengan Akbar. Tapi yang saya dengar lima menit sebelum pernikahannya ia lari ke pelukan pria kaya karena ditawari sejumlah uang. Dia gadis terburuk yang pernah ada. Dia...."

"Cukup, sekarang pergilah!"

"Hati sudah larut, saya tahu tempat yang nyaman untuk menginap. Saya bisa menemani anda....anggap saja ini rasa terimakasih karena sudah memberi banyak tips hari ini," kata Ririn sedikit membusungkan dadanya, seakan ingin menunjukkan lekuk tubuhnya.

"Apa telingamu tuli? Aku bilang pergi!"

"B-baik, maaf..."

Sudah cukup Bara mendengar semuanya, pantas saja yang seratus juta yang di letakkan di kamar hotel langsung raib selepas Dinar pergi. Dan lucunya kakek maupun istri kedua ayahnya sangat menyukai gadis bermuka dua itu.

Akhirnya Bara keluar dari kafe, mungkin karena tergesa ia tak menyadari jika ada seseorang yang berdiri di depannya.

BRUGGHH...

Baratha menatap tajam pria yang tak sengaja tersenggol olehnya. Ternyata yang ia tabrak adalah pria muda yang diceritakan oleh sang waitress tadi. Mantan calon suami dari istri kecilnya.

"Hati hati jika berjalan Tuan," ujar Akbar mengerutkan dahinya ketika pria tinggi besar di depannya seperti menatapnya penuh kebencian. Padahal baru pertama mereka bertemu.

"Kau yang menghalangi jalanku!" sahut Bara penuh penekanan dalam setiap katanya. Ternyata pria yang dicintai istrinya hanyalah pria biasa....hanya jauh lebih muda darinya.

Akbar yang tak ingin memperpanjang masalah hanya menghela nafas dan langsung pergi meninggalkan pria yang sepertinya masih saja menatapnya. Dari penampilan pria yang baru saja ia tabrak sangat terlihat jika bukan dari kalangan biasa.

Tadi ia mengambil kopi dari lemari pendingin agar aroma bir yang baru saja ia minum tersamarkan. Dia tidak ingin ibunya tahu jika sudah menghabiskan sore ini dengan minum bersama teman temannya. Dia tahu tak seharusnya ia mengobati kekecewaan dengan minum minuman beralkohol. Akbar hanya tak tahu lagi dengan apa ia bisa mengobati lukanya.

Sedang Bara langsung masuk ke dalam mobil, di balik kaca ia bisa melihat Akbar dan teman temannya juga pergi dari kafe dengan mengendarai motor. Jika saja ada di London maka ia bisa meminta orang orangnya untuk menyelidiki semua hal tentang pria muda itu. Tapi disini ia akan sulit melakukannya, tak mungkin ia meminta tolong pada Anom.

"Apakah kau bisa mencarikan aku orang yang bisa aku percaya untuk melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan Anom ataupun pria tua itu...maksudku Tuan Besar Wirabumi," tanya Bara pada sang supir.

"Saya rasa tidak. Jika Tuan ingin mencari di antara orang orang Wirabumi maka itu tidak bisa saya lakukan. Tuan Anom punya seribu mata jika itu menyangkut intern Wirabumi. Anda butuh orang luar....di luar kekuasaan Wirabumi," jawab sang supir.

Baratha mengangguk pelan karena apa yang dikatakan sang supir masuk akal. Selain ingin mengetahui semua hal tentang kematian adiknya. Ada sesuatu yang ingin ia ketahui dari dulu, hal yang sampai saat ini masih tidak ia percaya ... kematian ibu dan ayahnya.