Pinky, gadis rusuh dan ceplas-ceplos, tergila-gila pada Dev Jaycolin meski cintanya selalu ditolak. Suatu kejadian menghancurkan hati Pinky, membuatnya menyerah dan menjauh.
Tanpa disadari, Dev diam-diam menyukai Pinky, tapi rahasia kelam yang menghubungkan keluarga mereka menjadi penghalang. Pinky juga harus menghadapi perselingkuhan ayahnya dan anak dari hubungan gelap tersebut, membuat hubungannya dengan keluarga semakin rumit.
Akankah cinta mereka bertahan di tengah konflik keluarga dan rahasia yang belum terungkap? Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat adalah kisah penuh emosi, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Di Panti Asuhan
Langit sore mulai berwarna jingga ketika Angelina, ibu Dev Jaycolin, berdiri di luar pagar panti asuhan. Wanita itu memandang ke arah halaman, di mana sekelompok anak-anak bermain dengan tawa yang riang. Namun, suara tawa itu justru membuat hati Angelina semakin terasa berat. Ada rasa kehilangan yang membayangi matanya.
Di sampingnya, Calvin, asisten setia sekaligus orang kepercayaannya, berdiri dengan penuh hormat. Dia memerhatikan ekspresi majikannya dengan seksama, tapi tak berani berbicara lebih dulu.
Angelina akhirnya memecah keheningan. Suaranya terdengar lirih dan penuh kerinduan. "Apakah dia pernah tinggal di sini atau mungkin di panti asuhan lainnya?"
Calvin menoleh, menatap wajah wanita itu sebelum menjawab dengan penuh keyakinan, "Nyonya, pencarian masih dilanjutkan. Kita akan menemukannya!"
Wanita itu tersenyum tipis, tetapi kesedihan jelas tergambar di wajahnya. "Sudah 20 tahun lamanya. Aku bahkan tidak tahu bagaimana kehidupannya saat ini," katanya sambil menghela napas panjang.
"Nona pasti baik-baik saja. Tuan muda juga belum berhenti mencari," Calvin mencoba menghibur, meskipun dia tahu ini bukan hal yang mudah untuk majikannya.
Angelina mengusap matanya yang mulai basah. "Anakku yang malang, aku hanya berharap dia menemukan keluarga yang baik," ujarnya lirih, suaranya hampir tenggelam oleh gumaman.
Calvin menatap wanita itu sejenak sebelum mengalihkan pandangannya ke anak-anak di halaman.
---
Di Perusahaan Jaycolin
Sementara itu, di gedung perusahaan Jaycolin, Dev baru saja menyelesaikan rapat. Langkahnya terdengar mantap ketika dia berjalan kembali menuju ruang kantornya. Namun, raut wajahnya jelas menunjukkan kekesalan yang masih belum mereda.
Begitu masuk, dia segera menatap Jastice yang sedang mengikutinya dari belakang, "Di mana dia? Apakah dia sudah dilempar keluar dari sini?" tanya Dev dengan nada tegas, matanya tajam seperti elang yang mencari mangsanya.
"Tuan, keamanan sudah mengusirnya dari gedung ini dan memberikan peringatan keras. Seharusnya dia tidak akan bisa datang lagi," jawab Jastice dengan suara penuh keyakinan.
Dev mengangguk kecil, lalu berkata dingin, "Pastikan dia tidak akan muncul di depan mataku lagi."
"Baik, Tuan," Jastice membalas dengan cepat, lalu menambahkan, "Tuan, apakah Anda sudah mendengar berita hari ini? Sania diserang publik. Kejadian semalam benar-benar menjatuhkan reputasinya. Bahkan Mark juga menjadi korban."
Jastice membuka layar tablet yang dia bawa dan menunjukkan video berita terkini. Dalam rekaman itu, terlihat Sania dan Mark yang baru tiba di kantor mereka disambut oleh amukan masyarakat. Telur dan sayuran busuk dilemparkan ke arah mereka tanpa ampun. Ekspresi wajah Sania yang panik dan terhina terpampang jelas di layar.
Dev memperhatikan video itu dengan ekspresi datar, tetapi ada sedikit senyum sinis yang nyaris tidak terlihat. "Hebat sekali gadis itu. Dia bisa menjatuhkan seseorang dengan cara seperti itu. Dia tahu bagaimana mempermalukan mereka, apalagi dengan bantuan para tetangga yang merekam semuanya," katanya tanpa emosi.
Jastice mengangguk kecil. "Saya yakin, Nona Pinky pasti terluka juga. Dia adalah korban sebenarnya. Ayahnya berselingkuh selama 20 tahun dan mengabdikan dirinya untuk wanita lain. Pantas saja dia tidak ragu mempermalukan ayahnya."
