Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan saran dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpuruknya Sang Angin
Bulan ke 2, Tahun 1248
Saat ini Frank Reig telah melanjutkan perjalanannya bersama dengan Elise dan Raya menuju ke desa tersembunyi yang terletak di Pemukiman Utara Wilayah Lef’tigris dekat Danau Okeanostois. Ia menengok kebelakang untuk melihat arah Raya dan Elise yang berjalan di belakangnya. Terlihat olehnya Raya yang berjalan sambil memperhatikan sekelilingnya dengan wajah ceria seperti biasanya.
“Berhati-hatilah saat berjalan, Raya!” ucapnya.
“Baik, Paman.”
Jalan setapak di Hutan lebat yang dilewatinya saat ini memang di penuhi oleh akar-akar dan bebatuan besar yang mungkin dapat menyandung kaki para pengembara jika kurang hati-hati saat melewatinya.
Dan Raya, gadis kecil itu, terkadang begitu ceroboh saat berjalan. Terkadang gadis itu berjalan dengan mata terpaku kepada pemandangan di sekelilingnya tanpa memperhatikan langkahnya dengan baik. Yang terkadang harus membuatnya kakinya tersandung hingga terjungkal jatuh.
Selang beberapa lama kemudian, dirinya mulai mengingat pembicaraan terakhir dirinya bersama Paul serta Raja Lorrias Eleor. Sang Raja menceritakan apa yang terjadi sebenarnya di pertempuran saat itu, serta siapa yang telah membunuh Jenderal Harse. Kemudian Sang Raja menanyakan kemanakah tujuannya selanjutnya. Dan ia pun menceritakan keinginannya untuk membantu Prosdimos untuk menghentikan invasi para Ras Harimau. Oleh sebab itu, tujuan dari perjalanannya kali ini adalah menemukan desa tersembunyi milik para Ras Harimau sisa-sisa dari Prajurit Kerajaan Lef’tigris, yang menolak bergabung dan berada di bawah kepemimpinan Lot Greg. Kabarnya sekelompok pasukan itu dipimpin oleh mantan jenderal dari Kerajaan Lef’tigris.
Beberapa kali ia mendengar kabar tentang mereka yang sering menyelamatkan penduduk-penduduk dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para prajurit The Tiger Kingdom. Tapi apa sebenarnya alasan mereka semua melakukan hal itu? Untuk siapa mereka melakukannya? Dan kenapa Lott Greg tidak melakukan suatu tindakan seperti menyerang ataupun menangkap, untuk menghentikan pemberontakan mereka? banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal di pikirannya mengenai kelompok Ras Harimau ini. Dan semuanya akan terjawab saat dirinya mencapai desa yang didiami oleh para kelompok Ras harimau itu.
Tiba-tiba, ia dikejutkan oleh seruan pendek dari Raya, lalu terlihat olehnya gadis itu bergegas berlari masuk ke dalam hutan.
“Apa? Kau mau kemana, Raya?” teriaknya.
Secara spontan dirinya bersama dengan Elise berlari mengikuti Raya. Dan terlihat olehnya Raya menghampiri tubuh seseorang yang terbaring lemah tak berdaya di atas tanah. Ia pun terkejut melihat pedang Tachi putih yang tergantung di pinggul pemuda itu.
“Siapakah pemuda ini?” tanyanya dalam hati.
“Mari kita bawa dia pergi dari sini,” ajaknya ke Raya dan Elise.
Dan ia pun mengangkat tubuh pemuda yang tidak berdaya itu serta membawanya pergi.
***
Raya merawat pemuda itu dengan gelisah. Dia mengingat wajah pemuda itu, pemuda dingin yang dulu menyelamatkannya saat dirinya dikepung oleh para prajurit harimau. Pemuda yang membantai para prajurit itu dengan dinginnya.
Saat ini, pemuda itu sedang tak sadarkan diri tepat di hadapannya dengan kondisi yang begitu lemah. Seolah-olah pemuda ini sudah berhari-hari tidak memakan ataupun meminum apapun.
Di tengah perawatannya, pemuda itu terus mengucapkan kata “Kakek” berulang kali. Terlihat keringat dingin mengalir di tubuh pemuda itu serta nampak beberapa bengkak di sekitar wajah juga kakinya. Wajah pemuda itu, yang begitu menyedihkan, mengingatkannya pada saat-saat dimana ia kehilangan kedua orangtuanya, wajah yang terlihat begitu kesepian dan tenggelam begitu dalam dalam duka.
