“Tuan, Nyonya mengajukan gugatan cerai pada, Anda!”
“Hah! Apa dia seberani itu?! Biarkan dia melakukan apa yang ingin dia lakukan, kita lihat, pada akhirnya dia akan kembali meminta maaf dan memohon.”
Pada akhir yang sesungguhnya! si Tuan Muda, benar-benar ditinggal pergi tanpa jejak apapun hingga membuatnya menggila dan frustasi. Dan, empat tahun kemudian, di sebuah klub malam Kota Froz, ia di pertemuan dengan seorang wartawan yang sedang menjalankan misi penyamaran, untuk menguak kasus penculikan bayi empat tahun yang lalu, dan wartawan itu adalah wanita yang membuatnya frustasi.
“Dengan kamu pergi begitu saja apa kamu pikir bisa lepas begitu saja! Urusan kita di masa lalu belum selesai, istriku.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon acih Ningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Uang Kompensasi Untuk Tuan Muda
Badan keci itu dihempaskan di atas kasur yang untungnya empuk, tatapan lelaki itu begitu mengerikan layaknya serigala yang lapar melihat mangsa didepan mata.
"Tidak! Abraham, jangan!"
Abraham malah menyeringai, "Kenapa tidak! Aku ini suamimu, kan!" lelaki yang sudah dikuasai emosi itu langsung menindih Alea dan menciumnya, ciuman yang begitu menuntut meminta dibalas, "Kamu selalu berpura-pura menolak, Alea!" kata Abraham, sesat setelah melepaskan ciumannya.
Tidak ada celah untuk bisa lepas, Abraham tahu wanita itu akan langsung melarikan diri jika ia lengah sedikit saja, dengan tanpa melepaskan cengkeramannya Abraham meraih dasi yang tergantung tidak jauh dari sana, mengikat kedua tangan wanitanya. Ini kali kedua ia melakukan hal seperti ini, agar Alea tidak bisa memberontak dan kabur tentunya.
Wuuuussss..... Lelaki itu melepaskan jubah mandinya dan melempar disembarang arah.
Alea menatap penuh dengan ketakutan, ia masih berusaha lepas dengan menarik-narik tangannya yang terikat sampai membuat pergelangannya memerah.
Abraham kembali menindihnya, tepat ditelinga wanita itu Abraham berbisik, "Tenang! aku hanya melakukan apa yang kamu harapkan selama ini." Dan ia kembali mencium wanita yang tidak berdaya dibawah kungkungan nya. Melakukan sesuatu yang entah seharusnya terjadi atau tidak.
***
Perlahan, Alea membuka matanya, kepalanya sedikit pusing dengan badan yang juga terasa sakit. Wanita ini mendapati dirinya yang hanya berbalut selimut putih. Abraham! Dia.... Alea kembali membodohi dirinya, pasca ingatan akan kejadian semalam berhasil menguasai kepalanya. Ia melirik ruang kosong disebelah, tidak ada siapapun di sana, lelaki itu sudah pergi. Dia pergi begitu saja setelah puas!
Alea turun dari ranjang, dua bola matanya melihat selembar kertas diatas meja (Jika sudah bangun, langsung pulang ke Villa)
Alea melempar kertas yang bertuliskan perintah dari Abraham. Alea menghapus air mata bodohnya yang entah kenapa bisa mengalir, dan bangun menuju kamar mandi.
Diluar matahari sudah cukup tinggi karena waktu sudah menunjukkan pukul 10. Alea bergegas keluar kamar, ia ingin segera pergi dari kediaman keluarga Liam.
"Nyonya, sarapan Anda sudah kami siapkan," kata kepala pelayan yang entah sejak kapan berdiri didepan kamar yang ditempati Alea, wanita ini terlonjak, "I....iya." Dia mengejutkan saja.
"Anda baik-baik saja?"
"Aku baik, kepala pelayan aku ada urusan penting, aku mau langsung pulang saja."
"Tapi Nyonya, Anda belum makan."
"Tidak apa-apa, aku bisa makan di rumah."
Tidak mau membuang-buang waktu, Alea langsung berpamitan pada Nenek Rossela.
Dan dengan terpaksa, Alea pulang diantar sopir Villa Mars yang dikirim Abraham untuk menjemputnya, tidak ingin membuat Nenek Rossela curiga dan khawatir, Alea menurut untuk pulang bersama sopir Villa. Tapi saat dalam perjalanan wanita ini memaksa turun karena ia ingin pulang ke Apartemennya.
"Nyonya, tolong! Tuan Abraham pasti akan marah jika Anda tidak pulang ke Villa."
Demi bisa turun dan Sopir Villa pergi, Alea terpaksa berbohong, "Aku akan pulang sendiri, ada beberapa barang yang harus aku ambil di Apartemen, Tuan Abraham sudah tau itu, aku sudah meminta izin."
Meskipun ragu-ragu, sopir merelakan Nyonya nya turun sebelum sampai di Villa Mars.
***
Sekretaris Lee, terlihat menenteng selembar amplop ditangannya, memasuki ruangan Abraham, "Tuan, pengacara Andreas kembali mengirimkan surat dari pengadilan untuk Anda."