Dev menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan sikap santai, tetapi sorot matanya penuh dengan keseriusan. "Sejak awal, aku sudah tidak berniat bekerja sama dengan mereka. Isu yang tersebar ini adalah kenyataan, bukan sekadar rumor," ucapnya sambil melirik layar tablet itu sekali lagi sebelum mematikannya.
"Tuan, Nyonya ingin makan siang bersama dengan Anda. Beliau telah memesan restoran!" lapor Jastice dengan nada hormat.
Dev yang sedang membereskan dokumen di mejanya berhenti sejenak. Senyum kecil tersungging di wajahnya. "Baiklah, mari kita pergi. Sudah lama aku tidak menemani Mama makan siang," jawab Dev sambil beranjak dari kursinya.
Tak lama kemudian, mereka menuju ke mobil perusahaan yang sudah menunggu di depan gedung. Dev masuk ke kursi belakang dengan tenang, sementara Jastice duduk di kursi pengemudi. Saat Jastice hendak menjalankan mobil, tiba-tiba pintu belakang terbuka lebar.
Pinky, Gadis itu melangkah masuk dan duduk di sampingnya dengan santai.
"Kenapa kau ada di sini lagi?" tanya Dev, nada suaranya dingin dan tegas.
Pinky hanya tersenyum cerah, seolah tak terpengaruh. "Aku tidak diizinkan masuk ke dalam gedung, jadi aku menunggumu di luar. Oh ya, aku membawakan makanan untukmu. Ini buatan sendiri, khusus untuk pria yang aku suka," katanya sambil mendekatkan wajahnya pada Dev.
Dev segera mundur sedikit, menjaga jarak. "Kau benar-benar..." gumamnya frustrasi.
Sementara itu, Jastice yang duduk di depan hanya menahan senyumnya. Dari kaca spion atas, dia melirik sekilas ke belakang, menikmati pemandangan interaksi aneh antara bosnya dan gadis nekat itu. Tanpa menunggu perintah lebih lanjut, Jastice menjalankan mobilnya perlahan.
"Hentikan mobil ini!" seru Dev tiba-tiba. "Siapa yang menyuruhmu jalan? Usir dia dulu!"
Jastice tetap tenang, suaranya lembut namun tegas. "Tuan, Nyonya sudah sampai di restoran. Setelah tiba di sana, kita bisa menurunkan Nona Pinky."
Dev yang kesal hanya menghela napas panjang. Matanya kini fokus memandang keluar jendela, berusaha mengabaikan kehadiran Pinky.
Namun, Pinky tidak menyerah. Dia tersenyum penuh arti, lalu berkata sambil memiringkan kepalanya, "Saat marah, kamu sangat tampan. Aku semakin suka."
Tanpa peringatan, gadis itu langsung mencium pipi Dev dengan gerakan cepat. Cup!
Dev tertegun. Dia menoleh tajam ke arah Pinky, tapi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Hei! Apa kau sudah tidak waras? Kau adalah seorang gadis, bagaimana bisa kau mencium seorang pria begitu saja?" katanya dengan nada kesal.
Pinky hanya tertawa kecil. "Karena aku menyukaimu. Tidak mungkin aku mencium asistenmu, kan?" jawabnya santai sambil menunjuk Jastice yang masih berkonsentrasi mengemudi.
Jastice tersenyum tipis mendengar jawabannya, meskipun dia berusaha keras untuk tetap menjaga profesionalisme.
Dev mendengus. "Dari mana datangnya ulat bulu ini?" gerutunya pelan, setengah bicara pada diri sendiri.
Pinky yang duduk di sampingnya mendengar dengan jelas. Dia memiringkan tubuhnya sedikit ke arah Dev dan bertanya penuh rasa ingin tahu, "Kau tidak suka? Apakah kau sudah menikah?"
"Bukan urusanmu!" jawab Dev tajam, kembali mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Pinky tersenyum lebih lebar, matanya berbinar-binar. "Kalau kamu belum menikah, tidak ada salahnya kita bersama, bukan?" tanyanya sambil mendekatkan wajahnya pada Dev, membuat pria itu semakin tidak nyaman.
Dev menggerakkan tubuhnya menjauh, merasa semakin terpojok. "Apa kau bisa jaga jarak denganku? Kenapa gadis sepertimu tidak tahu malu dan sembarangan mendekati pria?" serunya dengan nada semakin kesal.
Namun, Pinky hanya memandangnya dengan penuh percaya diri. Dengan gerakan cepat, dia mencium bibir Dev.
Dev terdiam. Matanya membelalak karena kaget. Seluruh tubuhnya membeku untuk beberapa detik. Pinky tersenyum puas melihat reaksinya, sementara Jastice, yang menyaksikan semuanya melalui kaca spion, hanya tersenyum kecil, mencoba menahan tawa.
Sesaat kemudian Pinky melepaskan ciumannya," Aku telah memberimu ciuman pertamaku, dan sebagai gantinya aku ingin kamu menjadi calon suamiku!" ucapan Pinky yang membuat Dev semakin frustasi