aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curahan Hati Ini
Alishba masih terbaring lemah di atas tempat tidurnya.
Disampingnya seorang wanita sedang mengupas buah sembari berbicara pada Alishba yang telah tersadar.
"Makanlah buah ini, aku akan mengupaskan nya untukmu, kata dokter, kau harus sering-sering mengonsumsinya agar badanmu pulih kembali, Alishba", kata wanita itu.
Alishba menoleh pelan ke arah wanita yang duduk di samping tempat tidurnya, tidak banyak kata yang dia ucapkan, hanya memandang dengan sorot mata sendu.
Tatapan Alishba kosong serta menerawang tanpa arah.
"Aku sengaja tidak memberitahukan perihal kondisi kesehatan mu kepada Sulaiman karena dia sedang ada pekerjaan di luar kota", kata wanita anggun itu.
Wanita itu menyuapi Alishba dengan potongan buah yang baru saja dikupasnya.
Alishba menggeleng pelan seraya memalingkan muka, menolak suapan potongan buah dari wanita anggun itu.
"Jika kau tidak memakannya maka tubuhmu tidak akan segera pulih, dan kau akan tetap terbaring lemah di tempat tidur, Alishba", kata wanita itu.
Alishba tetap terdiam tanpa bersuara, hanya memandang jauh ke arah lainnya.
Wanita anggun itu menghela nafas pelan seraya meletakkan potongan buah yang baru dikupasnya ke atas piring keramik.
"Aku akan menaruh potongan buah ini, kau bisa memakannya setelahnya, Alishba", kata wanita itu.
Pintu kamar terbuka lebar, seorang wanita berpakaian pelayan sedang berjalan memasuki ruangan kamar tidur Alishba sembari membawa sebuah baki yang tertutup oleh kain.
"Maaf, nyonya Harmam, saya mau membasuh tubuh nyonya Alishba dan mengganti gaunnya", kata pelayan itu sembari berjalan mendekati sisi tempat tidur dimana wanita anggun itu sedang duduk.
"Oh, baiklah, aku akan menyingkir dari sini", jawab nyonya Harmam sembari menoleh ke arah pelayan itu.
"Maaf, jika saya mengganggu nyonya", kata pelayan itu lalu meletakkan sebuah baki ke atas tempat tidur.
"Tidakkah kau letakkan saja baki ini di kursi, agar tidak mengganggu Alishba", ucap nyonya Harmam sembari menunjuk ke arah kursi yang tersedia di ruangan kamar tidur Alishba.
"Baik, nyonya'', kata pelayan itu lalu berjalan ke arah kursi.
Wanita anggun bernama nyonya Harmam segera beranjak pergi dari sisi tempat tidur lalu berdiri tak jauh dari ranjang tidur Alishba.
Sikapnya yang anggun dan bersahaja menandakan kalau wanita itu berasal dari kelas atas.
Nyonya Harmam terus memperhatikan ke arah pelayan itu yang membasuh wajah Alishba.
"Apa kau menggunakan air hangat saat membasuhnya ?" tanyanya penuh perhatian.
"Iya, nyonya, saya menggunakan air hangat karena dokter menyarankannya", sahut pelayan itu.
"Jangan lupa mengganti gaun yang Alishba kenakan, aku tidak ingin menantu ku terlihat tak terurus baik", kata nyonya Harmam sembari terus memperhatikan ke arah Alishba.
"Baik, nyonya", ucap pelayan itu.
Tok... ! Tok... ! Tok... !
Pintu diketuk dari arah luar.
Seorang pria berpakaian setelan jas rapi sedang berdiri menunggu di dekat pintu dengan pandangan tertunduk sopan.
"Maaf, nyonya Harmam, ada yang ingin saya bicarakan dengan anda sekarang", kata pria itu.
"Apa yang ingin kau bicarakan dengan ku, Bukrat ?" tanya nyonya Harmam dari tempatnya berdiri saat ini.
"Tolong maafkan saya, karena saya tidak bisa mengatakan secara langsung kepada anda di sini, nyonya Harmam", sahut Bukrat.
"Kenapa tidak ?" kata nyonya Harmam sembari mengernyitkan keningnya.
"Urusan ini sangat penting bagi kita semua, dan saya tetap tidak bisa mengatakannya", ucap Bukrat.
"Sepenting apakah masalahnya sehingga kau tidak bisa mengatakannya, Bukrat ?" kata nyonya Harmam.
Bukrat masih menundukkan pandangannya tanpa berani menatap ke arah nyonya Harmam.
Melihat sikap Bukrat yang bersikukuh itu, membuat nyonya Harmam langsung tanggap cepat, dia segera melangkah ke arah Bukrat di dekat pintu kamar.
"Kita pergi keluar kamar, Bukrat", kata nyonya Harmam sembari menolehkan pandangannya ke arah tempat tidur Alishba.
"Baik, nyonya Harmam", sahut Bukrat seraya memberi jalan untuk nyonya Harmam yang berjalan keluar dari ruangan kamar Alishba.
