Anak dibawah umur dilarang mampir🙅
Harap bijak dalam membaca👍
Slow update 🙏
Silahkan mampir juga ke novel pertama Cimai, klik profil Cimai yaaa😍
"Menikah Dengan Adik Sahabatku"
------
Belum ada dalam pikiran Dira untuk segera mengakhiri masa sendirinya, ia masih trauma pasca ditinggalkan oleh suami yang teramat ia cintai pergi untuk selamanya dan disusul satu-satunya superhero yang selalu berada disisinya, yaitu Ibu.
Meskipun pada kenyataannya sosok pria yang selama ini selalu memperlakukan Dira dengan lembut, ternyata diujung usianya menunjukkan sebuah kenyataan yang teramat pahit, sehingga menyisakan luka dan trauma yang teramat mendalam bagi Dira.
Dira masih tetap mencintainya.
Disisi lain, putra sulung dari pemilik Raymond Group mengalami kegagalannya dalam berumahtangga.
Setelah berhasil dari masa keterpurukannya dan memilih tinggal diluar negeri, akhirnya ia kembali ke tanah air dan menggantikan posisi ayahnya, Erick Raymond.
Awal pertemuan yang tidak sengaja anta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cimai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26 : Mentari, Segeralah Kembali
Edgar menelusuri jalanan dimana ibu tadi menunjukkan arah. Namun, baru dua menit, maminya menelpon.
''Ini masih nyari Mi..''
''Pulang sekarang!'' seru mami dari sambungan telepon.
''Ada apa sih Mi? nggak bisa nanti-nanti aja kah?''
Edgar mengusap wajahnya dengan gusar.
''Nggak bisa!''
''Iya, iya aku pulang sekarang.''
Edgar memutar arah kemudinya menuju rumah, sesuai dengan perintah mami.
°°
''Kamu ada masalah apa, Dira?''
''Tidak ada masalah Bu. Emm... aku izin untuk sementara waktu tinggal disini bisa kah Bu?''
Seseorang itu mengusap lembut rambut Mentari.
''Tempat ini selalu terbuka untukmu, kapan pun kamu bisa tinggal disini..''
Mentari tersenyum.
''Terimakasih Bu.''
Seorang ibu itu memeluk Mentari dengan erat.
''Cerita saja kalau kamu sedang ada masalah, jangan terbiasa kamu pendam sendiri, nggak baik untuk kesehatanmu.''
Mentari menangis sesenggukan didalam pelukan itu, seorang ibu pemilik yayasan untuk anak-anak kurang mampu, disinilah tempat bagi Mentari untuk selalu mensyukuri apa yang ia miliki. Bermain dengan anak-anak, melihat tawa ketulusan dari wajah mereka.
Mendiang ibunya lah yang mengenalkan Mentari pada tempat ini. Ibunya kerap membagikan rezeki yang mereka dapatkan ditempat ini, hal itu membuat Mentari meneruskan kebiasaan yang diajarkan oleh ibunya. Bukan hanya semata-mata meneruskan, Mentari juga menemukan kenyamanan disini.
''Bu, aku sudah menikah lagi.'' ujar Mentari lirih.
''Kamu serius, Dira? Lalu dimana suamimu sekarang? kenapa tidak memberi kabar ke Ibu? dan kenapa kamu bersedih seperti ini? apa pernikahanmu tidak bahagia?'' cerca ibu paruh baya yang bernama Maryam itu sembari melepaskan pelukannya.
Mentari menatap bu Maryam.
''Aku serius Bu, semua itu terjadi secara tiba-tiba.''
Akhirnya Mentari menceritakan dari awal ia yang sedang sakit dan mengambil cuti, lalu kedatangan si perut buncit yang mengejutkannya. Mentari menuturkan kisahnya dengan sesekali mengusap airmata yang terlanjur jatuh, hingga kesedihan yang ia rasakan karna suaminya hanya terpaksa menikah karena tuntutan ibunya, pernikahan tanpa cinta yang menyakitkan.
Ibu Maryam kembali memeluk Mentari.
''Ibu tidak menyangka kamu harus menjalani hidup begini, Dira.. Ibu turut prihatin, kamu yang sabar ya..'' usap bu Maryam.
''Sekarang kamu bekerja ditempat Ibu saja ya..''
''Beneran Bu?''
Ibu mengangguk.
