Tiga ribu tahun setelah Raja Iblis "Dark" dikalahkan dan sihir kegelapan menghilang, seorang anak terlahir dengan elemen kegelapan yang memicu ketakutan dunia. Dihindari dan dikejar, anak ini melarikan diri dan menemukan sebuah pedang legendaris yang memunculkan kekuatan kegelapan dalam dirinya. Dipenuhi dendam, ia mencabut pedang itu dan mendeklarasikan dirinya sebagai Kuroten, pemimpin pasukan iblis Colmillos Eternos. Dengan kekuatan baru, ia siap menuntut balas terhadap dunia yang menolaknya, membuka kembali era kegelapan yang telah lama terlupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusei-kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lahirnya Pasukan Elit Kuroten
Beberapa bulan sebelum kehancuran kerajaan Ereboska, bayang-bayang kehancuran telah dimulai di tempat yang sangat jauh dan penuh aura kegelapan: Necro Valley. Lembah yang terkenal dengan sunyi yang memekakkan telinga, udara yang menyesakkan, dan langit yang selalu tertutup kabut kelabu. Di tempat ini, kematian tampak lebih dekat daripada kehidupan. Pohon-pohon tua dengan dahan-dahan bengkok menjulang seperti tangan-tangan yang berusaha meraih sesuatu. Angin dingin berbisik di antara celah-celah batu, membawa suara-suara samar seperti jeritan makhluk yang pernah tersiksa.
Organisasi Tartaros yang hanya beranggotakan dua puluh orang tersisa akhirnya tiba di pusat lembah setelah perjalanan panjang yang penuh penderitaan. Selama perjalanan, mereka kehilangan dua ratus anggota karena jebakan-jebakan alam mematikan dan serangan para iblis yang berbentuk hewan. Namun mereka tetap maju, didorong oleh tekad fanatik untuk menemukan Kuroten, sosok yang mereka yakini sebagai pewaris Raja Iblis Dark.
Langkah kaki mereka menggema di tanah lembah yang retak, setiap suara terdengar seperti gema dari liang kubur. Di depan mereka berdiri sebuah singgasana yang terbuat dari tulang-belulang, tempat Kuroten berdiam diri. Sosoknya tampak seperti bayangan besar yang menyatu dengan kegelapan di sekitarnya. Matanya bersinar merah, menembus setiap jiwa yang memandangnya.
Azrael, pemimpin Tartaros, dengan tubuh yang kurus dan penuh luka dari perjalanan itu, berlutut di hadapan Kuroten bersama para pengikutnya. “Wahai Tuan Kuroten, berikan kami kekuatanmu dan jadikan kami pengikutmu,” ucap Azrael dengan suara yang penuh harapan dan kegilaan.
Namun, respon Kuroten dingin dan mengancam. “Pergilah. Aku tidak butuh pengikut.” Suaranya seperti bisikan kematian yang memenuhi udara. Meskipun demikian, mereka tetap diam, tak bergerak.
Merasa terganggu oleh kegigihan mereka, Kuroten akhirnya mengangkat tangannya. Dari ujung jarinya yang kurus dan tajam, muncul semburan sihir kegelapan yang mengisi lembah itu dengan jeritan-jeritan mengerikan. Tubuh-tubuh mereka mulai melayang di udara, terpelintir dalam bentuk-bentuk yang tidak manusiawi. Ada yang meledak menjadi kabut darah, ada pula yang tubuhnya membeku sebelum pecah seperti kaca.
Namun di tengah kehancuran itu, tujuh orang tetap bertahan, meski sebagian tubuh mereka telah hancur. Suasana berubah mencekam. Udara menjadi semakin berat, dan Kuroten berdiri, mengamati mereka dengan mata yang penuh kehampaan.
“Menarik...,” gumamnya. “Sepertinya kalian cukup kuat untuk menerima kekuatanku.”
