"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit
Sean yang mendengar istrinya diantar oleh Vanno merasa geram dan tidak terima.
"Apa yang sudah kalian lakukan selama diperjalanan tadi? Apa kalian booking hotel dulu sebelum pulang?" Sonia terlihat begitu marah pada Sean yang sudah seenak jidat menuduh dirinya yang bukan-bukan.
"Kamu pikir aku serendah itu Sean? Bahkan tidak terlintas sedikitpun dalam benakku untuk berbuat serendah itu. Asal kamu tau ya, kalau bukan karena Vanno, mungkin aku sekarang ngak bakalan pulang." Geram Sonia pada Sean yang selalu berpikiran negatif padanya.
"Apa maksudmu? Apa ada orang yang menyakitimu?" Sonia memalingkan wajahnya dengan malas, sudah jelas pipinya merah bekas tamparan dan sudut bibirnya juga robek, bagian leher Sonia pun ada bekas merah karena dicekik oleh Nila tadi, dan dengan polosnya Sean bertanya ada yang menyakitinya, memang dia tidak punya mata apa?
"Mending kamu balik ke kamar kamu Sean, aku lelah dan ingin tidur, kalau mau menyiksaku ya besok saja, tolong beri aku waktu untuk istirahat malam ini."
"Kamu harus jelaskan dulu apa yang terjadi padamu."
"Aku akan menjelaskannya besok, sekarang aku mohon tolong kembalilah ke kamarmu, aku ingin tidur." Sean yang enggan balik ke kamarnya langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Sonia.
"Kamu ngapain?" Tanya Sonia heran karena Sean tidur di kasurnya.
"Joging, kamu ngak liat aku mau tidur." Jawab Sean ketus.
"Maksud aku, kamu ngapain tidur disini? Bukannya jijik ya tidur dekat denganku."
"Makanya kamu tidur di sofa sana."
Tanpa menjawab lagi Sonia mengambil bantal dan guling lalu tidur di sofa, karena tubuhnya sangat lelah jadi Sonia cepat terlelap sedangkan Sean masih dengan rasa penasarannya, "apa yang terjadi padanya tadi? Kenapa bisa pergi dengan Vanno, apa mereka sudah janjian sebelumnya?" Sean menggeleng menepis pikiran buruk pada Sonia, "gimana mau janjian, Sonia kan tidak aku berikan ponsel."
Sean berdiri dan mendekati Sonia yang kini sudah tertidur pulas, dia mensejajarkan wajahnya dengan wajah Sonia agar bisa melihat istrinya dari jarak dekat seperti ini. Wajah Sonia begitu teduh dan anggun, Sean merasa ada hal aneh di hatinya, dia begitu ingin memeluk Sonia namun terlalu gengsi untuk melakukan hal itu. Sean menatap setiap inci wajah istrinya dan meraba bekas kemerahan di pipi dan leher Sonia.
"Ini kenapa? Perasaan hari ini aku tidak memukulnya dan ini bekas cekikan." Batin Sean sambil terus menyentuh pipi dan leher Sonia.
"Kalau memang benar ada yang menyakitimu, aku akan memburu orang itu, hanya aku yang boleh menyiksamu bukan orang lain dan hanya aku pula yang boleh mencintaimu." Kata Sean pelan agar Sonia tidak terbangun.
Sean juga mengusap rambut Sonia dengan lembut, "pasti sakit ya." Katanya sambil membelai kepala Sonia sebab tadi dia menjambak rambut istrinya itu dengan kuat hingga ada beberapa helai rambut yang tersangkut di cincin pernikahannya.
Sean menatap iba pada Sonia, dia jadi bingung untuk melanjutkan dendamnya saat ini, sudah hampir dua bulan mereka menikah dan tidak pernah Sonia merasa aman darinya.
Sonia bergerak gelisah, keringat bercucuran dari keningnya, Sean yang melihat itu langsung menepuk pipi Sonia untuk membangunkannya, dia berpikir kalau Sonia sekarang sedang mimpi buruk.
"Son, bangun." Sonia membuka matanya dengan perlahan, kepalanya terasa begitu berat dan perlahan keluar darah dari hidung nya. Sean segera mendudukkan Sonia dan mendongakkan kepala Sonia ke atas agar darahnya tidak terus keluar.
"Kita ke rumah sakit ya."
"Tidak usah, aku baik-baik saja kok."
"Jangan ngebantah, nurut aja, aku ambil kunci mobil dulu." Sean berlari ke kamarnya dan mengambil kunci mobil, dia lalu kembali ke kamar Sonia, istrinya tidak terlihat lagi di dalam kamar.