Tapi keberadaan Paman Frank berserta Bibi Elise telah menyelamatkannya. Mereka yang terus-menerus berada di sampingnya yang tak henti-hentinya menghibur serta menenangkannya telah menyelamatkannya dari keterpurukan itu. Kehangatan pelukan Bibi Elise akan menyadarkannya saat dirinya terlarut di dalam keputus-asaan. Dan canda serta gurauan Paman Frank selalu berhasil menyelamatkannya saat dirinya akan tenggelam ke dalam kesedihan. Keberadaan mereka berdua-lah yang telah menyelamatkannya.
Usia pemuda ini seharusnya tidak terpaut jauh darinya. Dirinya pun mulai bertanya-tanya, apa yang terjadi pada pemuda ini? Kenapa wajahnya terlihat begitu sedih, begitu kesepian? Apa selama ini dirinya menjalani kehidupannya seorang diri? Tanpa siapapun! Dan kenapa? Kenapa dadanya begitu sakit melihat pemuda ini? Kenapa jantungnya berdetak begitu cepat saat berada di dekat pemuda ini? Perasaan apa ini? Kegelisahan ini? Sesuatu perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia pun menyibak rambut yang menutupi wajah pemuda itu dan memperhatikan wajahnya dalam-dalam. Entah mengapa bagian paling dalam dari dirinya seolah bergetar dan menangis melihat keadaan pemuda ini. Tangannya mulai membelai pipi dari pemuda di hadapannya mencoba untuk meredakan rasa sakit dan kesepian yang tergambar dengan jelas di wajah itu.
“Raya,” dia pun dikejutkan oleh suara Bibi Elise yang terdengar dari balik tubuhnya, dan dengan cepatnya pula ia menarik tangannya dari wajah pemuda itu.
“Bibi... "
Bibi Elise mulai berjalan mendekatinya.
“Bagaimana keadaan pemuda itu sekarang?”
“Sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Hanya saja…” Raya berhenti sejenak sambil menatap wajah dari pemuda yang terbaring di hadapannya itu, “aku tidak tahu, Bibi. Apa dirinya akan memiliki kemauan untuk bangkit dan berdiri? Seharusnya dirinya telah tersadar dari pingsannya, tapi nyatanya tidak. Rasanya seperti dirinya sengaja ingin menghilang dari kehidupan.”
Bibinya pun telah duduk di samping Raya.
“Tenggelam dalam keputus-asaan, ya?” ucap Bibi Elise. Yang disusul kemudian dengan membelai kepalanya sambil berkata, “Jangan cemas. Jika sudah waktunya, pemuda ini pasti akan tersadar dari pingsannya. Dan apa yang harus dilakukan selanjutnya kita pikirkan saja saat pemuda ini telah sadar. Begitu lebih baik, bukan?”
“Ya, Bibi,” jawab Raya.
“Baiklah, sekarang makanlah dahulu. Bukankah Kau belum makan apapun sedari tadi.”
“Ya, Bibi.”
Kemudian Bibi Elise bangkit serta menuntunnya berjalan untuk makan bersama-sama. Ia pun kembali menoleh ke arah pemuda itu, berharap agar pemuda itu segera tersadar dari pingsannya.
***
Freis mulai membuka kedua matanya perlahan. Rasa pusing yang begitu hebat menyerang dan menghantam seisi kepalanya. Dia berusaha melihat sekelilingnya mencari tahu dimana dirinya sekarang. Lalu dia melihat seorang gadis yang tertidur dalam duduk tepat di sampingnya, dengan kedua tangan yang menggenggam telapak tangan kanannya. Kedua tangan itu terasa begitu hangat, kehangatan yang telah lama tidak ia rasakan.
Ia kembali memperhatikan gadis itu dengan lebih seksama, seorang gadis yang begitu cantik, dengan bibir tipis merah mudanya, wajahnya yang terlihat begitu lembut serta menenangkan, dan rambut hitam panjangnya terurai dengan indahnya menghiasi wajah cantik itu. Siapa gadis ini? Tanyanya dalam hati. Tapi wajahnya terasa tidak asing baginya, entah mengapa dia merasa seperti seakan pernah berjumpa dengan sang gadis entah dimana.
Tiba-tiba sang gadis yang sembari tadi tertidur sambil duduk di sampingnya mulai tersadar. Dan gadis itu pun terkejut melihat dirinya yang tersadar.