Tujuh orang itu tetap berlutut, bahkan ketika kegelapan mulai menyelimuti tubuh mereka. Cahaya dari elemen-elemen mereka—api, air, tanah, petir, cahaya, dan angin—padam satu per satu, digantikan oleh aura hitam pekat. Pemimpin mereka, Azrael, yang kehilangan elemen dan hampir setengah tubuhnya, menerima kekuatan gelap yang jauh melampaui yang lain. Tubuh mereka perlahan-lahan dipulihkan, tetapi tidak lagi dalam bentuk manusia.
Tangan mereka menjadi seperti cakar tajam, mata mereka bersinar dengan cahaya merah, dan tubuh mereka dipenuhi duri serta tanduk seperti iblis.
Azrael bangkit pertama kali, memandang Kuroten dengan tatapan penuh kesetiaan. “Mulai sekarang, kami adalah Pasukan Elit Tartaros, pasukan yang bersedia melayani Anda kapan saja.”
Kuroten hanya tersenyum tipis. “Hancurkan dunia ini untukku,” katanya singkat.
Anggota Tartaros yang lain mengikuti Azrael, bangkit dengan kepala terangkat tinggi, menyerukan nama mereka sebagai Pasukan Elit Tartaros. Lembah itu bergema dengan suara tawa iblis yang mengerikan, seolah-olah setiap makhluk di sana menyambut kelahiran kekuatan baru yang akan membawa kehancuran dunia.
Necro Valley, yang sudah penuh dengan kehancuran dan kegelapan, kini menjadi tempat di mana mimpi buruk sejati terlahir. Dari lembah itu, Pasukan Elit Tartaros membawa aura kematian yang akan menyebar ke seluruh dunia, dimulai dengan kerajaan Ereboska. Jeritan mereka bukan hanya sekadar panggilan perang, tetapi juga peringatan kepada semua manusia bahwa kegelapan sejati telah bangkit kembali.
Sembilan hari setelah penyerangan Tartaros ke Kerajaan Ereboska, bala bantuan dari negeri-negeri terdekat akhirnya tiba. Namun, pemandangan yang mereka saksikan dari kejauhan begitu memilukan. Kerajaan megah Ereboska yang dulunya dipenuhi kegemilangan kini telah runtuh menjadi reruntuhan, dikuasai oleh makhluk-makhluk iblis yang berkeliaran bebas.
Para bala bantuan berusaha mengirim sinyal sihir ke pusat kerajaan, berharap ada balasan dari para ksatria atau penyihir yang mungkin masih bertahan. Namun, setelah berjam-jam menunggu tanpa hasil, mereka harus menerima kenyataan pahit. Tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia. Hanya kegelapan yang menyelimuti kota itu, disertai kabut hitam yang semakin menebal, melambangkan kehancuran total. Mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke negeri masing-masing dan melaporkan apa yang mereka temui.
Tidak butuh waktu lama bagi kabar kehancuran Ereboska menyebar ke seluruh dunia. Di negeri-negeri tetangga, kepanikan melanda. Kota-kota mulai memperkuat pertahanan, sementara rakyat jelata ketakutan akan kemungkinan invasi berikutnya. Pasar-pasar yang biasanya ramai kini sepi, dan tempat ibadah dipenuhi doa-doa untuk keselamatan. Ereboska hanyalah awal, dan mereka tahu ancaman yang lebih besar sedang mengintai.
Di Veslandia, di puncak tertinggi pusat kekuatan yang menjadi rumah bagi para Kesatria Suci, Sirius Peak. Kabar ini ditanggapi dengan lebih tenang tetapi penuh kewaspadaan. Leo Akazuchi, pemimpin tertinggi Kesatria Suci, berdiri di puncak menara, menatap cakrawala dengan tatapan penuh tekad. "Waktunya sudah dekat," gumamnya lirih, seolah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
Di sisi lain, Hano Takigawa, Kesatria Air, terlihat termenung di pinggir danau suci di dekat markas besar klan Takigawa. Dalam diam, ia memandang refleksi dirinya sendiri di air, seraya bergumam, "Aku menunggumu, Kuroten." Ucapannya penuh misteri, seolah ada hubungan mendalam antara dia dan pemimpin Colmillos Eternos itu.