''Iya, Dira..''
''Terimakasih banyak Bu, aku senang sekali.'' ucap Mentari.
Mentari mengusap airmatanya, sedikit lega didalam hatinya karena bisa bernafas untuk melanjutkan hidup.
''Tapi, Dira..'' kata bu Maryam terhenti.
''Tapi apa Bu?''
''Bagaimana kalau suamimu mencari kamu?'' tanya bu Maryam khawatir.
Mentari tersenyum lesu, kemudian menunduk.
''Tidak mungkin Bu, dia tidak mencintaiku jadi tidak mungkin mencari.'' jawab Mentari sendu.
''Dira..''
''Iya Bu?''
''Boleh Ibu bertanya siapa suami baru kamu?''
''Mungkin Ibu tidak akan percaya Bu..'' jawab Mentari.
''Kenapa? memangnya dia siapa?'' tanya bu Maryam semakin penasaran.
''CEO Raymond group, Bu..''
''Ha?! tuan Erick Raymond?''
Bu Maryam langsung terbelalak tidak percaya, karena yang ia tau hanyalah tuan Erick.
Mentari langsung terkekeh pelan karena bu Maryam salah paham.
''Bukan Bu, masa aku mau jadi istri kedua sih hehe''
''Putra tuan Erick, Bu..'' imbuh Mentari.
''Ibu belum dengar atau baca berita tentang mereka ya?'' tanya Mentari.
Ibu Maryam langsung menggeleng.
Mentari tersenyum, ia memaklumi kesibukan bu Maryam disini.
''Jadi pria yang menikahimu orang kaya?''
''Kaya doang tapi nyakitin Bu..'' jawab Mentari kemudian tertawa kecil.
Bu Maryam menarik nafasnya dalam-dalam.
''Ya begitulah kehidupan, Dira. Kamu harus sabar ya.. sekarang tenangkan dirimu disini sampai keadaan kamu benar-benar baik.''
''Terimakasih banyak Bu..''
Mereka kembali berpelukan seperti Teletubbies.
''Tapi, Dira.. kalau seandainya suami kamu mencarimu, gimana?'' tanya bu Maryam.
''Tidak akan Bu, dia pasti akan mencari perempuan lain, sangat mudah baginya. Mau dapetin sepuluh wanita dalam satu menit juga gampang.'' jawab Mentari.
''Tapi, firasat Ibu, dia mencarimu..''
Mentari tersenyum.
''Kita ke dalam aja yuk Bu..'' ajak Mentari mengalihkan pembahasan itu.
''Ah kamu bisa aja menghindari bahasan itu..''
Mentari langsung terkekeh kecil dan menggandeng lengan bu Maryam seperti putri kandung.
°
Setelah tadi sore dicerca banyak sekali pertanyaan oleh maminya dan Edgar hanya menjawab beberapa saja. Akhirnya ia dilarang untuk pergi kemanapun, sekalipun beralasan akan ke kantor.
Edgar duduk dipinggir kolam, kedua kakinya berada di dalam air. Tangan kanannya memegang minuman bersoda.
Sementara tangan kirinya yang memegang ponsel sesekali menghubungi nomor Mentari, tetapi nomor itu masih tetap tidak aktif.
Edgar menenggak minuman kaleng tersebut hingga habis, rasanya masih tetap saja hambar. Meskipun ia belum bisa memastikan tentang perasaannya sendiri, tetapi rasa ini menunjukkan seperti separuh jiwanya hilang.
Edgar juga sudah memerintahkan Jimmy agar memberikan perintah kepada orang suruhannya untuk mencari keberadaan Mentari. Edgar menolak saran maminya untuk mengangkat berita kehilangan Mentari ke media, karena ia tak ingin ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab mencari kesempatan dalam kesempitan ini.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 01.30 WIB, Edgar yang masih terjaga akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Esok hari ia harus menjalani aktivitas karena jadwal meeting sudah menanti.
Edgar membaringkan tubuhnya di ranjang, menghadap ke arah saat ada Mentari disisinya. Tiba-tiba tubuhnya bergetar, seperti sinyal yang tengah merindu.
''Mentari, segeralah kembali..'' gumam Edgar.
Gak berusaha ikhlas toh Edgar jga memperlakukan dia lembut ko, gak grasak-grusuk mementingkan napsunya sendiri,,,