Rasa bersalah yang menjerumuskan Evelin, atlet renang kecil untuk mengakhiri hidupnya sendiri, karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa seluruh keluarganya. Kesepian, kosong dan buntu. Dia tidak mengerti kenapa hanya dia yang di selamatkan oleh tuhan saat kecelakaan itu.
Namun, sebuah cahaya kehidupan kembali terlihat, saat sosok pria dewasa meraih kerah bajunya dan menyadarkan dia bahwa mengakhiri hidup bukanlah jalan untuk sebuah masalah.
"Kau harus memperlihatkan pada keluargamu, bahwa kau bisa sukses dengan usahamu sendiri. Dengan begitu, mereka tidak akan menyesal menyelamatkanmu dari kematian." Reinhard Gunner.
Semenjak munculnya Gunner, Evelin terus menggali jati dirinya sebagai seorang perenang. Dia tidak pernah putus asa untuk mencari Gunner, sampai dirinya tumbuh dewasa dan mereka kembali di pertemukan. Namun, apa pertemuan itu mengharukan seperti sebuah reuni, atau sangat mengejutkan karena kebenaran bahwa Gunner ternyata tidak sebaik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Festival
Mendengar jawaban tersebut, Gunner membola terkejut. Dia langsung beralih menatap Evelin, namun gadis itu tampak menghindari bertemunya mata mereka. Gunner semakin di buat gugup. Dia belum pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya. Apapun yang dia lakukan dan siapapun yang melihat sikap bejatnya, dia tidak pernah peduli.
Saat dia memikirkan sesuatu untuk di katakan pada Evelin, gadis itu tiba-tiba beranjak dari duduknya. Dia masih menghindari kontak mata dengan Gunner dan itu murni dan sangat terlihat.
"Senior, aku merasa tidak enak badan. Aku akan pulang duluan."
"Oh, tentu. Kamu pasti lelah setelah lomba tadi."
Setelah mendapat izin, Evelin pergi dari ruangan itu dengan langkah yang sangat cepat. Sikap permusuhan itu sangat terasa sampai ke tulang. Gunner hendak mengejarnya, namun dia berhenti di tengah jalan dengan pemikiran, 'Apa aku memang harus mengejarnya dan menjelaskan? Kita tidak dalam hubungan apapun.'
Dia menarik kembali kakinya dan terdiam di ruangan itu. Pemikiran itu memang tidak salah. Dia dan Evelin hanya memiliki hubungan sebagai senior dan Junior. Tidak lebih dari itu. Sebagai Senior dia seharusnya memberikan Evelin contoh yang baik, dan bukan memberikan Evelin pertunjukkan yang menjijikan.
*
*
*
Mereka tidak pernah bertemu setelah kejadian itu sampai tiba di malam tahun baru. Sebuah festival kembang api yang di selenggarakan di seluruh penjuru kota di Jerman terlihat sangat meriah. Beberapa lampu lampion dengan berbagai ukuran terpasang di penjuru jalan. Itu sangat cantik meski di lihat dari jarak yang jauh.
Evelin dan semua temannya ikut merayakan hal yang sama di kampus. Namun, dia tidak banyak bicara dan hanya berkeliling seorang diri. Dia hanya ingin melihat kembang api dan Lampion harapan yang akan di bebaskan ke sebuah danau besar.
Sambil menunggu pergantian hari, dia berjalan-jalan untuk mendapat beberapa makanan. Saat dia berhenti di sebuah kedai penjual sosis bakar, dia bertemu dengan Andrew yang hendak mengikuti permainan menembak balon berhadiah.
"Andrew? Dengan siapa kau kemari?"
"Teman-temanku. Mereka sibuk menangkap ikan di sana."
Andrew menunjuk ke arah seberang. Di sana memang terdapat beberapa pria muda yang sibuk menangkap ikan dengan jaring kecil. Evelin mengabaikannya dan mulai memesan sosis bakar.
"Pak, buatkan aku dua sosis bakar."
"Oke!"
Andrew memperhatikannya dalam diam. Dia merasa prihatin melihat Evelin yang menghadiri sebuah festival tanpa satupun teman. Karena kasihan, dia menghampiri gadis itu.
Melihat Andrew yang tiba-tiba mendekat, Evelin mengerutkan alisnya dan bertanya, "Ada apa?" dengan kerutan di dahi yang semakin dalam.
"Aku akan menemanimu."
"Apa? Itu tidak perlu."
"Ayolah, Evelin. Aku tahu kau kesepian."
Andrew semakin mendekat sampai bahu ke bahu saling menempel. Evelin yang tampak kesal mulai mendorong pria itu ke samping. Namun, Andrew yang gigih tidak bergeming.
"Ugh.. Apa yang kau lakukan, Andrew?"
Pria itu mengabaikan dorongan Evelin yang semakin kasar. Alih-alih mengatakan sesuatu yang lain sebagai alasan, dia malah mulai memesan hal yang sama dengan Evelin.
"Pak, aku juga mau dua."
"Oke!"
Di antara kedua sahabat yang saling bertukar kata itu, ada sosok Gunner yang memperhatikan keduanya dari belakang. Dia datang ke festival itu bersama pacar yang baru dia dapatkan beberapa hari lalu. Namun, alih-alih menemani sang kekasih memilih makanan, dia malah sibuk memperhatikan kedekatan Evelin dengan Andrew.
"Sayang, apa yang kamu lihat?"
Saat dia memperdalam kerutan di dahi, pacarnya tiba-tiba menarik tangannya dan membuat dia terkejut. Dia menoleh ke arah gadis itu dengan cepat dan menjawab, "Tidak. Aku hanya berpikir permainan menembak balon itu cukup menarik, mau mencobanya?"
"Tentu, ayo!"