Tanpa melihat, Abraham menyahut, "Dia masih membuat ulah!"
"Isi surat gugatan kali ini telah direvisi dan itu atas permintaan Nyonya Muda, apa Anda tidak mau mendengarnya?"
Abraham mengukir senyum.... direvisi....dia sudah berpikir jernih rupanya, semudah itu membuatmu kembali, Alea. "Bacakan, aku ingin mendengar isinya," titah Abraham, dengan kepercayaan dirinya yang full.
Sekretaris Lee mengangguk dan membuka isi amplop, ia melebarkan kertas putih itu didepan wajahnya. Mulai membaca setiap baris isi dari gugatan Alea, tidak ada yang berbeda! Ini sama seperti sebelumnya. Tapi....beberapa detik kemudian, Sekretaris Lee terdiam, mengerutkan keningnya ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Lebih dari dua kali Sekretaris Lee membaca ulang dalam hatinya. Tidak salah, ini benar.... kenapa seperti ini?
"Ada apa?" Abraham yang mulai tertarik, kembali mengukir senyum, "Apa isi selanjutnya, apa dia membatalkan gugatannya dan memohon untuk kembali?" itu sudah pasti, kan!
"Tu.... tuan Muda...."
"Apa dia meminta sesuatu?"
"Tidak!"
"Lalu?"
Sekretaris Lee sebenarnya ragu untuk mengatakannya, "Tuan, isi dari surat gugatan ini sama seperti sebelumnya, hanya saja Nyonya menambah ....."
"Apa!" potong Abraham tidak sabar, "Ia menambahkan kata maaf?"
"Nyonya Alea, membayar uang kompensasi untuk Anda Tuan."
Abraham yang sedang membubuhkan tanda tangan dibeberapa dokumen yang sedang ia tinjau, terhenti sejenak, menatap Sekretaris Lee, "Apa!"
Sekretaris Lee menarik nafasnya dalam-dalam, menjelaskan secara detail dan lantang apa yang Alea tambahkan disurat gugatan cerai itu, "Nyonya Alea, sebagai penggugat bersedia dan bersuka rela membayar uang kompensasi atas perceraian ini pada tergugat yaitu, Anda Tuan Muda Abraham, sebesar lima belas miliar dan jika penggugat sudah mentransfer uang tersebut, tergugat harus bersedia dan segera menyetujui surat gugatan ini."
Tak!
Sesaat setelah Sekretaris Lee, menyelesaikan penjelasannya, suara benda patah terdengar dari sela-sela jari Abraham, itu pulpen! Benda tidak berdosa itu patah hanya dengan sekali tekanan karena jari-jari besar Abraham. Otot-otot ditangannya menonjol begitu keras, kuat-kuat lelaki itu meremas patahan pulpen, menyalurkan sesuatu yang memanas dihatinya, "Uang kompensasi!" Kata ini Abraham ulangi, dengan rahang yang mengeras.
"Iya Tuan, ini!" Ujar Sekretaris Lee, yang menyerahkan lembaran kertas itu di meja depan Abraham, mempersilahkan lelaki itu membacanya sendiri. Sorot mata Abraham sangat gelap seketika aura di ruangan itu mencengkram, Abraham meraih kertas itu meremas nya menjadi kecil dan membuangnya ke sembarang arah. Ini tidak baik, Sekretaris Lee sadar itu, bagaimana bisa Nyonya membayar uang kompensasi untuk Tuan Muda, bukankah ini sama saja seperti mencabik-cabik harga dirinya sebagai Tuan Muda kaya-raya!
Ting!
Belum sempat ia merendam kobaran api yang nampak di wajah Abraham, Sekretaris Lee menerima pesanan notifikasi, seketika wajahnya ikut memanas dengan mencengkram kuat ponsel yang ada ditangannya.
Abraham melirik, artinya dari lirikan bertanya ada apa?
"Nyonya, sudah mentransfer uang sebesar lima belas miliar, ke rekening Anda."
Darah didalam tubuh Abraham mendidih ia meraih ponsel dari tangan Sekretaris Lee dan membantingnya kelantai sampai hancur berkeping-keping.
Tangannya mengepal kuat, otot-otot yang awalnya hanya menonjol di tangan kekarnya kini sudah terlihat di lehernya, ini membuktikan jika lelaki itu marah, kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun, "Apa dia sudah kembali ke Villa?!" tanyanya dengan sorot mata, yang Sekretaris Lee lihat kini seperti semburan api.
"Satu jam yang lalu, sopir Villa sudah membawa Nyonya, ke Villa."
Jika satu jam yang lalu, itu artinya wanita yang sukses membuat sang Tuan Muda murka sudah berada di Villa.
Abraham bangun dari duduknya dengan kasar, menendang meja yang ada dihadapannya. Lelaki ini menarik nafas sejenak lalu meraih jas hitam yang ia sandarkan di kursi lalu melangkah pergi.
"Tuan, Anda mau kemana?"
Tidak ada waktu untuk menjawab pertanyaan Sekretaris Lee, lelaki itu tetap berjalan dengan langkah panjang penuh kemurkaan.