“Paman, Bibi, dia telah sadar! Paman! Bibi!”
Dan beberapa saat kemudian muncul seorang pria dan wanita yang mungkin berusia sekitar tiga-puluhan. Ia pun kembali memperhatikan tangan sang gadis yang tetap menggenggam erat telapak tangannya. Melihat itu sang gadis secara spontan melempar tangannya dengan kuat, yang akhirnya menghantam wajahnya.
“Ah…” pekik Freis.
“Maaf… maaf…” ucap sang gadis terkejut yang mungkin menyesali kecerobohannya.
“Ha ha ha…” melihat hal itu lelaki yang disebut paman itu mulai tertawa dengan keras, sambil menggoda sang gadis, “lihatlah betapa cerobohnya Kau, setelah ketahuan menggenggam tangannya. Ternyata gadisku telah tumbuh dewasa, Ha ha ha…”
“Paman…!” seru gadis itu.
Dan perempuan yang di sebut bibi itu pun tertawa sambil menyenggolkan lengannya ke tubuh ke paman itu, sebagai tanda untuk meminta sang paman berhenti. Kemudian sang paman datang menghampirinya lalu berkata.
“Dan Kau… bersyukurlah dirimu karena tanganmu telah digenggam dengan erat gadis secantik dirinya.”
“Paman…!” seru sang gadis yang mungkin semakin malu dengan sikap pamannya.
Sang paman pun sekarang tertawa dengan lebih keras.
Setelahnya dirinya mulai menyadari apa yang sedang terjadi. Mulai dari dirinya yang ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri oleh mereka, sang gadis yang senantiasa menemani serta merawatnya saat dirinya tidak sadarkan diri, serta kenyataan bahwa dirinya telah tidak sadarkan diri lebih dari empat hari bersama mereka, selebihnya mereka tidak tahu berapa lama dirinya tidak sadarkan diri di dalam hutan.
Di pertemuan yang singkat itu, akhirnya ia pun mulai mengetahui nama serta beberapa hal dari mereka. Mulai dari Frank Reig sang paman jenaka yang tidak pernah berhenti membuat lelucon serta menggoda si gadis. Elise Reig sang bibi yang selalu bersikap tenang dan anggun, meskipun terkadang benar-benar terlihat mengerikan saat sedang marah. Dan Raya, seorang gadis cantik yang senantiasa merawat dan menemaninya saat dirinya tak sadarkan diri. Kemudian akhirnya ia mengetahui bahwa Raya merupakan gadis yang dulu pernah ia selamatkan dari kepungan para prajurit Ras Harimau.
Kemudian Freis memperhatikan wajah Raya. Entah mengapa dia merasakan getaran di dalam dadanya. Saat ini, gadis itu terlihat begitu cantik dimatanya, seolah-olah dirinya adalah gadis tercantik yang pernah dilihatnya. Saat gadis itu menoleh ke arahnya, dia cepat-cepat membuang pandangannya ke arah lain berharap sang gadis tidak menyadari dirinya yang sedari tadi mememperhatikannya.
Malam itu mereka mulai menceritakan banyak hal kepada dirinya. Mulai dari awal mulai pertemuan sang paman dengan si gadis, perjalanan mereka, serta keikut sertaan sang paman dalam pertempuran di Ibukota Kerajaan Kokki’al, dan tujuan perjalanan mereka selanjutnya.
Mereka sama sekali tidak menanyakan siapakah dirinya? Darimana asalnya? Dan mengapa ia sampai jatuh tak sadarkan diri di dalam hutan? Seolah-olah mereka berusaha menghindari pertanyaan-pertanyaan itu.
Tapi kehangatan ini, kehangatan mereka itu, benar-benar mengingatkannya pada saat-saat dimana dirinya tinggal bersama kakeknya kedalaman hutan di Pegunungan Horostontros. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, baginya malam ini terasa begitu hangat serta menenangkan.
****
“Wajah itu terlihat begitu menyakitkan di hatiku,
Seolah-olah menenggelamkan dada ini dalam lautan yang begitu dalam,
Begitu menyesakkan,
Kegetiran di wajah itu, membenamkanku ke dalam rasa sakit yang telah terlupakan,
Membuat tangan-tangan kecil ini ingin meraih tubuh rapuh itu,
Serta memeluk dan menghangatkannya,
Untuk memberi kedamaian serta ketenangan dalam hati dan jiwanya.”
😂
😂