Pintu segera tertutup kembali dari arah luar kamar.
Tinggal Alishba dan pelayan tetap berada di ruangan kamar tidur yang luas itu.
"Maafkan saya, jika pelayanan saya kurang memuaskan, nyonya Alishba", kata pelayan itu di sela-sela tugasnya membersihkan tubuh Alishba.
Alishba tidak menjawab, tatapannya kosong.
"Nyonya Alishba semestinya anda tidak perlu menyiksa diri anda seperti ini, katakanlah dengan hati jujur jika anda sedang sedih", kata pelayan itu.
Alishba menoleh pelan ke arah pelayan yang sedang membasuh tangannya.
"Apa yang kau mengerti ?" sahut Alishba.
Pelayan itu langsung tersenyum ketika mendengar Alishba berbicara padanya.
"Jika anda merasa tertekan di rumah ini, seharusnya anda segera menghibur diri anda, akan sangat disayangkan sekali jika anda menyiksa diri anda sendiri, dan itu merugikan", kata pelayan itu.
Alishba terdiam seraya menatap sendu.
"Hiburlah diri anda dengan sesuatu yang menyenangkan diri anda, seperti merawat diri atau sekedar berjalan-jalan di taman rumah", lanjut pelayan itu.
Pelayan perempuan itu membantu Alishba duduk lalu melepaskan gaun tidur yang dikenakan olehnya.
"Anda sangat cantik dan masih muda, sangat disayangkan jika anda murung dan terus-menerus bersedih", kata pelayan itu.
Alishba hanya duduk memandang jauh tanpa bereaksi.
"Mungkin anda masih belum terbiasa dengan suasana di rumah ini, tapi lama-kelamaan anda akan biasa dan beradaptasi", kata pelayan itu seraya mengenakan gaun yang bersih ke tubuh Alishba dengan cekatan.
"Hatiku tidak disini..., jiwaku hampa tanpa pegangan..., dan aku merasa jika aku tidak bahagia", ucap Alishba.
Pelayan perempuan terdiam tapi dia terus mengerjakan pekerjaannya.
"Jika rumah tangga ku tidak bahagia, dapatkah aku merasa senang, kurasa itu tidak mungkin", kata Alishba lalu menundukkan pandangannya.
"Kebahagiaan dapat diraih oleh usaha keras anda sendiri untuk mendapatkannya, jika anda ingin rumah tangga bahagia maka kejarlah cinta tuan Sulaiman", ucap pelayan itu.
"Mengejar angin sama saja melakukan sesuatu yang tak mungkin terjadi", kata Alishba.
"Meski awalnya tidak ada cinta tapi cinta datang seiring waktu", ucap pelayan itu seraya mengambil sisir dari atas meja.
"Sebuah mimpi..., dan sepertinya itu tidaklah mungkin...", kata Alishba.
"Kejarlah cinta anda, jika anda memang menginginkan kebahagian dalam rumah tangga anda tercapai, meski itu sangat menyakitkan dan merasa terhina, tapi anda harus bertahan sebagai seorang istri tuan Sulaiman, nyonya", sahut pelayan itu sembari menyisir rambut panjang Alishba yang terurai indah.
"Kau mungkin bisa berkata setenang itu, tapi bagaimana perasaan ku yang telah terluka", kata Alishba.
Alishba tertawa pelan sedangkan wajahnya terlihat murung.
"Kurasa itu sangat sulit, luka itu terlalu menyakitkan hati ini", ucapnya.
"Seluka apa pun hati anda, tetaplah anda adalah nyonya di rumah ini, apa pun tabiat yang kurang berkenan di hati anda, tetaplah anda harus bertahan untuk memperjuangkan rumah tangga anda, nyonya Alishba", kata pelayan itu.
"Berjuang ?!" sahut Alishba seraya mendongak.
Seulas senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya yang merekah merah.
"Apa yang aku perjuangkan sekarang ???" ucap Alishba sembari menerawang jauh.
"Kebahagiaan anda, nyonya Alishba", kata pelayan itu.
"Kebahagiaan ??? Kurasa aku sudah tidak berhak lagi merasakan kebahagiaan dalam hidup ku...", sahut Alishba.
"Tidak, nyonya Alishba, anda masih berhak mempertahankan kebahagiaan anda terutama untuk calon anak-anak anda nantinya", kata pelayan itu.
"Anak ?" ucap Alishba tertegun.
"Benar, nyonya. Dengan kehadiran buah hati mungkin saja akan mengubah tabiat tuan Sulaiman selama ini, dan kemungkinan tuan akan merasa dirinya memiliki tanggung jawab dengan kehadiran buah hati kalian", sahut pelayan itu bijak.
Alishba meraba pelan ke arah perutnya yang mengejang kuat ketika dia mendengar tentang buah hati yang akan hadir dari rahimnya nanti, sesuatu yang aneh tiba-tiba hadir dalam hatinya dan membuat seluruh tubuhnya menegang kuat.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...