"Sonia?" Panggil Sean di depan kamar mandi karena dia mendengar suara air.
"Sebentar." Jawab Sonia.
"Ayo ke rumah sakit cepat sebelum darahnya keluar banyak." Sonia keluar sambil menyumpal hidungnya dengan kapas.
"Aku nggak papa kok, cuma mimisan doang."
"Kamu udah pucat gini, tadi juga aku lihat kamu tidurnya gelisah kayak nahan rasa sakit."
"Udah biasa begitu kok, aku baik-baik aja, mending kamu tidur lagi."
"Ya nggak bisa gitu, ayo periksa ke rumah sakit, aku takut kamu kenapa-napa." Sonia tersenyum mendengar perkataan Sean.
"Kamu khawatir padaku ya?" Tanya Sonia sambil tersenyum.
"Tidak, kalau kau kenapa-napa, besok aku tidak bisa menyiksamu, mengerti." Senyum di wajah Sonia langsung hilang, hatinya sangat sakit mendengar jawaban Sean.
"Aku udah biasa kok begini, tiba-tiba kepalaku sakit dan mimisan, nanti bakalan hilang dengan sendirinya." Sonia tetap tidak mau di bawa ke rumah sakit. Sonia kembali membaringkan tubuhnya di sofa dan memejamkan mata.
"Tidur di atas kasur aja, jangan disini."
"Nggak papa kok, kamu tidur aja aku udah nyaman disini. Aku ngantuk banget." Sean menggendong paksa Sonia, dia tidak ingin mengambil resiko jika telat membawa Sonia ke rumah sakit. Sonia berontak ingin turun dari gendongan Sean, dia tetap tidak mau dibawa ke rumah sakit.
"Sean, aku baik-baik saja. Sakit begini udah biasa buat aku, aku nggak perlu dibawa ke rumah sakit."
"Diam atau aku akan melemparkanmu ke lantai dasar." Ancam Sean yang lelah dengan penolakan Sonia.
Sonia hanya pasrah dalam gendongan Sean dan mengalungkan tangannya ke leher Sean, dia membenamkan wajahnya di leher suaminya itu dan memejamkan mata menikmati aroma tubuh sang suami.
Sekarang mereka sudah berada di dalam mobil, Sean memacu kendaraannya dengan cepat agar Sonia segera mendapat pengobatan.
Sonia segera mendapat pengobatan saat sampai di rumah sakit." Gimana keadaan istri saya dok?" Tanya Sean cemas pada dokter.
"Dia kelelahan dan juga kurang tidur, untuk hasil lebih lanjut kita harus cek labor, takutnya nanti ada penyakit dalam yang serius." Jelas dokter.
"Lakukan apapun yang terbaik untuk istri saya dok."
"Baik, kami akan mengambil sample darahnya dan memeriksanya, ini akan memakan waktu." Sean hanya mengangguk, dia memasuki ruangan dimana Sonia terbaring lemah, Sean menggenggam tangan Sonia berharap istrinya segera sembuh.
"Kamu mau apa? Lapar nggak? Aku belikan makanan ya." Tanya Sean dengan lembut.
"Nggak kok, aku cuma pengen pulang aja Sean, aku nggak mau disini." Jawab Sonia dengan suara yang begitu lemah.
"Dokter belum bolehin kamu pulang, kamu juga akan diperiksa secara mendalam biar tau penyakitmu, aku takut jika kamu memiliki penyakit berbahaya." Sean mengemukakan kecemasannya.
"Kalau ternyata memang aku punya penyakit berbahaya, apakah kamu akan memaafkan kesalahanku dan akan menyayangiku lagi?" Sean tampak berpikir sejenak.
"Jangan bicara begitu, kamu tidak memiliki sakit yang berbahaya Sonia."
"Jika iya bagaimana? Apa aku masih memiliki kesempatan untuk bahagia denganmu?"
"Asal kamu tau, aku sangat mencintaimu, dari dulu sampai detik ini, hatiku hanya teruntuk padamu Sonia, jadi jangan bicara yang aneh-aneh lagi."
"Aku bahagia mendengarnya Sean." Senyuman terpampang jelas di wajah Sonia.
"Aku lapar, mau cari makanan diluar, kamu mau apa?"
"Aku hanya ingin tidur saja, jangan lama-lama di luar ya."
Mengangguk, Sean keluar dari ruangan istrinya, hatinya bimbang, antara takut dan juga senang. Takut jika memang Sonia memiliki penyakit yang parah, senang jika Sonia baik-baik saja tapi dia harus terus membuat Sonia sakit demi membalaskan dendamnya.
"Kenapa denganku? Aku begitu takut kehilangan dia tuhan." Lirih Sean.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.