Sementara itu, kabar kehancuran Ereboska juga sampai ke Akademi Altais, tempat para penyihir muda ditempa. Suasana akademi yang biasanya ceria berubah mencekam. Para siswa, khususnya mereka yang akan segera menghadapi misi, merasa terbebani oleh kenyataan bahwa mereka mungkin harus melawan ancaman ini suatu hari nanti.
Di salah satu sudut lapangan latihan, Akira menggenggam tinjunya erat. "Aku akan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi semua orang," tekadnya penuh semangat. Tidak jauh dari sana, Kiria berdiri dengan ekspresi sombong tetapi penuh ambisi. "Aku akan melampaui Leo Akazuchi," ujarnya lantang. Kemudian, dengan suara yang lebih rendah, ia menambahkan, "Dan aku akan menghancurkan Kuroten beserta Colmillos Eternos."
Di sisi lain, Yusei hanya diam. Pandangannya kosong, tetapi dalam hatinya penuh tekad membara. Ia teringat dengan jelas malam mengerikan 11 tahun yang lalu, ketika Kuroten dan pasukannya membantai seluruh klan Shimizu. "Entah bagaimanapun caranya, aku pasti akan menghentikanmu, Kuroten," gumamnya sambil mengepalkan pedangnya, Suijin no Tsurugi.
Tidak hanya mereka, Yui dan Hiyori juga merasa tertantang. Mereka berlatih dengan keras di bawah bimbingan Airi. "Sihir saja tidak cukup," ujar Hiyori sambil mengusap keringatnya. Mereka tahu, untuk menghadapi ancaman sebesar Tartaros, mereka harus menguasai segala jenis keterampilan, termasuk kemampuan bertarung jarak dekat.
Di sudut lain, Kisaragi memandangi foto keluarganya dengan tatapan penuh nostalgia dan tekad. "Tenang saja, aku akan menjaga kalian semua," janjinya dalam hati.
Bersamaan dengan merebaknya kabar kehancuran Ereboska, dunia diguncang oleh ancaman baru. Organisasi Tartaros, yang selama ini hanya dikenal dalam bayang-bayang, muncul secara terang-terangan. Melalui siaran sihir yang menjangkau seluruh penjuru dunia, sosok Azrael, salah satu jenderal utama Tartaros, berbicara dengan nada dingin namun penuh intimidasi.
"Kami adalah Tartaros, pasukan elit Kuroten. Dunia ini telah lama berlumuran dosa dan ketidakadilan. Kami akan menghancurkan segalanya hingga tenggelam dalam kegelapan. Ereboska hanyalah permulaan. Bersiaplah, wahai makhluk hina, karena kehancuran kalian sudah dekat."
Pesan ini memicu ketakutan yang lebih besar. Kota-kota besar mulai memobilisasi tentara dan penyihir terbaik mereka. Namun, harapan juga tumbuh di hati para pemberani yang bersumpah untuk melawan Tartaros hingga akhir.
Dunia kini menghadapi ancaman dari berbagai sisi. Selain Tartaros yang mendeklarasikan perang, organisasi misterius lain, Tenebris Arcanum, yang selama beberapa tahun terakhir mulai bergerak dalam bayang-bayang, kini semakin aktif. Belum jelas apa tujuan mereka, tetapi kehadiran mereka menambah ketidakpastian.
Di tengah kekacauan ini, Kuroten tetap menjadi sosok yang tidak tersentuh. Bayangan sosoknya yang misterius dan kekuatannya yang tak terhingga terus menghantui pikiran semua orang. Dunia kini berada di persimpangan kehancuran dan harapan. Akankah mereka menemukan cara untuk melawan? Atau apakah semuanya akan berakhir di bawah kegelapan Colmillos Eternos?