Gunner dan kekasihnya itu pergi ke tempat permainan menembak balon berhadiah. Entah di sengaja atau tidak, tapi tempat itu bersebelahan dengan posisi Evelin dan Andrew yang masih menunggu sosis bakar mereka.
Saat Gunner mengambil sebuah pistol panjang dan bersiap untuk menembak, Evelin menoleh ke samping. Dia tampak terkejut melihat kemunculan Gunner yang tiba-tiba.
Namun, sesuatu yang menyebalkan terletak pada gadis yang berada di samping Gunner. Dia begitu menempel seperti sebuah perekat. Dia tahu gadis yang berada di samping pria itu adalah kekasihnya, namun dia tidak bisa menenangkan hatinya untuk tidak merasa cemburu.
Sadar Evelin terus menatap Gunner, Andrew dengan cepat menepuk pundak Evelin untuk membuat dia kembali berfokus padanya. Tanpa jeda waktu, gadis itu benar-benar menoleh ke arahnya dan kembali bertanya, "Ada apa?"
Saat gadis itu menoleh ke arah Andrew, Gunner baru menoleh ke arahnya. Pergerakan yang terlambat itu malah membuat keduanya tampak sangat asing. Melihat mata Gunner yang beralih ke arah Evelin, Andrew menyipitkan matanya dan menarik tengkuk Evelin untuk semakin memperkecil jarak.
"Apa yang kau lakukan, Andrew?"
"Ada sesuatu di rambutmu. Mendekatlah sedikit lagi."
Evelin tampak bingung namun mengikuti arahan Andrew. Dia mendekat ke arah pria itu dengan percaya diri. Sementara itu, Andrew yang berbohong tampak mahir memainkan rambut Evelin seolah sedang mengambil sesuatu yang menyangkut disana.
Gunner yang memperhatikan tingkah Andrew yang menyebalkan langsung beralih menatap pacarnya. Dia mengambil tembakan yang di mainkan pacarnya beberapa saat lalu, dan mulai menembak lagi.
"Sayang, ayo menangkan boneka itu untukku."
"Tentu. Tunggu sebentar."
Gunner tampak mahir dalam permainan dan mendapat beberapa hadiah selain boneka. Setelah mendapat banyak hadiah, dia kembali menoleh ke arah Evelin. Namun, gadis itu sudah tidak terlihat disana. Dia kehilangan jejak.
"Selanjutnya, bagaimana jika kita pergi menangkap beberapa ikan?"
"Jennie, pergilah bersama temanmu. Aku harus pergi ke suatu tempat."
Gunner tiba-tiba membuat penolakan. Jennie, kekasih yang baru dia dapatkan beberapa hari lalu itu tampak kesal dengan tolakan Gunner. Dia mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kemana kamu akan pergi? Apa kamu akan menghabiskan waktu dengan para wanita di bar?"
"Tidak, Jennie. Ada sesuatu yang mendesak."
"Kalau begitu, aku ikut."
"Jennie, jangan keras kepala. Ini hal yang sangat penting dan aku harus pergi sendiri."
Gunner menyahut dengan nada yang cukup tinggi. Jennie yang sudah menyimpan curiga semakin di buat curiga oleh tingkah Gunner yang tampak berbeda. Dia lalu melepaskan tangan Gunner dan pergi dari sana. Dia berjalan lambat, seolah berharap Gunner akan mengejarnya dan meminta maaf. Namun, si brengsek Gunner itu malah berlari ke arah lain.
*
*
*
Dia memutar kepala dan melihat sekeliling untuk mencari Evelin. Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia harus mencari dan menemukan Evelin saat ini. Jelas-jelas dia bahkan datang dengan pasangannya. Lalu kenapa dia harus memastikan bahwa Evelin baik-baik saja? Dia takut Andrew melakukan sesuatu yang buruk pada gadis itu.
Namun, saat dia melihat ke semua arah, dia hanya dapat menemukan Andrew yang kembali bergabung dengan teman-temannya. Tidak ada Evelin di samping pria itu. Seolah Evelin pergi ke tempat lain tanpa Andrew sebagai pendamping.
Sementara itu, Andrew yang sibuk berbicara dengan beberapa temannya tiba-tiba menoleh dan menemukan Gunner yang sedang menatapnya. Dia mengerutkan alisnya seolah bertanya kenapa kau menatapku seperti itu?
Gunner mengabaikannya dan kembali melihat ke arah lain. Saat pria itu sibuk mencari-cari Evelin, Andrew tiba-tiba menghampirinya.
"Oi, brengsek."
Sapaan kasar itu terdengar begitu keras dan membuat Gunner kesal. Dia menoleh dengan satu alis di atas. Sambil menyeruput minuman, Andrew bertingkah begitu aneh.
"Apa kau sedang mencari Evelin?"
"Itu bukan urusanmu."
Gunner menjawab dengan nada yang dingin, dan kembali mengabaikan Andrew. Tingkahnya yang menyebalkan dan semberono itu sangat akurat untuk membuat permusuhan. Namun, Andrew tidak berpikir demikian.
"Apa yang akan bajingan sepertimu lakukan pada Evelin?"
"Itu bukan urusanmu! Berhenti bertanya dan pergilah dari sini."
Mendengar bentakan Gunner yang tiba-tiba, Andrew menjatuhkan minumannya dan mulai menarik kerah jaket pria itu. Dia mendekatkan wajahnya dengan kerutan tajam yang tercipta karena amarah yang memuncak.
"Kau bajingan sialan. Kau tahu kenapa Evelin begitu pendiam saat ini? Itu karena kau! Kau brengsek yang tidak tahu malu. Berhenti bersikap seolah kau menyukainya dan membuat dia berharap, dasar sialan!"